Part 2

9 1 0
                                    

Seoul, 2018

Jaemin terbangun dari tidur pulasnya, hari baru mulai menyambut pria berambut cokelat itu dengan gerimis dan hawa dingin. Jaemin segera beranjak dari tempat tidurnya, melangkah menuju kalender yang ia gantung di atas meja riasnya. Sudah tanggal 30 Juni. Alis Jaemin terangkat,

"ah, Taeyong-hyung besok ulang tahun ya?" Gumamnya pada diri sendiri. Jaemin kemudian mencari dompetnya, menemukan 5 lembar uang 1000 won, dan 3 lembar uang 5000 won. Helaan nafas keluar darinya. Sudah akhir bulan, uangnya habis dipakai membayar tagihan air dan listrik, begitu juga kebutuhan makan untuknya dan ayahnya. Uang 20.000 won tidak cukup untuk dipakai beli cake ulang tahun. Ia masih harus menunggu 2 hari lagi hingga gajian.

Jaemin menyayangi Taeyong. Sangat. Baginya, Taeyong adalah kakak laki - laki yang tidak pernah ia miliki. Karena Taeyong juga, Jaemin mampu membiayai hidupnya dan juga ayahnya yang sekarang masih menjadi seorang pengangguran dan pecandu alkohol. Taeyong menggajinya 150.000 won perbulan. Cukup banyak untuk seorang barista di cafe kecil. Jaemin awalnya bertanya - tanya mengapa Taeyong menggajinya dengan sangat besar, namun saat itu, Taeyong hanya mengerlingkan matanya dan bilang bahwa ia tidak akan memperkerjakan orang lain selain dirinya.

Jaemin senang - senang saja.

Sudah 2 tahun ini mereka saling mengenal, dan pada ulang tahun kemarin, Jaemin membelikan cake untuk dimakan berdua olehnya dan Taeyong saat cafe sedang sepi. Namun tahun kemarin tagihan listrik dan airnya belum naik seperti beberapa bulan terakhir.

drrtt

Jaemin mendengar getaran dari meja nakasnya, pasti sebuah pesan. Jaemin mengambil handphonenya, membaca pesan yang baru saja didapatkan.

Taeyong-hyung

Jaeminie, maafkan aku, aku tidak bisa ke cafe hari ini

apa kau bisa membuka cafe sendiri? tutuplah lebih awal

Jaemin menaikkan satu alisnya, bertanya - tanya mengapa ia harus menutup cafe lebih awal untuk hari ini, namun pertanyaannya sedikit bisa terjawab saat ia mendengar rintikan air hujan.

tidak apa - apa, hyung. aku bisa melakukannya.

Jaemin lalu menaruh handphonenya kembali, mendudukkan diri sejenak karena nyawanya masih belum terkumpul sepenuhnya. Sebuah ide lalu terlintas di otaknya, mungkin jika ia memasak kue sendiri, uang yang dikeluarkan tidak terlalu banyak.

___

"Jeno? kau mau pergi ke suatu tempat?" Kegiatan berkaca Jeno terinterupsi oleh suara halus dari arah pintu kamarnya. Jeno menatap orang tadi dengan senyum manis, "Renjun-ah, kau sudah bangun," lelaki yang dipanggil Renjun hanya memutar bola matanya menanggapi Jeno, lalu melangkah mendekatinya. "jadi? mau kemana?" tanya Renjun sembari merapikan rambut depan Jeno. badannya yang mungil membuat Renjun sedikit menjinjit.

Jeno meletakkan kedua tangannya di pinggang Renjun, sudah menjadi kebiasaan. Ia memegangi Renjun yang berjinjit agar tidak terjatuh. "Cafenya Taeyong - hyung," jawab Jeno. Renjun melepaskan tangan Jeno dari kedua pinggangnya karena ia merasa rambut Jeno telah rapi. Satu alis pria mungil itu terangkat, "Sejak kapan kau suka mampir kesana?" tanyanya dipenuhi nada keheranan.

Jeno yang sekarang sedang mengenakan jaket kulit hitamnya hanya terkekeh pelan, "yang lain suka sama donatnya," Renjun menekuk wajahnya, alasan tidak masuk akal. Begitu pikirnya. Namun ia membiarkan Jeno, lagipula mereka sedang tidak ada tugas apapun, Jeno bisa pergi kemanapun yang ia mau.

Jeno meninggalkan Renjun di kamarnya, berjalan turun menuju ruang tengah markasnya dan menemukan Chenle dan Jisung yang sedang bermain game, dan Mark - Donghyuck yang baru saja bangun tidur dan menikmati sereal. Jeno mendekati Donghyuck dan mencubit pipi Donghyuck pelan, "Selamat pagi," sapa Jeno.

Fatum (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang