gravé par le coucher du soleil

259 19 1
                                    




   "Tidakkah kau menginginkan hari-hari indah seperti ini tetap tinggal dalam keseharian kita, Ohm?"

   Ucap pemuda pemilik dua lesung pipi yang terlihat indah, sambil tangannya merapikan topi bewarna hitamnya asal. Pemuda berlesung pipi tersebut dikenal dengan nama Nanon- Nanon Korapat untuk lengkapnya. Ia bukanlah seorang sosok yang terlalu berpengaruh bagi dunia, bahkan mungkin Ia sama sekali tidak memiliki pengaruh besar. Nanon hanyalah seorang pelajar biasa, yang dituntut oleh lingkungan agar menjadi pelajar teladan tanpa kecacatan. Tetapi tentu saja, semua manusia tidaklah memiliki kekuatan untuk menghilangkan segala kekurangan, entah kekurangan tersebut akan berkurang ataupun sebaliknya, hal yang sering disebut dengan kekurangan itu tidak akan pernah meninggalkan satupun sosok makhluk hidup di muka bumi ini.

   Sekarang, Nanon sedang berada di pulau yang jelas bukan kota kelahirannya, pulau yang kerap dipanggil sebagai pulau Bali, yang menyimpan beribu-ribu keindahan alam dan keunikan yang membuat pulau Bali ini tidak bisa digantikan oleh apapun itu. Nanon sedang menikmati masa liburan dari sekolahnya, ingin mengistirahatkan otaknya yang malang dari beban-beban dan dari angka-angka jahat yang akan selalu menghantui Nanon saat berusaha memahami dasar-dasar di mata pelajaran matematika.

   Ohm Pawat, seorang pemuda yang tak terlalu istimewa tersebut terkekeh. "Tentu, aku ingin hari-hari seperti ini tidak akan berakhir. Tetapi hal tersebut apakah mungkin?" Ujarnya, sembari melemparkan batu kecil yang awalnya terletak di samping kanannya, hingga batu kecil yang malang tersebut terbang tinggi dan jauh, sebelum tenggelam di tengah-tengah lautan. Nanon terdiam. Ia tahu betul bahwa sebuah rasa kebahagiaan tidak akan pernah kuat bertahan untuk selamanya, tentu saja, karena pada dasarnya semua hal di muka bumi ini memiliki sifat absolut yang lain tak lain adalah sementara.

    "Tentu tidak. Tapi, aku berharap, kadang." Ucap Nanon. Keduanya terdiam, membiarkan suara-suara yang diciptakan oleh desir ombak mengisi keheningan diantara keduanya. Nanon dan Ohm. Kedua nama tersebut akan terdengar familiar di telinga teman-temannya. Tidaklah diperlukan sebuah heran, karena keduanya memang sudah bersusah payah membangun sebuah hubungan berlabel sahabat, yang mengikat keduanya hingga bertahun-tahun lamanya. Tetapi, satu hal yang orang-orang terlalu bodoh untuk pahami ialah, ada suatu gejolak rasa yang selalu membuat keduanya merasa was-was. Mereka sadar betul akan adanya perubahan didalam perasaan mereka atas satu sama lain, tetapi apa daya, keduanya terlalu takut untuk membuat suatu perubahan. Terlalu takut dan cemas akan resiko yang harus diambil kedepannya, dan bagaimana sang lingkungan akan menilai mereka.

   Mereka sadar betul, mereka mencintai satu sama lain, saking tulusnya hingga tak rela rasanya mereka melihat senyum di wajah keduanya pudar.

    "Non, ini memang terdengar konyol, sangat konyol. Tetapi saat aku hanyalah seorang bocah ingusan, aku selalu bermimpi untuk menjadi seorang penyelam" cerita Ohm. Nanon terkekeh pelan, "Lalu? Apa yang menahanmu untuk menjadi seorang penyelam hebat?" Jawabnya. Ohm menciptakan sebuah senyum simpul, sebelum memejamkan kedua matanya dan mengistirahatkan kepalanya yang beberapa hari ini terasa terbebani oleh beberapa hal itu di pundak milik Nanon. Nyaman rasanya.

    "Aku tidak tahu, mungkin yang menahan diriku untuk menjadi seorang penyelam itu adalah diriku sendiri." Jawabnya dengan suara rendah, pelan, yang dengan hebatnya mampu membantu Nanon untuk melupakan beberapa masalahnya. "Aku ingin menjadi penyelam karena aku selalu mengagumi betapa indahnya pemandangan di bawah sana, pemandangan yang dengan tidak tahu lelahnya selalu menyuguhkan beraneka makhluk hidup dan warna, pemandangan indah di bawah laut yang tak pernah abu-abu."

    Aku juga pernah bermimpi, aku akan mengambil beberapa foto dibawah sana, lalu aku akan memamerkan foto-foto indah tersebut padamu. Aku ingin membagi semua hal indah yang telah ku alami didalam hidupku padamu, karena pada dasarnya dirimu lah, Nanon, yang selalu berhasil menjaga nyala api didalam diriku dari redup, bukan?" Ucapnya manis, sambil menautkan jari jemari mereka. Nanon tersipu malu, dan berdehem pelan. Tetapi Ia lalu terkekeh. "Ternyata kau bisa berucap sangat manis seperti itu, ya, Ohm? Aku kira kau tidak akan pernah bisa mengekspresikan hal-hal memalukan seperti itu, apalagi dengan kata-kata puitismu yang datang entah dari mana" kekeh Nanon.

Engraved by The SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang