Sa∆tu

40 6 1
                                    

'Kita cukupkan sampai di sini. '
.
.
.

Kebahagiaan orang tua selalu ingin anak-anaknya bahagia. Dalam hal apapun, termasuk dengan pasangan hidup mereka. Tak jarang orang tua sering kali terlibat dalam memilihkan pasangan untuk anak-anak mereka. Yang pasti, tujuan mereka satu, ingin memberikan yang terbaik untuk sang buah hati. Termasuk orang tua lelaki pemilik senyum manis itu.

"Jar, gimana sama Rifki? " Yang dipanggil hanya memberikan seulas senyum pada sang ibunda.

"Baik mah. Doakan study Rifki lancar. " Beliau mengangguk paham, dan kembali menyiapkan sarapan pagi itu.

"Acara rumah sosial dimajuin jadi minggu ini, mamah dan mbak mu bakal berangkat besok pagi. "

"Kok, mendadak, mah? "

"Kata mbak mu, donatur utamanya akan dinas ke luar negeri, tidak tau akan pulang kapan. Sebagai panitia, kami manut saja, toh semakin cepat semakin baik, 'kan? "

Fajar segera beranjak setelah menghabiskan seporsi nasi goreng dan teh hangatnya. Bergegas menyambar jas yang tersampir di kursi makan. Berpamitan pada sang ibunda, tak lupa mengecup punggung tangan dan kening beliau.

Lima belas menit waktu yang di tempuh menuju kantor tempat nya bekerja. Dalam kurun waktu 4 tahun, Fajar mampu menduduki kursi Manajer di salah satu perusahaan besar di kota Bandung. Sifat supel nya membuat pembawaan Fajar berbeda dengan manajer lain yang terkesan dingin dan tidak terjangkau. Karena hal inilah dia menjadi idola para karyawan. Tidak hanya pada divisi yang di naunginya bahkan hampir semua yang mengenal sosok manajer supel ini.

Bunyi notifikasi ponsel mengalihkan atensi Fajar dari berkas dihadapannya. Senyumnya meriah saat mendapati pesan dari orang yang dirindukan nya akhir-akhir ini.

->Sibuk sekali.
<-Ya, untuk orang yang seminggu ini tak memberikan pelukan untukku.
->Sayang sekali. Padahal aku sudah menyiapkan makan siang. Baiklah sepertinya aku sanggup memakannya sendiri. Bye.
<-Gak takut gendut? Eh, tapi Itu lebih baik untuk kelangsungan hormon ku. Haha.
->Mesum. Cepat ke sini. Aku lapar~🥺
<-Aku datang, little muffin.😘

Setelah mengirim balasan, Fajar bergegas, tak ingin little muffin nya menunggu terlalu lama. Ia tau, anak itu tidak bisa menahan lapar terlalu lama.

"Mas, pelan-pelan. "

"Mmh. Enak, Ki. "

"Maas~" Fajar terkekeh setelah menelan kunyahan nya.

"Iya. Maafin Mas yah, gak usah manyun gitu, tambah jelek kamu. "

"Maaaaas~" Kali ini Fajar tidak bisa menahan tawanya. Menjahili kekasih nya sudah menjadi hobi. Rifki yang menjadi korban keusilan Fajar hanya bisa memukul lengan lelaki itu main-main.

"Mas, nih. Kapan sih berenti jailin aku? " Protes Rifki sambil bersungut. Yang justru terlihat menggemaskan di mata Fajar.

Fajar terlihat berfikir main-main. "Gak bakal sampai, Ki. Orang kamu bakal sama Mas terus, kok. Haha. "

Mendengar ucapan Fajar, tentu saja membuat rona di pipi Rifki. Kekasihnya itu sungguh pandai membuat pipinya bersemu. Bahkan rasanya masih sama seperti tiga tahun lalu, saat pertama kali Fajar memintanya menjadi kekasih. Perasaan yang membuncah.

"Udah deh, aku udah kebal sama gombalan kaleng kamu tuh, Mas. "

"Yakin? Kok pipinya masih merah gitu? " Ledek Fajar. Membuat Rifki sedikit tersipu.

"Sana balik kerja. Waktu makan siangnya bentar lagi abis. "

"Mas bolos aja deh, capek kerja. Pengen peluk kamu seharian. " Fajar memeluk lelaki berperawakan mungil itu. Mencuri kecupan di pipi kekasihnya.

Cukupkan..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang