Bagian 1

94 17 23
                                    

*Anak pungut*

>>>☆<<<

Bisa dibilang hidupku tanpa titik, Aku bingung menggambarkan hidupku seperti apa?. Aku terlantar, jauh dari pantauan. Hingga kini, aku tak tau siapa sosok orang tua kandungku. Mungkin kehadiranku tak pernah diharapkan, sehingga orang tua kandungku sendiri tega menelantarkanku. Hingga suatu tragedi menimpaku, yang membawaku pada dimensi yang baru. Aku mulai merasakan belaian cinta dan kasih sayang orang tua. Tapi aku takut, akan ada hari dimana kebahagiaanku akan sirna. Bantu aku Tuhan
~Ello

>>>☆<<<

Hingga sebuah keadaan yang Ello takutkan pun terjadi. Suatu berita menggemparkan dunia. Bisikan masa lalu mulai menghantuinya. Bui-bui kenyataan perlahan terungkap. Lalu bagaimanakah nasib Ello? Ataukah semua akan baik-baik saja? Atau malah sebaliknya?

>>>☆<<<

~~~~~~~~//~~~~~~~~

Ello benar benar tidak mengerti, apa yang akan dilakukan nya di sini. Hanya karena memancing emosi ayah tirinya, dia harus menerima hukuman. Mengikuti kegiatan yang diikuti oleh ayah tirinya, yang dianggap lebih bermanfaat bagi ayah tirinya. Dia memandang sekitar. Barisan laki laki dan perempuan sedang bergerak mengikuti instruksi, dari instruktur parkour mereka.

Ello mengakui kalau dia memang anak pungut dan agak pencicilan. Tetapi, sampai harus ikut parkour? Dia bahkan baru tahu kalau olahraga itu ada di kampusnya, sekisar beberapa bulan yang lalu. Berkat Papa angkatnya dan anak relasi bisnisnya yang ternyata adalah instruktur komunitas parkour di kampusnya, di sinilah dia berada sekarang. Komunitas itu tidak sebesar komunitas parkour, yang ada di sekitar. Menurut cerita Ello, dengar dari anggota lain. Si instruktur yang mendirikan komunitas ini, hingga menjadi salah satu unit kegiatan kampus di bawah naungan Badan Eksekutif Parkour Universitas.

"Gimana mau bisa lompat dari balkon, kalau squat jump aja nggak becus!"

Suara lantang itu terdengar hingga ke barisan paling belakang. Anggota komunitas parkour yang latihan hari itu. Ello melihat Radit, sang instruktur berdiri di depan tepat depannya. Badan Ello sedikit lebih tinggi dari pada sang instruktur. Kira kira selisih empat sampai lima senti. Rambut berpotongan abri ala tentara jaman now, terlihat sangat sesuai dengan tatapan Radit yang menghadap tajam mengarah kepada Ello. Radit tidak berpengaruh dengan kenyataan. Yang harus mendongak supaya bisa melototi Ello.

"Capek? Mau Istirahat? Cowok, Bukan?"

Ello mengusap keringat di dahi dan sekitar kepalanya, seraya menatap si instruktur yang sok-sok an itu dengan sebal. Sejak awal kedatangannya, Radit ingin mengincarnya untuk bahan omelan. Semuanya karena hanya dia tidak sengaja, bertanya apa fungsi atlet parkour selain sebagai stunment film laga. Sejak itu, Radit selalu menatapnya dengan kesal dan tidak pernah berhenti untuk menatapnya dengan wajah garang dan wajah kaku kepadanya.

"Kenapa? Nggak suka dibentak?"

Ello mengalihkan pandangan, tidak berminat mencari keributan.

"Yang lain juga! banci aja bisa lebih baik dari pada kalian!"

Semua peserta pelatihan parkour di lapangan itu mengikuti arahan si instruktur, yang terus berteriak, dengan sebaik mungkin. Termasuk Ello. Kalau saja dia tidak membuat papanya mengamuk di tempo hari, tentu dia tidak akan berada di sini. Dia mengusap lututnya yang mulai terasa nyeri. Sisa kecelakaan waktu kecil karena di tabrak mobil dan masih terasa.  Untung lututnya tidak begitu cedera parah. Untung lagi, papa tidak mengamuk membabi buta sampai menarik motornya. Nyaris sebenarnya. Tetapi, dia berhasil mempertahankan motornya. Apa lagi yang bisa di lakukan untuk bersenang senang kalau tidak dengan balap liar? Dan, balap liar memerlukan modal sebuah motor yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa. Motornya, Duci, Motor Ducati kebanggaannya, belum pernah mengecewakan. Dia tidak mau menukarkan dengan apa pun itu, termasuk sebuah mobil mewah dan supir pribadi yang sudah diiming imingi sang papa.

Anak PungutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang