⚫ Story Philia

34 5 1
                                    

Menulis bersama Hacin! Aku ingin mengucapkan banyak terimakasih untuk kak asabelliaa telah memberikan banyak sekali asupan-asupan.

°°°

"Eh, lo dicari ketua osis, tu," ujar Margareta siswi yang biasa mengurus perpustakaan.

"Oh, oke. Makasih, ya Get," ucapnya. Kemudian, ia berlalu meninggalkan gadis bersurai panjang yang kebetulan sedang merapikan buku-buku di atas meja untuk segera dikembalikan ke raknya.

Selama perjalanannya menuju ruang osis, siswi bernama Samara itu sibuk membolak-balikkan lembar-lembar kertas tipis—novelnya. Ia menghela nafas manakala tidak menemukan apa yang sedang dicari. Dengan kekesalan di kepalanya, ia berjalan tergesa-gesa sehingga tidak sengaja menabrak seseorang.

"Aduh!"

Gadis itu terjatuh dan pemuda itu berdiri dengan tangan bersedekap. Pasalnya ia mengenali perempuan yang barusan saja menubruk tubuh kokohnya. Dengan perasaan jengkel, ia melontar kata tajam.

"Lo enggak punya mata?"

"Sakit tahu," ucapnya dengan bibir mengerucut dengan kedua tangan sibuk membersihkan debu-debu yang menempel di seragamnya.

Sedikit memalingkan wajah, pemuda itu lantas berujar,"Lo enggak bisa hati-hati, apa?" Intonasinya tidak terdengar seperti sebelumnya. Ada sedikit rasa dalam perkataannya.

"Maaf," ucap Samara dengan sedikit merunduk pun ia memilin baju seragamnya. Ada sedikit rasa takut, tetapi tak setakut dulu.

"Aku cariin kamu. Kenapa lama banget?" tanyanya. Sengaja keluar lantaran si gadis tak kunjung datang.

"Aksa," balasnya kaget. Tanpa sadar, laki-laki yang dipanggil Aksa itu hendak meraih tangan Samara. Namun, seseorang di sana menghentikannya dengan jemari menyentuh pergelangan tangan Aksa.

"Bukannya lo sibuk? Kenapa ada di sini?" tanyanya seraya melepaskan tautan tersebut dengan tatapan seolang ingin memangsa Aksa—teman sekalasnya itu hidup-hidup.

"Gue butuh Samara," ucap Aksa sambil melirik si gadis.

"Berapa lama? Soalnya Samara diminta ibu Dian bantu gue di gedung seberang."

"Tapi—" ucapan itu terpotong lantaran laki-laki itu menatapnya tajam. Samara diam.

"Kapan baliknya? Gue harus konfirmasi ke Pak Ridwan malam ini." Setelah mengucapkan itu, Aksa tak mendapati jawaban pun laki-laki di sebelahnya itu mengedikkan bahunya.

"Kak—" Saat Samara ingin melontar protes, tetapi laki-laki itu sudah menyeret tubuhnya. Dengan perasaan kurang nyaman, Samara terus saja mengintip Aksa yang ditinggal.

"Akira, kamu kenapa, sih?" tanya Samara tatkala keduanya sampai di taman.

"Gue sibuk. Jadi, lo di sini. Awas kalau kemana-mana tanpa sepengetahuan gue," ucapnya setelah mendudukkan Samara. Mendengar itu, gadis itu ingin membantah. Namun, gagal saat Jovita—kekasih si Akira tersenyum sambil melambai-lambai di seberang sana.

"Gue pergi."

"Eh, tapi aku—" Ketika atensi Akira menjauh, Samara terduduk dengan air muka malas. Ia menjadi tak semangat. Akira berbohong padanya.

"Kasian Aksa." Sedetik kemudian, ia kaget dan heboh.

"Novel aku!" Lantas ia pun berlari. Melihat ke bawah—Akira sudah di lantai dua di gedung ruang ekstra, ia tak menemukan si gadis lalu berdecak tak suka.

"Kebiasaan."

"Siapa?" Jovita bertanya sambil melihat siapa yang Akira lihat.

"Bukan siapa-siapa. Ayo lanjut," ujarnya.

PHILIA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang