Pagi hari nan indah ku seruput kopi hangat ku dengan aroma sawah yang sangat khas Pedesaan, hangat nya menembus ke hati ku sehingga membuatku menjadi lebih mantap
menikmati pagi kali ini. Seperti biasanya sebelum ku beraktivitas lain, pasti selalu ku nikmati cerahnya pagi
dengan segelas kopi dan beberapa batang rokok sampai terkumpulnya niat untuk mandi. kopi inilah yang menjadi alat pancingan rasa sakit perut ku tiba sehingga ku akan ke kamar mandi untuk buang hajat dan bergegas mandi. Betul sekali rasa sakit Perutku tiba bersamaan dengan ujung batang rokok ini, baiklah, kan ku bakar sebatang rokok lagi, karena tiada teman yang paling setia selain rokok, buktinya setiap kali ku membuang hajat, dia lah yang menemaniku. Baru saja 2 hembusan asap yang ku keluarkan, rasa sakit perut ku sudah benar-benar tak bisa tertahankan lagi, dan sesegera mungkin ku mengambil handuk dan lari ke kamar mandi.Meskipun ku tinggal hanya sendiri di kontrakan ini, kamar mandi nya sangat luas dan ku rasa ini bias di pakai untuk 3 orang tidur disini, Aku sangat bingung dengan kamar mandi ini. Pikiran ku seperti itu membuat ku mendapatkan sepotong kalimat, “andai saja wawasan ku luas, atau harta ku banyak maka pasti banyak orang yang bersama ku saat ini.” Memang ituah sebuah harapan ku,memiliki wawasan yang luas dan memiliki banyak harta sehingga aku bisa membantu orang-orang yang
ku sayangi. Sudah hamper 20 menit aku memikirkan sesuatu yang tidak jelas sampai membuat
kaki ku keram. Hmm… bergegas lah ku untuk mandi.
Selesai mandi perasaan ku kembali segar, hal yang bodoh ku lakukan sebagai laki-laki ialah
sok tampan ketika sedang ngaca, senyam-senyum, kepala miring, dan wajah tengil, bermacam
gaya aku tatap merasa tampan, hal itu menjadi ritual ku ketika ku selesai mandi di depan kamera
handphone ku. Beda hal nya dengan cewe yang ketika bercermin selalu saja mengeluarkan
penghinaan terhadap Tuhan, meskipun tidak semua cewe seperti itu. Karena ku merasa sudah
cukup merasa tampan, namun tetap saja tampan bukan jaminan untuk tidak merasa lapar. Pergi
ke warung makan teh ayu adalah solusi ku di setiap pagi yang cerah ini, selain makanan nya yang
pas dengan Lidahku, harga nya pun sangat cocok dengan dompet ku.
“Selamat Pagi Aa Asep” Teh Ayu memang satu-satu nya janda muda yang selalu mengucapkan
itu kepada ku.
“Pagi Teh Ayu yang manis sekali di Pagi hari, biasa yaa Teh saya mah Istiqamah” ku jawab sapaan
setia dari Teh Ayu dengan memesan makanan yang tak pernah ganti-ganti yaitu jengkol balado
dan semur tahu.
“Siapp A”
Mata ku melirik ke sebelah kanan ku, pasti selalu Cewe itu yang ku lihat, namun tak pernah ku
berani menyapa nya. Karena rasa penasaran ku bergejolak ku coba memberanikan menyapa nya,
ahhh… sangat berat sekali mengucapkan sepatah kata saja kepada cewe itu, padahal ku sangat
pandai menggoda.
Nihh A, Teteh tambahin rasa kasih saying buat Aa Asep mah.”
“Ehh iya teh” aku terkejut dengan Teteh yang mengatakan bahwa makanan ku sudah siap.
“Eleuh-eleuh si Aa kenapa serius banget liatin Teh Nita”
Aku mulai panik karena Cewe itu menatap ku dengan tatapan tajam. Dari kaca mata nya, ku
melihat diriku sebagai Lelaki yang pecundang, di bola Matanya pun ku melihat Sifat-sifat kemayu
yang tertutup dengan teori perlawanan nya.
“Teh makan” ku sangat bahagia karena ku telah berani menyapa nya.
“ Iya A makan” dengan senyuman dia menjawab nya.
Seketika penasaran ku semkin menggebu-gebu kepada cewe yang di panggil oleh Teh Ayu dengan
Nama Nita itu. Namun entah mengapa jurus Buaya ku lenyap di hadapan nya, Mulut ku bergetar
karena kalimat yang tak bisa di keluarkan.
“Aa tinggal dimana?” dia bertanya kepada ku dan Hatiku berdebar semakin kencang
“Itu Teh, di Perumahan Puri Kehidupan” ku telan makanan ku untuk menjawabnya.
“Oalah sama dong ya A, saya juga ngontrak disana”
“Yaudah Teh nanti pulang bareng aja yu” tiba-tiba ku lancang mengatakan demikian.
“Yaudah boleh A” jawabnya dengan senyuman.
Huhh… Jantungku semakin berdebar kencang, nafsu makan ku hilang begitu saja, untuk
menenangkan nya ku bakar sebatang rokok dan menyudahi sarapan pagi ku. Aku membayar
makanan ku dan Cewe itu pun membayarnya juga, dan bersama-sama kita pulang dengan Sepeda
Motorku. Selama perjalanan pulang sarapan tidak ada sepatah kata satu pun kecuali iya dan tidak
dari sedikit pertanyaan Cewe itu. Dan sesampainya ku di depan kontrakan nya itu yang hanya
berbeda beberapa gang saja dengan ku, aku memberanikan diri untuk berkenalan dengan nya
dan meminta nomor Whatsapp nya. Respon dia pun sangat baik dan memberikan nomor nya
dengan ucapan terima kasih karena telah mengantar.
Se-sampai nya ku di kontrakan, tidak ada pikiran kecuali kepada Cewe itu. Akhirnya ku
memberanikan diri ku untuk datang menuju kontrakan nya dengan membawa makanan ringan
yang ku beli di warung sebelah kontrkan nya, ternyata dia juga sedang belanja di warung itu.
“Lohh Asep?”
“Ehh kamu Nit, jajan ya?”
“Hehe iya nih Sep, mampir Sep ngopi-ngopi sini”
wahh… boleh tuh.” Ajakan yang memang ku harapkan.
Di depan kontrakan nya yang menghadap sawah itu memang sangat tepat untuk menikmati kopi
yang di buat langsung oleh Nita itu. Di hadapan nya ku sangat lugu dan penuh salah tingkah. tidak
dengan Nita, dia sangat santai dan Matanya penuh dengan pengawasan ketat kepada ku. Ku coba
berkata untuk menyairkan suasana ketegangan itu dengan obrolan.
“Kamu di rumah sendiri Nit?”
“Iya aku kuliah sambil kerja disini Sep.”
“Ohh, semester berapa kuliah nya?” Ku terus bertanya layaknya wartawan.
“Semester Terakhir, tinggal nunggu wisuda aja.”
Ku kembali memilih untuk diam karena sudah kehabisan pertanyaan. Ku coba mengenggam
Tangan nya karena biasanya Cewe akan luluh dengan hal itu, ketika ku ingin mengenggam tangan
nya, tiba-tiba saja dia berdiri dan memindahkan Batu besar yang terdapat di pinggir sawah dan
membawa nya ke dalam kontrakan kecil itu.
“Wahh… Cewe hebat kamu nit” spontan ku mengatakan itu, karena ini baru pertama kali di
kehidupan ku.
“Huss… aku paling kaga seneng kalo kau menyebut Perempuan dengan kata cewe” dia kritik
perkataanku.
“Loh mengapa?” aku bingung dengan kritikan itu.
“Aku ini lebih senang dengan sebutan perempuan dibandingkan wanita atau cewe. Karena kata
perempuan itu berasal dari kata empu yang artinya terhormat,tersakti,dll. Sedangkan wanita
diambil dari bahasa jawa, wani di tata(mau di atur).”
“Kalau Cewe?” ku potong penjelasan nya itu.
“Ku rasa sebutan Cewe itu terlalu indentik dengan negatif, Cewe malam contohnya”
“Wawasan kamu sangat luas nit, tapi mengapa tidak semua Perempuan sama seperti dengan kau
Nit?”
“Itu yang ku sedihkan, andai saja sahabat-sahabatku sadar dengan kata Empu itu maka ku yakin
budaya Patriarki akan lenyap di Negara kita ini. Perempuan-perempuan Ibu Pertiwi ini tidak akan
di rendahkan, tidak akan di pandang menjadi pemuas Sex semata, dan akan bisa hidup
bersamaan dengan Lelaki tanpa ada pelecehan Sexual yang sering terjadi. Padahal kami
(Perempuan) adalah perantara Tuhan adanya manusia di muka Bumi ini, namun tantangan bagi
ku karena banyak Manusia yang lupa itu.”
Di Siang hari menuju sore itu aku merasa terpukul oleh perkataan nya, Padi-padi di hadapan ku
bergoyang seperti mengejek ku. Aku tak bisa berkata sepatah kata pun, hanya menahan Air Mata dosa yang bisa ku lakukan saat ini. Ku Tarik udara segar di sore hari dalam-dalam dari hidungku
dan ku hembuskan secara perlahan dari rongga mulutku. Pada detik ini juga, aku jatuh cinta
kepada nya.
“Detik ini juga ku jatuh cinta kepada mu Nit” sambil menunduk ku mengatakan seperti itu.
“Aku tak tahu pasti apa itu jatuh Cinta, namun yang ku tahu jatuh bukanlah Cinta. Banyak sekali
sahabatku yang di rusak karena seorang pria yang jatuh Cinta kepadanya, kalau memang benar
itu Cinta maka lebih baik ku hidup tanpa Cinta. Bagi ku Sep Cinta itu segala sesuatu yang dapat
menjadikan pribadi kita lebih baik, bukan lebih buruk.”
Perkataan dia membuatku ku tak karuan, bagiku itu bukan perkatan tetapi pedang yang amat
tajam untuk lelaki seperti ku. Ku langsung meninggalkan Perempuan yang membawa Pedang
teremat tajam itu dengan membawa luka tamparan, tidak… itu bukan hanya tamparan namun
sayatan hati dari pedang perempuan yang bernama Nita.
Ku merenungi perkataan itu, pikiran membawa diriku ke tempat yang paling buruk,
tempat yang seram. Betapa banyak Lelaki seperti ku ini melakukan perbuatan keji terhadap
Perempuan dengan dalih-dalih Cinta. Betapa sering lelaki memandang perempuan dengan
sebelah mata, padahal aku terlahir karena perjuangan Perempuan. Ku berharap banyak nya
Perempuan seperti Nita, dan ku berharap kelak ku akan bersama nya. Karena nya aku sadar dosadosa ku sebagai lelaki, karena nya pula, mengingatkan ku kepada sosok Ibu ku yang single perents, dan karena nya pula ku akan menjaga perasaan dan perbuatan ku kepada banyak Perempuan lain nya. Ku berjalan ke tanaman di depan ku dan ku petik setangkai Bunga, Bunga
yang amat indah nan harum ini akan ku berikan kepadanya sebagai bentuk terima kasih ku
kepada Nita. Namun di sisi lain ku yakin itu hanya membuatnya mengelurkan pedang-pedang
tajam lagi untuk ku, karena telah berani memetik bunga yang sedang asik memuji Tuhan. Lantas
hanya Do’a yang ku panjatkan terhadap Tuhan agar kelak bisa bertemu dengan nya kembali dan
ku ucapkan “Terima kasih Nita” di ujung Do’a yang terucap melalui hati dan air mata yang
mengalir.