1

5 0 0
                                    

☄️

Perlengkapan dan kesiapan untuk berlibur ke Malang sudah beres, hanya perlu menunggu subuh datang untuk berangkat. Malam pun sudah cukup larut, tetapi mereka memilih menonton acara di televisi alih-alih tidur. Acara televisi yang disiarkan sebenarnya sama sekali tidak menarik minat mereka, berita dengan tema covid-19 sudah cukup membosankan untuk didengar. Tapi tentu saja rasa khawatir itu ada, pasalnya mereka juga hendak bepergian ke luar kota.

“Hei, ini surat keterangan milik siapa? Kok belum dimasukkan ke dalam tas? Kalau sampai ketinggalan pokoknya aku tidak tanggung jawab lho ya,” omel Audy, yang ditanya hanya menoleh sebentar lalu mengedikkan bahu tanda tidak tahu.

“Punya aku Audy cantik, sebentar dong jangan mengomel. Aku baru dari kamar mandi nih,” Soraya muncul dari belakang Audy, surat keterangan uji Rapid-Test tersebut diambilnya lalu dimasukkan ke dalam tas ransel.

“Tahu nih, sudah larut malam begini malah mengomel, nanti diganggu sama hantu tengah malam baru tahu rasa kamu,”. Yang lain hanya ketawa-ketiwi melihat Ellen yang nyolotnya garis keras.

Jam terus berdetik, adzan subuh mulai berkumandang di toa masjid setempat. Mereka berlima yang baru terlelap dua jam lalu terbangun, bergantian mandi dan memasak, serta mempersiapkan bekal seperlunya sebagai menu makanan mereka di kereta. Subuh mereka terlihat cukup sibuk.

Probowangi akan tiba tiga puluh menit dari sekarang, mereka bergegas menuju stasiun. Diantar oleh Ayah Arin, membuat waktu yang ditempuh menjadi lebih singkat. Setelah salam-salam perpisahan untuk tiga minggu, mereka segera memasuki lobi dan mengeluarkan semua yang diperlukan untuk diberikan kepada petugas KAI.

“Keshya, kotak kacamata tadi tidak ketinggalan toh?” tanya Ai sebagai sesama orang berkacamata. Keshya mengangkat alis mata sebagai respon lalu mengangkat kotak kacamatanya yang pertanda tidak ketinggalan.

“Ayo naik, awas, jangan sampai ada yang tertinggal,” kata Audy.

Gerbong empat tempat mereka duduk tidak terlalu ramai tidak juga terlalu sepi. Soraya, Arin, dan Ai yang membawa sebagian besar barang bawaan mereka memang sungguh kuat, mereka bisa menaikkan koper-koper dan tas ransel yang cukup berat.

Baru sekitar dua puluh menit mendudukkan diri, empat per enam dari mereka sudah terlelap. Mungkin karena mereka hanya tidur dua jam setengah tadi pagi. Hari cukup cerah, pendingin ruangan pun membuat mereka semakin nyenyak, bantal kecil, selimut, dan lantunan lagu dari airpods apalagi.

“HAH?!” seru Audy tiba-tiba. Bola matanya berjalan gelisah, dahi bertaut dan juga mulut menganga, rautnya memperlihatkan ekspresi ketakutan. Ellen yang berada tepat di sebelahnya sontak kaget dengan sikap Audy yang tiba-tiba.

“Kenap- a?” Ellen melotot. Kaget tentu saja. 

Audy membeku. Bulu kuduknnya berdiri.
Orang-orang berlarian tak keruan, asap mengepul di beberapa sudut bangunan, seseorang berteriak histeris dan berdarah, mobil saling bertabrakan, burung-burung terbang dengan berkelompok tanda bahaya. Peristiwa itu berputar seperti cuplikan film, tapi itu tidak benar. Peristiwa itu nyata. Kota kacau balau.

“HEI! BANGUN! Bangun kalian semua!” Ellen dan Audy kompak beramai-ramai membangunkan Ai, Arin, Keshya, dan juga Soraya. Mereka menjingkat kaget dan spontan duduk dengan tegak.

“Kalian harus cek postingan yang aku kirim di grup chat impostor sekarang juga!” Audy memerintah dan segera berpaling lagi pada layar gawainya. Matanya masih bergetar dan ketakutan.

Bagaimana ini? Kota yang aku tuju terserang wabah, kacau balau! Sial! Pemberhentian di stasiun-stasiun berikutnya di tutup!

Yang membuat Audy yakin di video itu terjadi di kota malang ialah, cuplikan tersebut diambil di salah satu jalan poros kota malang yakni Jalan Kayutangan, komentar-komentar netizen di media online entah itu instagram atau twitter, liputan-liputan saluran berita, bahkan hashtag prayforMalang menaiki tangga trending satu dunia.

Tiba-tiba penumpang gerbong empat mendadak gaduh, seorang ibu paruh baya menangis, tiga sampai empat kepala keluarga menghubungi seseorang dengan raut khawatir, adik kecil yang kebingungan sambil memeluk boneka teddy bear, dan lainnya. Tentu saja berita itu sudah tersebar di berbagai media sosial.

“Sudahlah teman-teman, tenang dulu jangan panik. Semuanya akan baik-baik saja selama kita tenang,” ucap Soraya setelah menghela napas berat.

“Hei, barusan aku survei di beberapa akun twitter, daerah tempat tinggal si Keshya masih aman dan steril. Meskipun sudah ada satu rumah yang terjangkit dan ...” Arin enggan melanjutkan.

“Dan apa?!” Audy mengintimidasi Arin. Mereka berlima menatap Arin penuh perhatian.

“Dan ... itu tetangga kita,”

“APA!”

















————————————————————

what do u thing? just comment below! don't forget to vote me ^^

Kemalangan Kota MalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang