Our Aurora

7 1 1
                                    

'Bagaimana menurutmu video singkat ini? suka?' Pertanyaanku mendapat sebuah anggukan sebagai respon darinya. Dia sangat menyukai itu. Bahkan sketsa miliknya nyaris penuh dengan gambar seperti ini. Aurora. Fenomena alam yang satu ini selalu membuatnya terhipnotis setiap kali ia memandangnya. Hingga ia pernah berkata padaku, ...

'Suatu hari nanti aku akan pergi ke tempat dimana Aurora berada serta melihat langsung dengan kedua mataku! Aku tidak akan kalah dengan kondisiku dan kau akan menyaksikan itu, Yoshio!"  dengan semangat dan senyum cerahnya. 

'Aku percaya kau pasti bisa mencapai keinginanmu, Sisy. Selalu.' sahutku sembari mengacak rambutnya.

.
.
.
.

"OUR AURORA"
Cast : Yoshio, Sisy and others
Genre : Angst(?), warm, Friendship
Warning: typo dimana-mana, ketidakjelasan(?), Gagal angst dan lain sebagainya.
.
.
.
.

Cahaya sang mentari kembali menyinari bentala. Menyelinap dari sela-sela tirai mencoba mengusik dari mimpi indahku. Aku masih menyangkalnya dengan menutup wajahku dengan selimut agar tak terkena sinarnya. Terus seperti itu hingga akhirnya aku menyerah dan memilih untuk bangun dari tidurku. Aku menghusap kedua mataku agar dapat bangun dengan sempurna.

"Selamat pagi, Sisy. Semoga kau selalu bahagia dimanapun kau berada." Ucapku sembari melihat foto dirinya dengan senyum cerah itu. Beranjak dari tempat tidur bertolak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak mungkin aku berangkat bekerja dengan kondisi baru bangun begini, bukan? Yang ada aku malah dipecat dari pekerjaanku.

Setelah selesai dengan ritual bersih-bersih, bergegas menuju dapur untuk sarapan dengan sepotong roti dan sisa susu kemarin yang tak bisa aku kuhabiskan. Tak sengaja aku melihat foto yang amat disukainya. Yang tergantung di dinding sebelah kanan meja makan, dimana aku berada.

Aku mendekatinya dan bergumam..
"Sebentar lagi aku akan mengabulkan keinginanmu, Sisy. Tak lama lagi.."

Menorehkan sebuah senyum setelah melihat itu.
"Yosh, waktunya aku bekerja.."

===000===

petang telah menyapa menandakan waktunya aku pulang. Saat ini aku tengah membereskan barang-barang milikku sebelum aku pulang. Pena, buku catatan, dan lain sebagainya. 
"Yosh!! Waktunya aku pulang dan besok merupakan hari minggu, saatnya aku libur~" gumamku sembari mulai melangkah untuk pulang. Sepasang earphone tersangkut di telingaku. Saat ini aku sedang mendengar sebuah lagu yang cukup membangitkan kenangan. Dear god dari avenged sevenfold, band dengan aliran heave metal asal Amerika Serikat.

"Yoshio!"
Panggilan itu sukses membuatku kembali setelah aku hanyut dalam pikiranku. Dia memberikan sebuah senyum hangat padaku. Perkenalkan dia Rica, teman satu pekerjaanku. Seorang perempuan yang ceria dan juga temanku sejak kecil. Sebagai informasi saja dia cukup cerewet, namun tidak bisa kupungkiri dia anak yang baik. 

"Rica? kupikir kau sudah pulang duluan." Ucapku dengan tatapan polos.
"Bagaimana tidak? aku sedang mendapatkan longsift karena permintaan temanku yang hari ini sedang ada janji dengan ibunya .... " ia menjawab dengan menampilkan ekspresi lelahnya.
"Tapi, kuharap ia senang dapat menghabiskan waktunya bersama orang yang paling ia sayangi." Sambung Rica dengan menampilkan sebuah senyum padaku.

"Bersyukurlah karena esok hari adalah hari minggu yang dimana kau bisa beristirahat sepuasnya ... "
"Ya, jika tidak ada seseorang yang mengganggu.. Ohya, apakah kau benar-benar akan pergi ke New Zealand?" Tanya sambil memesan taxi online dari gawainya. 
"Tentu saja. Aku sudah mendapatkan izin untuk libur bekerja dari pak boss dan tabunganku yang bisa dibilang lebih dari cukup. Untuk memenuhi harapan terakhir dirinya .... " ucapku yang menundukkan kepala sesaat. 
"Ahh, beruntung sekali dirinya yang bisa mendapatkan seseorang seperti dirimu Yoshio. Aku merasa iri dengannya."

"Pft--" Aku berusaha untuk menahan tawaku.
"Hey! Apa yang lucu dari hal itu?!"Ucapnya kesal padaku.
"Aku percaya... kau pasti bisa mendapat seseorang yang sepadan dengan dirimu, Rica." Sahutku. Sebuah klakson dari taxi online pesanannya telah datang menandakan waktunya untuk benar-benar pulang. Rica menaiki mobil itu dan membuka kaca jendelanya,

"Hati-hati dijalan, Yoshio!"Ia melambaikan tangannya yang langsung kusambut juga dengan lambaian tanganku. Mobil itupun beranjak menuju tujuan Rica untuk pulang kerumahnya.

===000===

Akhirnya hari yang kutunggu telah tiba, mengunjungi satu destinasi yang amat kau inginkan.
Untuk melihat fenomena yang sangat kau sukai. Aurora, sang tirai cahaya. persiapannya sudah selesai. Jaket, mantel, sarung tangan juga beberapa pakaian ganti karena aku akan menginap beberapa hari disana. Aku senang, namun tiada sosok dirimu selalu membuatku merasa ada ganjil disini. Tapi.. aku bisa berkata apa? Tuhan lebih menyayanginya dari pada aku. Aku hanya bisa berharap agar dia di sana lebih bahagia dan tak merasakan sakit yang ia derita selama ini. 

"Yosh, aku harus berangkat sekarang sebelum aku terlambat.... " ucapku keluar rumah lalu menaiki taxi yang akan membawaku ke bandara. Sesampainya ku di bandara, aku melakukan semua prosedur sebelum aku di terbangkan ke sana seperti verifikasi dokumen dan lain sebagainya hingga akhirnya aku sampai di sini, New Zealand. Setelah berbenah sejenak, aku merebahkan tubuhku di atas kasur, di salah satu kamar penginapan yang ada di kota ini.

"A-astaga, badanku rasa remuk sekali.." ucapku meregangkan tubuh di atas kasur. Ketika sedang menikmati waktu senggang, tiba-tiba pintu kamarku ada yang mengetuk.
"Permisi, tuan Yoshio. Saya dari pelayanan kamar dari penginapan ini." ucapnya dari seberang pintu kamarku. 
"Tunggu, sebentar.." sahutku beranjak dari kasur menuju pintu untuk membukanya. 
"Ya, ada apa?" tanya ketika aku sudah melihatnya berdiri di depan pintu.
"Saya hanya mengingatkan. Malam ini adalah salah malam terbaik untuk melihat fenomena aurora, tuan." 
"Ahh, begitu? baiklah, terima kasih sudah mengingatkan."
Sang pelayan hanya mengangguk dan tersenyum kemudian berlalu dari hadapanku.

"Malam.. ini, ya?"

Malam menyapa dengan langit cerah penuh bintang. Kata pelayan itu, malam ini aurora akan terlihat dengan jelas. Sembari memeluk abu kremasi dirimu aku melangkah menuju teras penginapan, seraya berkata..

"Hei, semoga kau lebih bahagia di sana tanpa merasakan sakit seperti dulu. Tolong awasi diriku yang rapuh ini, dari sakitnya menjalani hari tanpa adanya sosok dirimu."


SELESAI

Our AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang