Temani Masa Tuaku

307 51 9
                                    

Vio duduk di gazebo yang berada di taman belakang rumah keluarga Damar. Dinginnya malam membuat Vio merapatkan jaket yang ia gunakan, ditemani secangkir bandrek buatan istri Damar yang menambah kehangatan tubuh Vio.  

Vio merebahkan badan, kedua tangannya disimpan di belakang kepala menjadi bantalan. Ia memejamkan mata, bayangan Chika langsung tergambar jelas di benaknya. Seharian tadi, ia terus bersama Chika, bahkan sesekali ia mengambil kesempatan dengan menggenggam tangan gadis itu.

"Vi!" Suara bariton terdengar memanggil Vio yang tengah menikmati senyuman Chika dalam bayangannya.

"Eh, Om Ra." Vio bangkit dari posisi tidurnya, menatap Ra--kakak ipar Damar-- yang menenteng sebuah papan catur di tangan kanannya. Sementara di tangan kirinya, ia membawa secangkir minuman berwarna coklat dengan asap tipis yang masih mengepul. 

"Bisa main?" tanya Ra setelah duduk di sebelah Vio, ia lalu mengangguk menjawab pertanyaan Ra.

"Hayu atuh, kita main!"

Keduanya langsung mengatur posisi bidak-bidak catur sesuai dengan posisinya. Vio memegang bidak berwarna putih, membuat pemuda itu jalan terlebih dahulu. Permainan berjalan dengan seru, keduanya terlihat sangat serius memainkan bidak-bidak catur hingga nyaris tidak ada pembicaraan yang keluar dari mulut keduanya.

Hingga di pertengahan permainan, Ra menanyakan perihal hubungan Vio dengan Chika.

"Saya enggak pacaran sama Chika, Om. Serius," ucap Vio sambil mengacungkan dua jari tangan kanannya membentuk huruf 'V'.

Ra menyesap minuman panas yang tadi ia bawa. Pria paruh baya itu lalu menelisik raut wajah Vio.

"Tapi, kamu suka sama dia, kan?" Vio tidak mengangguk maupun menggeleng menjawab pertanyaan Ra. "Tembak aja, Vi!"

"Enggak mau, Om."

"Kenapa?"

"Kalau saya tembak, nanti Papanya Chika marah."

"Loh, kok?"

"Entar Chikanya mati." Ra diam, ingin sekali ia melempar pemuda itu dengan gelas yang ada di genggamannya.

"Dah lah, males!"

Vio terkekeh, "Astaga, Om. Bercanda."

"Jadi?"

Vio terdiam, ia benar-benar masih tidak yakin dengan hatinya. Bukan, bukan Vio tidak memiliki rasa pada Chika. Tapi, ia masih tahu diri dengan banyaknya perbedaan antara ia dan Chika. Kalau pun ia memaksakan diri dengan mengungkapkan perasaannya pada Chika, apakah Chika juga mempunyai perasaan yang sama dengannya?

"Kenapa, hmm?"

"Saya bingung, Om. Terlalu banyak perbedaan saya sama Chika. Saya hanya orang biasa, dia orang kaya. Dan kami juga beda keyakinan."

Ra terkekeh, "Kamu liat pion ini, Vi."

Vio menatap pion berwarna hitam milik Ra yang sudah berada di area kotak musuh, "Satu langkah lagi, pion ini bisa jadi apa aja."

"Maksud saya, kamu berjuang dulu. Sekarang kamu bukan apa-apa, kalau kamu kuat melewati banyak rintangan. Kamu bisa menjadi apa yang kamu inginkan. Semuanya berproses. Kalau kamu cinta, sayang sama Chika. Ungkapkanlah dulu, yang saya lihat, Chika juga sepertinya memiliki perasaan yang sama ke kamu.

"Kalau urusan keyakinan. Saya orang yang selalu percaya, di setiap perbedaan selalu ada jalan agar perbedaan itu bisa saling berdampingan. Keluarga ini contohnya. Orangtua saya beda, Vi. Ayah saya muslim, ibu saya nasrani. Saya, dan Vee muslim, Shelsa adik saya nasrani. Toh, berpuluh-puluh tahun kita hidup, kita masih bisa berdampingan."

Jodoh Dari GiveawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang