A

49 8 1
                                    

"Mr. Watanabe?" yang dipanggil mendongak, mendapati pemuda bersurai kecoklatan sedang tersenyum sembari membuka sedikit pintu ruangannya.

Sang putra watanabe tersenyum lalu melambaikan tangannya menyuruh sang surai kecoklatan untuk masuk ke dalam ruangan dengan aroma jeruk yang sedikit menusuk hidung sang manis yang sedang tersenyum kecil dengan beberapa lembar kerja ditangannya. 

"Kenapa?" tanya sang dominan sedangkan Jeongwoo, pemuda dengan surai kecoklatan itu menyerahkan beberapa lembar kerjanya. Pekerjaannya sudah hampir rampung, menyisakan revisi yang akan di sampaikan oleh sang atasan. 

"Good enough... tapi tambahin pemasukan saham satu tahun yang lalu juga ya" Jeongwoo hanya mengangguk, menuruti keinginan sang atasan yang faktanya adalah kekasihnya sendiri. 

"Sudah makan?" Kali ini sang manis menggeleng pelan dengan senyum kecil, Haruto menghela napas lalu berdiri dari duduk nya dan menyodorkan lengannya pada Jeongwoo. Untuk ia gandeng tentu saja. 

Jeongwoo tersenyum lalu menggandeng lengan si Watanabe keluar dari ruangan menuju kantin yang berada di lantai satu kantor mereka dan mengharuskan keduanya untuk menaiki lift menuju lantai satu.

"Kemaren Ayah pulang" Sahut Jeongwoo pelan tepat ketika mereka memasuki lift, sedikit gelisah menanti jawaban sang kekasih. 

"Ayah pengen ketemu kamu" Haruto mengangguk sebagai jawaban, sedikit membuat sang kekasih kecewa karna ternyata tanggapan Haruto diluar ekspektasinya

"Nanti aku kerumah" sahutnya, kali ini Jeongwoo yang mengangguk karna bingung harus berkata apa. 

Dentingan lift yang menandakan mereka sudah sampai dilantai satu membuat hening dingin di dalam ruangan sempit itu sedikit menguar selaras dengan tungkai mereka yang keluar dari lift 

Langkah mereka beriringan menuju salah satu meja setelahnya memesan kepada ibu sang penjaga kantin, tatapan tatapan kagum juga iri mulai berlomba lomba menatap mereka. 

Beberapa dari mereka berbisik bahwa dua sejoli itu pasangan idaman yang sangat serasi untuk satu sama lain. Gumaman iri mulai menguar di seisi kantin yang penuh dengan pekerja kantoran karena nyatanya sekarang adalah waktu istirahat. 

"Kamu kalau makan jangan kayak anak kecil dong" Haruto terkekeh lalu mengusap sebutir nasi yang bertengger di sudut bibir si manis yang sekarang sedang menampakkan cengirannya, haha serasi katanya...

Andai mereka tau kalau ini semua hanya kebohongan semata mungkin mereka akan berteriak kesal dan mengumpati mereka berdua, haha andai mereka tau kalau dua sejoli yang katanya pasangan bahagia ini hanya pemain drama yang sedang melakukan perannya yang sudah ditulis apik didalam naskah.

Dengan sutradara yang adalah ayah mereka sendiri dan penulis narasi yakni mereka berdua sendiri. 

Apakah mereka salah? Tentu tidak, mereka tidak salah. 

Yang salah hanya perasaan mereka berdua yang terlanjur jatuh namun tidak berani tenggelam dan berakhir hanya mengapung ngapung di permukaan, mereka tersiksa dengan sandiwara yang mereka buat sendiri.

Tidak ada yang berani mengungkapkan toh itu hanya ilusi semata. Begitu yang mereka kira 

Naif. Memang. Mereka yang membuat mereka juga yang tersakiti 

Haha sungguh teater drama yang sangat menarik.

Opera House; hrjwTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang