Kelas Silva mulai ramai setelah bel pemersatu bangsa mengalun keras terdengar sangat merdu hingga tak ada satupun yang tidak bahagia setelah mendengarnya. Termasuk Silva Rastika yang sudah bosan mendengar suara jeritan perutnya.
Aku mau mi ayam kang wawan Silva!
Aku mau tahu bulat abang Jago Silva!
Aku mau lontong sayurnya mbok Dar Silva!
Seperti itulah kira-kira. Padahal, itu semua berasal dari otak Silva sendiri. Kan, pencernaan disebut otak kedua.. Ngeles terus gadis itu.
Setelah memastikan mejanya bersih dari sebarang alat tulis, Silva berjalan keluar kelas. Kenapa sendirian? Memangnya tidak ada yang mau berkawan dengan Silva? Salah! Teman Silva sudah ngacir duluan. Mau nabung katanya.. Ke bank BRI kali. Polos sekali kau Silva.
Sepanjang jalan, tak sepi dari sapaan siswa-siswi atas prestasi yang baru dicapai Silva. Gadis itu mampu menyabet juara tiga. Itu cukup bagus, karena mampu mengalahkan SMA FLORA yang terkenal dengan siswa-siswinya yang berbakat sekaligus berpengalaman dalam dunia modelling. Bahkan katanya, mereka pernah mengikuti ajang kecantikan itu di luar negri. Tidak tau luar negrinya sebelah mana. Tapi nyatanya, mereka yang memiliki cap berpengalaman mampu dikalahkan oleh SMA 314 yang memang famous akan siswa-siswinya yang punya tampang berkelas, namun tidak memiliki prestasi itu. Lalu siapa juara satu dan duanya? Tentu saja SMA-SMA bergengsi lainnya.
Silva itu cantik. Tidak bisa dipungkiri. Wajahnya oval sempurna. Dagunya lancip, kulitnya seputih susu, senyumnya semanis permen lolipop yang dia temukan di laci mejanya saat dia baru kembali dari acara upacara hari ini. Tingginya lumayan, cukup untuk dikatakan calon-calon model masa depan. Ditambah penggemarnya yang banyak itu membuatnya semakin terkenal. Nggak banyak kok, 5k doang.. Terserah kamu aja Silva. Orang cantik mah bebas. Ya ngga?
Baru saja menginjakkan kaki di kantin, mata tajam Silva sudah menemukan tangan-tangan yang melambai sambil meneriakkan namanya berkali-kali. Ayolah, Silva kan nggak budek!
Mereka berdua, teman-teman Silva tentu saja. Tasya dan Ica. Tasya itu, kulitnya semanis sawo yang baru matang. Cara bicaranya juga manis. Kalau didepan orang lain sih, didepan Silva dan Ica tentu saja tidak!
Ica Febriani, gadis pecicilan yang apa-apanya tidak tahu malu. Omongannya ceplas-ceplos dan seringkali mengomentari orang bahkan yang tidak dia kenal sekalipun. Pernah sekali, dia berkomentar pada orang pacaran yang melewati mereka bertiga saat sedang berjalan-jalan di mall. Si cewek ternyata mendengar bagaimana Ica berkomentar alay banget sih pake mama papa segala. Hampir mereka dilabrak habis-habisan saat si cewek itu sudah menarik lengan Ica dan sudah melotot sampai matanya hampir keluar. Untung saja, si cowok sudah menarik tangan ceweknya dan mengajaknya pergi.
Tapi itulah mereka. Se bar-bar apapun Ica dan Tasya, mereka lah yang mau menemani Silva saat dia sedang menjalani training habis-habisan sebulan sebelum perlombaan model. Atau saat Silva sendirian di rumah, mereka berdua mau menempuh jarak belasan kilometer untuk menginap di rumah Silva agar gadis itu tidak sendirian. Mereka emang best! Kali ini saya setuju sama kamu Silva Rastika.
"Kok dari BRI-nya cepet banget Sya?" Tanya Silva langsung duduk di kursi di hadapan Tasya. Aduh!
Tasya yang sedang makan lontong sayur pun berhenti setelah menelannya. Menatap heran Silva yang melayangkan pertanyaan aneh.
"Kapan gue ke BRI?" Tanya Tasya.
"Lo ngapain ke BRI Sya?" Tanya Ica di sebelah Tasya. Tasya menggeleng sambil mengangkat bahunya.
"Gue nggak ke BRI kok."
"Tadi kan lo bilang mau nabung? Berarti ke BRI kan? Setau gue lo nggak punya rekening bank lain," Ucap Silva.

KAMU SEDANG MEMBACA
Raskal
Teen FictionRaskal Ranggabuana. Pemuda dengan tampang ganas ikon SMA 314. Pemuda berbahu lebar yang semakin menambah kegagahannya. Memiliki solidaritas yang terkenal baik diantara teman-temannya maupun adik kelasnya. Di tangannya melingkar gelang bertuliskan NO...