"Menyendiri bukan berarti kurang pergaulan, tapi itu adalah cara seseorang menemukan kenyamanan." - Andin
***
Hari ini adalah hari yang paling menyebalkan untuk semua siswa, di mana mereka harus berbaris dengan rapi di lapangan karena mengikuti upacara bendera di bawah teriknya sang mentari.
"Gila! Panas banget," gerutu seorang gadis di belakangku, dia adalah Evita sahabatku.
Aku menoleh ke belakang lalu tersenyum melihat kondisi Evita yang sudah berkeringat.
"Iya, nih. Malah bu Armawati masih ngoceh lagi di depan, gak tau apa aku udah mau pingsan," gerutu Niar di sampingku
"Jangan pingsan dong, nanti siapa coba yang gendong lo ke UKS? kita kan gak mampu gendong lo." Aku terkekeh dan langsung disambut dengan muka kesal Niar.
"Gampang, kok! lo tinggal telfon cowok gue aja, nanti dia yang dengan senang hati datang ke sini buat gendong gue," jawabnya pamer sambil senyum-senyum. Iya, Niar adalah temanku yang paling alay dan kepedean.
Aku hanya bisa memutar kedua bola mata jengah, "Ewhh! mulai deh alay," ucapku dengan ekspresi mau muntah.
"Sirik aja lo, dasar jomblo!" sindir Niar yang tak mau kalah.
"Apaan sih, gue tuh single bukan jomblo!" jawabku ketus.
"Loh, apa bedanya sih?"
"Beda dong, single itu pilihan sedangkan jomblo tuh nasib!"
"Udah, ih! kalian berdua tuh bikin gue tambah gerah tau gak! Kalau ketahuan bu Arma habis kalian kena hukum ditambah dengerin radio rusak, mau?!" omelan Evita berhasil membuat kami terdiam, daripada berurusan dengan Bu Arma yang terkenal suka ngomel.
"Sekian penyampaian Ibu semoga kalian dengar dan laksanakan dengan baik perintah Ibu tadi, tidak sekadar numpang lewat telinga kanan lalu keluar telinga kiri tanpa tersimpan pada ingatan kalian," terdengar suara bu Armawati menutup penyampaiannya.
"hufft! akhirnya selesai juga," sahut beberapa siswa yang terdengar olehku.
Semua siswa pun bubar dari barisan dan mulai sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing; ada yang ke kantin, ngumpul dan bergosip, mengerjakan tugas, saling kejar-kejaran, main gitar, masuk kelas, dan masih banyak lagi.
Itulah pemandangan yang ada disekitarku, sedangkan aku duduk di kursi taman sekolah ditemani oleh buku dan tidak peduli dengan sekitarku, mungkin karena sikap tidak peduliku ini aku sering dibilang cewek cuek.
Berhubung guru kimia di kelasku berhalangan untuk masuk jadi kelasku free, dan kekosongan kelas itu dimanfaatkan teman-temanku untuk bersenang-senang.
"Woy!" Aku sedikit terkejut namun tetap rileks, tanpa ditengok pun aku sudah tahu siapa orangnya, siapa lagi kalau bukan Evita Ayunda sahabat dekatku yang super bawel.
"Apa sih lo, ngagetin aja," responku yang terbilang cuek tanpa ekspresi.
"Ih, kok gitu doang responnya," rajuk eva.
"Ya terus lo maunya gue respon gimana? Ngapain juga lo di sini ganggu konsentrasi gue aja tau gak," kataku ketus. Hal ini sudah biasa terjadi di antara kami.
"Ih, lo mah gak asik! gue tuh ke sini punya niat baik mau ngajakin lo ke kantin, kapan coba lo bisa dapat sahabat yang baik hati kek gue ini?"
"Males gue, masih pagi tau." Aku mengambil air mineralku, meneguknya sampai tandas lalu kembali melanjutkan aktivitasku membaca novel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
Teen FictionKamu datang dengan manis lalu pergi meninggalakan kepahitan. -Sri Yuniarti H. D. Start: 29 Agustus 2021 Finish: