2| Her Name

211 40 1
                                    

"Nanti aku akan datang lagi," ujar Jisoo kepada Jackson seraya mereka berjalan keluar dari rumah Jackson untuk menuju ke mobil Jisoo yang terparkir di halaman. Jisoo tak bisa berlama-lama di sana karena ia harus kembali lagi ke rumah sakit.

"Lain kali datanglah bersama Jinyoung. Jinyoung adalah sahabatku tapi mengapa aku lebih sering bertemu denganmu," protes Jackson dengan wajah tertekuk karena sudah lama ia tak pernah berkumpul dengan para sahabatnya disebabkan kesibukan mereka masing-masing. Kehidupan orang dewasa terlalu kompleks sampai tak memberikan waktu bagi mereka untuk bersantai dan bermain-main seperti saat remaja dulu.

"Bicaralah pada manajer Jinyoung kalau ingin membuat janji bertemu dengannya," canda Jisoo sebelum ia masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi.

"Sialan." Jackson mendengus kesal namun ikut tertawa seraya menutup pintu mobil Jisoo dari luar.

"Aku akan kembali ke rumah sakit. Jaga dirimu dan wanita itu baik-baik," ujar Jisoo lewat jendela mobilnya yang terbuka kepada Jackson yang masih menungguinya sampai meninggalkan halaman rumah.

"Tentu saja. Terima kasih, Jisoo. Hati-hati di jalan," balas Jackson dengan lambaian singkat.

Setelah menunggu sampai mobil Jisoo menghilang dari pengelihatannya, Jackson kembali melangkah masuk menuju ke dalam rumahnya. Ia bahkan perlu mempersiapkan mentalnya dengan mengambil napas dalam-dalam saat memasuki pintu rumahnya sendiri. Tadi ia terbantu oleh Jisoo untuk menenangkan wanita itu, tapi kini ia harus menghadapainya sendirian. Walaupun ia masih ragu, ia harus mencoba. Berharap wanita itu mendengarkan kata-kata Jisoo tadi yang terus mensugestikannya bahwa tak ada yang perlu ditakuti dari Jackson.

Jackson tak segera bertandang menuju kamar wanita itu, ia bertolak dahulu ke dapur dan menghabiskan waktu dua jam penuh mengerjakan sesuatu di sana. Ia mendengarkan kata-kata Jisoo yang memberi tahu bahwa wanita itu harus makan teratur dan beristrahat yang cukup untuk memulihkan kondisinya. Alhasil di sanalah Jackson sedang tersenyum puas dengan hasil masakannya sendiri. Walaupun bukan ahlinya dalam masalah dapur, Jackson cukup tahu dasar-dasar memasak berkat pengalaman bertahun-tahun tinggal sendirian. Ia bisa membuat makanan instan dan makanan sederhana, seperti bubur dan sup yang dibuatnya sekarang terhitung sangat mudah baginya.

Jackson sedikit gentar tatkala membawakan makanan yang telah dibuatnya untuk wanita itu. Sudah beberapa menit terlewati namun ia masih mematung di depan pintu kamar, menimbang-nimbang haruskah ia mengetuk pintunya, memikirkan bagaimana caranya berkomunikasi dengan wanita itu dan apa yang harus dilakukannya jika wanita itu memberikan respon yang buruk. Sebagai pribadi yang luwes dan supel kepada siapa saja orang yang baru ditemuinya baru kali ini Jackson merasa ragu dan berpikir keras untuk sekadar bertatap muka dengan seseorang. Sebelumnya ia belum pernah bertemu dengan wanita yang rumit dan penuh misteri, sehingga menghadapi wanita itu menjadi tantangan tersendiri untuknya.

Pada akhirnya Jackson memutuskan untuk mengetuk pintu kamar di depannya. Ia pasrah pada apapun yang akan dihadapinya karena semakin dipikirkan ia malah semakin cemas dan pusing sendiri. Sedangkan waktu menuntutnya agar segera mengambil langkah, sebab wanita itu belum mendapatkan asupan makanan apapun sejak semalam selain air mineral. Ia tak mau nanti dituntut atas tewasnya seorang wanita asing di rumahnya akibat kelaparan karena ia enggan memberinya makan. Akan sangat tak elit seorang jaksa berkompeten sepertinya tersandung kasus semacam itu.

Jackson menoleh pada jam dinding yang berada di ruangan itu untuk mendapati waktu yang telah menunjukan pukul 12 siang dan artinya ia telah melewatkan waktu sarapan karena sekarang sudah saatnya makan siang. Ia hampir tak percaya waktu berjalan sangat cepat tanpa disadarinya sejak 3 hari belakangan banyak hal tak terduga terjadi dalam hidupnya.

JEJUNE ❝JACKSON LISA❞ ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang