Kunti

536 33 3
                                    


"Jo—" Jennie si pemilik suara parau itu memanggil sosok pria yang saat ini masih tenang dengan dunia mimpinya. "Johnny—" perempuan itu kembali memanggil prianya, kali ini dengan sedikit hentakan di lengan kokoh si pria.

"Umh?"

"Jo— aku nggak bisa tidur..." tatapan Jennie beralih pada jam dinding yang menunjuk angka 1, berdecak pelan lalu kembali melenguh. Prianya pasti baru pulang sekitar jam 12 malam tadi. "Aku takut—"

Johnny, si pemilik lengan kokoh dan badan yang kekar yang saat ini merengkuh tubuh mungil wanitanya, "Kenapa? Takut si dedek dibawa teh kunti?"

Jennie mencubit lengan prianya. Kini raut wajah wanita yang sedang mengandung selama 3 bulan itu terlihat semakin lesu. "Takut huntu— tadi mimpi aku mimpi ada kunti disitu—" Jennie sedikit mengangkat dagunya untuk mengarah ke pintu kamar mandi. "Mimpinya tuh kayak beneran."

Sementara si papah muda justru tertawa kecil mendengar cerita perempuannya. Tangannya yang lebar tidak hanya diam saja, ia mengusap pelan rambut perempuannya sambil sesekali menepuk punggungnya.

"Pasti tadi belum baca doa sebelum tidur, iya kan?"

"Nggak, aku nggak lupa...."

"Udah cuci kaki sama cuci tangan?"

"udah...."

"udah sikat gigi juga?"

"aku nggak pernah lupa itu Jo—"

"kalo gitu berarti kurang ini-" Johnny tak melanjutkan kalimatnya. Ia justru menghujani wajah perempuannya dengan kecupan-kecupan manisnya. "Maaf ya, tadi aku pulang agak telat. Jadi nggak sempet buat puk-puk kamu sebelum tidur."

Jennie menatap mata coklat prianya. Dan benar saja, Jennie bisa melihat perasaan bersalah dari prianya yang baru tidur selama satu jam itu.

"Nggak Jo, bukan salah kamu," Kini wajah Jennie beralih dengan dada bidang Johnny. "Aku tadi siang nonton film horor sama Lilis. Jadi kebawa parnonya sampe sekarang."

"Tadi Lilis kesini?"

"Iya, tadi siang aku ngajakin dia belanja bulanan. Terus kita nobar film suzana, sambil makan seblak."

"Seblak?"

"Eh-" Jenie refleks menutup mulutnya saat ia tidak sengaja keceplosan makan seblak

"Kamu makan seblak lagi?"

"Dikit Jo--"

"Level berapa?"

"Cuma level 10-"

"Astaga Jennie—"

Suara Johnny terdengar sedikit menakutkan dengan nadanya yang rendah setelah mendengar pengakuan Jennie. Sebelumnya Johnny tidak pernah membatasi apa-apa saja yang masuk ke dalam perut Jennie. Tapi semenjak Jennie hamil, dan magg Jennie pernah kumat setelah makan mie gacoan yang dibeli sama Rosa, Johnny menjadi sosok yang sangat protektif atas segala sesuatu yang masuk ke dalam perut Jennie.

"Kamu nggak kasihan sama dedek bayinya?"

"Jo—"

"Gimana kalo tiba-tiba magg kamu kumat? Sementara posisi aku belum ada di rumah. Kamu beneran gak mikirin sampe situ?"

"Aku tuh tadi pengen banget makan itu Jo, udah lama nggak makan seblak..."

"Aku juga udah lama nggak nyebat Jen— semua demi kesehatan kamu sama dedek!"

"Jo—" Jennie sudah tidak sanggup lagi menahan buliran air matanya Ketika Johnny menyelesaikan kalimatnya barusan. Benar, Johnny memang sosok suami yang sangat protektif pada dirinya serta janinnya. Selain berhenti merokok, pria itu bahkan terkadang juga berbelanja bahan masakan dan mengolahnya sendiri daripada membeli fast food. Semua Johnny lakukan demi istri dan calon anak tercintanya.

Our Night | Johnny & JennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang