12 ; LIMERENCE

11.4K 1.6K 148
                                    

Jordan pun menendang pintu dengan kuat, dilantai bawah sebagian rumah udah habis dilahap sama kobaran api

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jordan pun menendang pintu dengan kuat, dilantai bawah sebagian rumah udah habis dilahap sama kobaran api.

"Woi Naren ayo keluar!" Teriak Jordan dan Naren pun ikut keluar tapi wajahnya panik banget.

"Kenapa?"

"Rekaman cctv belum selesai dipindahin udah mati listrinya,"

Mendengar ucapan Naren, mata Jordan membulat sempurna. "Hah?! Apa?! Maksud lo gak sempet ditaruh diflashdisk?" Naren mengangguk.

"Kita gak ada bukti buat nyeret Gabriel kepolisi,"

"Sialan, kita keluar dulu!"

Keduanya dengan cepat berlari keluar rumah menerobos api, bahkan muka mereka udah rada item karena asap. Nafas keduanya tersenggal dan tanpa pikir panjang langsung menelfon pemadam kebakaran.

"Gue khawatir sama Viona karena kejadian ini," celetuk Naren yang diangguki oleh Jordan.

Gabriel tersenyum puas dibalik maskernya dan langsung pergi menjalankan motornya  melewati kerumunan orang yang ikut membantu memadamkan api kebakaran.

"Itu untuk nyembunyiin Joanna dari gue,"

.

"A-apa?"

"Viona!" Kaget Jeffrey dan langsung nahan badan Viona yang limbung karena shook denger rumahnya kebakaran.

"Kita juga gak dapetin rekaman cctv itu,"

Viona nangis keras didekapan Jeffrey, "Gabriel...iblis. Cuma rumah itu kenangan aku sama kakak," Jeffrey terdiam mendengar rintihan memilukan dari Viona.

Viona bukan takut kehilangan barang-barang nya dirumah itu, tapi takut kehilangan tempat yang punya banyak kenangan sama mendiang kakak nya. Rumah itu juga tempat Viona menyaksikan gimana awal retaknya hubungan keluarga.

"V-vio, kita kerumah gue ya?" Lirih Joanna mengambil alih pelukan Viona dari Jeffrey.

.

"Kita harus jagain Joanna dari Gabriel, karena itu orang juga nyerang orang terdekat Joanna." Kata Naren memainkan botol air mineral nya.

Radja, Naren, Jeffrey dan Jordan sekarang ada dikantin rumah sakit. Orang tua Alicia baru besok sampai dari luar kota, mereka juga heran kenapa para cewe ini hidup sendiri tanpa orang tua? Apa nasib mereka semenyedihkan itu makanya mereka terikat satu sama lain?

"Untuk sekarang Viona sama Alicia udah kena, Jasmine juga kan? Jadi sebisa mungkin kita jagain mereka supaya kejadian begini gak keulang lagi. Apalagi target utama dia itu Joanna." Timpal Naren yang diangguki oleh ketiganya.

"Viona," Radja, Naren dan Jordan noleh kearah Jeffrey yang tadi nyebutin sama Viona.

"Kenapa?" Tanya Radja.

"Gatau, tapi feeling gue gak enak sama dia." Gumam Jeffrey.

.

"Gausah sekolah dulu, aku udah izinin keguru kok." Ucap Radja mengelus puncak kepala Jasmine yang perlahan menutup mata.

"Makasih Radja," lirih Jasmine menatap Radja sayu, hari ini badan Jasmine jadi demam tinggi. Mungkin karena dia masih shook sama yang kemarin ditambah lukanya.

Radja yang notebene nya adalah murid baru pun udah main ambil izin aja cuma buat nemenin Jasmine dirumah, gak tega kalau harus ninggalin Jasmine sendirian disaat kondisi lagi gak kondusif kayak sekarang.

"Bisa telfonin Joanna gak?" Pinta Jasmine memegang tangan Radja yang masih bertengger manis dikepalanya.

Radja mengangguk dan tersenyum tipis. Jasmine pun bernafas berat dan perlahan tertidur pulas, sementara Radja mengepalkan tangannya dengan rahang yang mengeras.

Gue bunuh lo Gabriel

Cowo dengan lip-rings itu pun berdiri dan mengambil ponselnya buat nelfon Naren, ya dia kan gak ada kontak Joanna gimana nelfon nya?

"Apa?"

"Telfonin Joanna suruh kesini, rumah Jasmine."

"Oh, gak gratis."

"Perhitungan anjing cuma minta telfonin doang,"

"Nelfon pake pulsa anjir."

"Yaudah gue ganti 100 ribu, dah sana."

"200 kek,"

"Gatau diri."

Radja pun tanpa pikir panjang langsung mutusin sambungan telfon dari Naren, emang dasar manusia gatau diri si Naren mah. Kalau bukan demi Jasmine, gak bakal mau Radja minta tolong ke Naren.

"Lo sekolah aja, gue gapapa sendirian." Radja berbalik, disana Jasmine dengan wajah pucatnya tersenyum tipis.

"Lagian gue gapapa kali Ja, dah gih sana ntar telat." Usir Jasmine mengibaskan tangannya.

Radja menggeleng lucu dan duduk ditepi ranjang Jasmine, membawa jemari dingin itu untuk dikecup. "Gak mau, nanti kalau kamu kenapa-kenapa gimana?"

"Gue bukan anak kecil Ja,"

"Sekali gak mau, tetep gak mau."

"Keras kepala,"

"Iya, itu aku."

Jasmine menggeleng pelan dan memilih mengabaikan Radja. Cowo ini gak kasar kok, cuma mungkin karena Jasmine aja yang ketengilan jadinya ngebuat Radja lama-lama jadi kesel.

Ah kalau gini, Jasmine bisa beneran luluh sama cowo sedeng kayak Radja.

Tbc.

.

.

.

Rencananya ini bakal 30 part, nah aku tambahin dari book biasanya😌🤙🏻 mau ngetik banyak part, takut cepet bosenㅜㅜ

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✔] LIMERENCE (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang