3

4 1 0
                                    

Pagi itu langit kota Oben menunjukkan kemurungannya. Awan kelabu menghiasi penjuru kota. Bangunan-bangunan yang tertata rapi bagaikan replika terlihat redup olehnya. Sekelebat kilatan cahaya yang beberapa kali menampakkan wujudnya memberikan sedikit penerangan alami yang hanya sepersekian detik terlihat. Saat suara gemuruh datang, langit dengan derasanya langsung menumpahkan semua curahan hatinya. Menumpahkan butiran-butiran air diatas kota yang sudah satu minggu mengalami kekeringan.

"Sa ... Sudah deh nggak perlu, pasti kosong, Sa ...," ucap Ratasya berjalan cepat mengikuti langkah Rafaela di depannya.

"Kita liat dulu sekali lagi! Pasti orang itu sengaja main tarik-ulur, oke?" lirik Rafaela semangat.

"Ih ... Sudahlah, lebih baik kita beli makan saja, yuk ke kantin. Lapar nih, sarapan tadi kan aku makannya sedikit karena kamu buru-buru mau berangkat," ucap Ratasya menjatuhkan ekspresinya.

Niit

Kotak persegi kecil yang menempel di pintu loker Ratasya berbunyi halus saat Rafaela menempatkan jari telunjuknya di atas monitor kunci loker dengan izin Ratasya.

Apa yang terlihat saat loker itu dibuka membuat mata Rafaela berbinar. Ratasya yang awalnya cemberut menahan perutnya yang sedikit keroncongan kini berubah takjub dengan apa yang dilihatnya.

Di dalam loker itu terdapat sebuah buket rotan berwarna cokelat keemasan berisi mawar merah yang masih segar diatasnya. Dan tak tertinggal, secarik sticky note yang diselipkan ke pita besar berwarna pink muda yang mengelilingi buket itu.

Rafaela mengambil buket itu dan memberikannya kepada Ratasya. Kertas itu dibukanya oleh Ratasya dan membacanya tanpa menggerakkan bibirnya yang berwarna pink natural itu. Disana tertulis pesan singkat yang dibuat orang misterius itu untuk dirinya.

Untuk Ratasya,

Maaf sebelumnya, mungkin caraku ini terlalu lancang. Tapi apalah yang bisa aku lakukan lagi? Aku sudah lama menyimpan perasaan ini semenjak kita datang ke universitas ini. Kalau kamu mau tahu siapa aku, datang ke taman kampus jam 3 sore. Aku sangat berterima kasih jika kau mau datang:-)

Dari temanmu:-)

"Isinya apa, Sya?"

"Kata kamu aku harus bagaimana?" Ratasya tidak menceritakan isi pesan itu melainkan langsung memberikan kertas persegi merah muda itu kepada Rafaela.

Rafaela tertawa setelah membaca isi pesan yang ada di kertas itu. Raut wajahnya terlihat sangat bersemangat. Ia menyuruh Ratasya untuk menyetujui nya saja karena taman yang dituju juga taman yang ada di kampus. Rafaela juga berjanji akan menemaninya bertemu pria itu.

•••

Seperti yang sudah dijadwalkan, pukul 15.00 Ratasya dan Rafaela pergi ke taman yang ada di Universitas Uncanny. Mereka menaiki Ford Focus Ecobosst puntihnya untuk sampai disana.

Sore itu Ratasya memakai gaun overall selutut yang biasa ia pakai untuk pergi ke rumah ponakannya. Gaun itu berbahan jeans berwarna biru navi dengan lengan baju putih sepundak. Liontin perak yang menghiasi lingkar lehernya menambah kesan manis dengan berlian kecil membentuk hati menjuntai dibawahnya. Dompet hitam yang dibawanya hanya memuat satu smartphone berukuran 6 inc dan beberapa lembar uang di dalamnya.

Untuk menjaga privasi Ratasya, Rafaela memilih untuk menunggu di mobil. Dia menyalakan smartphone -nya saat Ratasya pergi meninggalkannya di mobil. Membuka salah satu akun sosmed seorang pria disana.

Sepatu kets putih yang dikenakan Ratasya melewati rerumputan yang masih basah akibat hujan yang berlangsung hingga siang hari tadi. Rerumputan terlihat sedikit bersinar karena terpaan sinar matahari yang mulai muncul dari balik awan yang masih menggulung disana.

Jarak 5 meter dari taman, bola mata amber yang dimiliki Ratasya mulai melihat pemandangan balon-balon merah muda berbentuk hati tertata indah mengiringi perjalanannya. Kelopak mawar merah yang bagaikan karpet merah itu mulai diinjaknya di sepanjang jalan menuju seorang pria di seberang sana yang tengah berdiri membelakangi nya diatas gazebo.

Angin yang menerbangkan rambut panjang berwarna cokelat itu memperlihatkan pesona wajah Ratasya yang semakin jelas. Sayup-sayup angin itu menggerakkan gelombang rambutnya secara perlahan. Layaknya adegan sebuah film.

Hanya hitungan jengkal dari gazebo putih tempat pria itu berdiri membelakanginya, Ratasya berhenti di depan gazebo memastikan bahwa orang yang dihadapannya memiliki tujuan yang sama dengannya. Ia memperhatikan pria itu dari belakang sekaligus menatap kagum pemandangan indah di sekeliling nya yang belum pernah ia lihat sebelumnya di taman itu.

"Permisi," ucapnya pelan karena takut-takut ia bisa saja salah orang.

Pria itu memakai kaos putih yang dilapisi jaket merah dengan celana jeans berwarna hitam disertai sisiran rambutnya yang dipoles pomade sehingga terlihat sedikit bersinar akibat cahaya matahari yang mengenainya. Ingat ya, rambutnya bersinar itu karena pomade! Bukan habis keramasan langsung disisir rapi tanpa handukan terlebih dahulu!

"Hai, Sya!" Pria itu berbalik arah menatapnya. Pria yang tingginya sekitar 178 cm itu sontak membuat Ratasya diam seribu bahasa. Ekspresi takjubnya kini hilang secara tiba-tiba. Ia berfikir bahwa pria misterius yang sudah satu bulan membuat dirinya sedikit terpikirkan adalah seseorang yang sudah cukup lama ia kenal!

Sepatu kets putih yang dipakai pria itu mengikuti langkah majikannya menuruni 2 anak tangga untuk menghampiri pujaan hatinya. Kini mata Ratasya tertuju pada bola mata abu-abu di depannya. Wajahnya tidak memperlihatkan ekspresi gugup, senang, ataupun sedih. Dia menatap dengan tatapan tajam. Kini mereka hanya terpisah jarak 1 meter

"Jadi itu kamu?" Ratasya membuka pembicaraan.

"Hm, ya. Itu aku. Apa kamu marah?" Pria itu terlihat salah tingkah dengan nada bicara Ratasya dan tatapannya yang terlihat datar tanpa ekspresi.

"Memang kamu kira aku nggak akan marah? Kamu kira aku bakal senang? Kamu nggak pernah berpikir kalau perbuatan kamu itu sangat salah?" ucapnya tenang sembari menatap dingin kepada pria yang ada di hadapannya itu.

"O,oke! Aku memang salah. Tapi—"

"Tapi aku nggak pernah kepikiran loh kalau kamu bakal melakukan itu. Ya ... aku percaya aja gitu sama kamu." Kini aura yang dikeluarkan Ratasya sedikit kembali normal.

"Aku minta maaf," ucap pria itu dengan hati sedikit gusar karena dia merasa apa yang dilakukannya itu memang sangat salah.

"Yasudah, aku pergi." Ratasya berbalik arah untuk pergi meninggalkan lingkaran topik itu tanpa persetujuan pria yang mengundangnya.

"Tunggu!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mr. ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang