2. Quarrel

652 84 7
                                    


Sudah tiga hari semenjak kepulangan Jisoo, hingga sampai saat ini ia belum berbicara lagi dengan adiknya itu. Jangankan berbicara, bertemu saja tak pernah lagi. Bungsu Kim itu selalu berada di kamar. Entah apa yang ia lakukan, Jisoo tak tau.

Sudah berkali-kali ia mengetuk pintu sang adik, tak pernah ada respon, membuat Jisoo dilanda kekhawatiran. Sempat ia meminta pelayan untuk membuka pintu kamar adiknya dengan kunci cadangan, tapi pelayan tersebut menolaknya dengan alasan takut dipecat. Jisoo tak percaya dan marah kepada pelayan itu, jadi ia meminta kepada pelayan yang lain untuk membuka pintu. Tetapi jawaban mereka sama.

Hal itu membuat Jisoo marah, hingga salah salah satu pelayan mencoba menjelaskan alasan mereka, yang membuat Jisoo tertegun mendengarkan. Kalimat mereka terus berputar bak kaset rusak.

Adiknya merupakan orang yang kasar.

Adiknya pemarah.

Adiknya selalu semena-mena.

Adiknya itu memiliki tempramen yang buruk.

Tapi lagi-lagi Jisoo tak mempercayainya. Karena yang ia tau adiknya itu manis dan menggemaskan.

Jisoo akan membuktikan, bahwa adiknya bukanlah orang seperti itu.

•••

Empat dari enam kursi meja makan itu terisi hari ini. Kehadiran sang Ayah membuat Jennie terpaksa mengikuti sarapan pagi itu. Diiringi obrolan sang Ibu dengan anak ketiga keluarga Kim, membuat suasana tidak terlalu dingin.

"Cah, makanlah yang banyak, eoh? Kau harus tumbuh dengan baik." Ucap sang Ibu sambil meletakkan daging ke piring Jisoo yang dibalas senyum oleh gadis Kim itu. Nyonya Kim kembali mengambil daging, kali ini meletakkan ke piring anak keempatnya.
"Kau juga harus banyak makan Jennie-ya. Kau terlihat semakin kurus."

Hanya deheman singkat menjadi jawaban. Sang Ibu terus tersenyum menatap sang anak walau matanya memancarkan kepedihan.

Jisoo yang melihat itu menyenggol kaki gadis di sebelahnya.
"Ya!" Serunya pelan sambil terus menyenggol kaki Jennie. Membuat empunya menoleh lalu menatap tajam Jisoo.

"Kau tidak boleh begitu, itu menyakiti ibu." Bisiknya pelan kepada Jennie.

Jennie hanya menatap sekilas, lalu melanjutkan makannya yang sempat tertunda. Membuat Jisoo menatap sang adik cukup sebal.

"Aku selesai." Seru Jennie setelah meminum air dari gelasnya. Ia bangkit lalu meraih tas yang berada di samping kursinya.

"Mau kemana kau? Kakakmu belum menyelesaikan sarapannya" Suara tegas Tuan Kim membuat Jennie mengentikan langkahnya dan berbalik.

"Tentu saja sekolah. Lalu, mengapa juga aku harus menunggu dia menyelesaikan sarapannya? Itu tak ada hubungannya denganku" Jawabnya malas.

"Jisoo akan bersekolah di sekolah yang sama denganmu. Jadi kalian harus berangkat bersama." Jelas tuan Kim membuat Jennie menatap tak percaya. "Bersikap baiklah dan jangan berani membantah." Lanjut tuan Kim saat melihat Jennie hendak melayangkan protes.

Jennie berdecak lalu kembali melangkah.

Melihat itu Jisoo cepat-cepat meminum airnya, kemudian beranjak. "Appa, eomma, aku berangkat dulu." Pamit Jisoo kepada kedua orang tuanya, kemudian menyusul sang adik.

•••

"Jangan memanggilku, jangan menegurku, apalagi menyebutku sebagai adikmu. Bersikaplah seolah kita tak saling mengenal saat di sekolah nanti." Kata Jennie memecah keheningan sejak keberangkatan mereka.

Hey, J : Where are you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang