Oneshoot:
-ᑕᖇEᑭᑌᔕᑕᑌᒪᑌᗰ-Gemuruh petus mengemas hening mendebarkan, angin yang menderu seakan sisipkan ruapan remai dan nyawa lain yang nyaris buatnya merinding. Kedinginan, ada gemetar yang buatnya gentar. Hujan turun bersama butiran salju, tampak berkilau tertimpa pendar lampu meski cahayanya nyaris pingsan. Kini pukul sembilan malam, setengah jam lagi menjelang toko obat Cina tempat Kaye bekerja akan tutup.
Bergidik. Sekian kali mengangkat kepalanya dari buku sastra yang ia baca, kini menggosok kedua lengan sembari tatapi jalanan gulita nan kelabu yang mendadak antarkan suasana suram. Daerah Anyang yang sepi. Tak tahu sudah berapa kali dirinya resah. Bila bukan karena ayah di PHK dan Ibu yang sakit, mungkin Kaye tidak akan melamar di tempat krepuskular dan membiarkan diri jatuh dalam benak yang terus-terusan berlabuh pada dongeng angker. Memprakarsai diri untuk terus merasa was-was.
Toko Jian An Tang tidak besar, ruangan ini bahkan hanya seukuran 6x9 meter dengan susunan tiga etalase sederhana yang memutar. Untuk itulah sepertinya hanya perlu satu penjaga dan satu peramu obat, demi mengingat toko obat Cina tak seramai itu. Jadi hanya dibutuhkan Kaye sendirian tanpa partner. Celakanya, peramu obat herbal mengakhiri kerja shiftnya setiap sore pukul lima.
Kaye menjengit kala telepon kabel berdering di sudut mejanya. Buru-buru mengangkat telepon, "Toko Jian An Tang, ada yang bisa dibantu?"
"Di sana hujan, Kay?"
Ah, ini Lynn Zeng. Anak pemilik toko obat yang menelepon.
"Iya, Jie. Ada apa, Jie Lynn?"
"Tutup saja tokonya, Kay. Tadinya aku juga hendak menengokmu sekaligus membungkus pesanan. Teman ayahku memesan obat sore tadi dan aku lupa memberi tahumu, namun rupanya aku terjebak hujan juga. Apa ada seorang anak datang ke toko?"
Kaye berpikir sejenak, "Daritadi aku hanya menjual obat yang mereka minta. Tidak ada yang menyebut pesanan."
Ada jeda lama, Lynn tampaknya berpikir. "Ya sudah, Kay. tutup saja tokonya lebih awal. Siapa pula yang akan beli hujan deras begini. Terima kasih, ya."
Telepon ditutup beberapa saat kemudian. Kaye bergegas beranjak dari balik mejanya. Mulai berbenah obat-obatan dan sedikit membereskan beberapa susunan kotak obat sebelum ditinggal pulang.
Mengambil tas dan jaketnya, meminjam payung toko di sudut ruangan. Lampu ia matikan.
Sejenak melongok keluar, berdiri diambang dengan sedikit membuka pintu kaca. Hujannya sungguh deras. Toko-toko lain rupanya juga sudah tutup lebih dulu. Rasa-rasanya sepi sekali jalanan. Baru hendak benar-benar keluar, dirinya malah harus kembali masuk demi mengingat etalase obat yang belum ia kunci. Membuat dirinya harus tergopoh kembali masuk ke dalam dan mengambil kunci di sakunya.
Beberapa detik lewat. Lepas bersama segerombol kunci yang bergemelincing saling adu bentur.
Kaye menjerit, suaranya bebas di makan langit-langit hampa. Merasa mencelos dengan fluktuasi jantung yang tak karuan demi melihat seseorang berdiri persis di depan etalase. Melongok. Datar. Sial. Bagaimana tidak terkejut? Kaye yang tadinya sendirian, mengunci etalase dengan tenang, malah dikagetkan dengan eksistensi orang lain yang bahkan kedatangannya pun tak Kaye sadari. Jangan lupa, toko sudah gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crep Us Culum
FanfictionGemuruh petus memang paling gila untuk kejutkan seseorang, mampu hasilkan fluktuasi jantung yang luluh-lantakkan keberanian hingga tak beraturan. Namun semenjak kenal Taehyung, bukan lagi petus dan menunggu toko sendirian yang dirinya takutkan. Teta...