Mentari mulai menampakkan dirinya di ufuk timur. Teriakan demi teriakan mulai bersahut-sahutan dari pengeras suara. Aku berdiri diambang gerbang melihat pemandangan siswa-siswi berhamburan dibalik gerbang.
Hari ini adalah hari pertama aku menginjakkan kaki di sekolah menengah atas terfavorit di kotaku ini. Tak mudah lolos di SMA ini, banyak perjuangan dan pengorbanan yang harus kulakukan.
Kutarik nafas panjang, kemudian kedua sudut bibirku tertarik membentuk sebuah kurva. Kurapikan nametag dari potongan kardus bertuliskan Kanaya Hafizah yang menggantung di leherku lalu aku kembali melanjutkan langkah ke lapangan. Rambutku menari-nari mengikuti setiap langkahku. Bak kata pepatah yang menyatakan usaha tak akan mengkhianati hasil, aku berhasil mendapatkan mimpiku dengan usaha yang ekstra.
Aku mengikuti intruksi yang terdengar nyaring dari pengeras suara. Pemilik suara menyuruh kami membuat barisan sesuai ketinggian. Yang paling tinggi akan berada di barisan terdepan, tinggiku berada diatas standar rata-rata tinggi remaja perempuan Indonesia, jadilah aku berdiri di barisan paling depan.
Masa Orientasi Siswa (MOS) akan segera dimulai. Kegiatan diisi dengan perkenalan sesama siswa baru, senior, tenaga kependidikan hingga karyawan lain yang berada di sekolah.
Tak kalah penting pengenalan lingkungan sekolah, kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah serta kegiatan rutin yang diadakan di sekolah.
Kegiatan ini dilaksanakan sepenuhnya oleh siswa yang tergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan guru sebagai pengawas, asisten dan pemantau selama kegiatan MOS berlangsung. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti senior menindas juniornya.
Lebih dari 500 siswa baru berjejer rapi di lapangan tak menghiraukan panas yang membakar punggungnya. Kobaran semangat dalam dada menghilangkan rasa panas yang menyengat. Semua bersorak girang menyebutkan yel-yel yang diintruksikan senior.
Kami dibentuk menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari sepuluh orang siswa baru dan satu orang senior sebagai mentor. Setiap kelompok diminta untuk menciptakan yel-yel terbaiknya yang akan ditampilkan di puncak acara tepatnya hari terakhir MOS.
Aku kelimpungan mencari teman satu kelompok, karena tak ada seorang pun yang kukenal disini. Saat kepalaku menoleh kesana kemari mencari kelompok yang masih kekurangan anggota, tiba-tiba tanganku di tarik paksa. Mau tak mau aku mengikuti langkah empunya tangan.
"Nah, sekarang kita pas 10 orang!" ujarnya girang. Aku menoleh kearahnya, mataku terpatri pada keelokan rupanya. Netra hitam kelam seperti malam, hidung bangir, kulit sawo matang khas pemuda Indonesia dan tubuh jangkung. Bibir merahnya memperindah lengkungan di bibirnya. Sempurna! Satu kata yang tepat untuk mendefinisikan pemuda disampingku.
Aku menggelengkan kepala mengusir rasa kagumku pada pemuda ini. Aku melihat tanganku yang masih digenggamnya. "Sakit!" lirihku.
Menyadari perbuatannya, dia langsung menarik tangannya dariku dan mengucapkan kata maaf dengan wajah sangat bersalah. Aku hanya tersenyum membalas permintaan maafnya.
Kami memulai diskusi dengan perkenalan diri masing-masing. Kemudian dilanjutkan dengan memilih ketua kelompok. Aflahul Zaidan, pemuda yang menarik tanganku tadi telah kami sepakati untuk mengemban amanah sebagai ketua kelompok.
Kami menamai kelompok kami dengan COKLAT singkatan dari Cerdas, Optimis, Kreatif, Lincah, Aktif dan Kreatif.
"Adik-adik, selain menampilkan yel-yel kelompok, kalian juga harus menampilkan bakat terpendam kalian ya." ujar kak Ica menginterupsi perbincangan kami.
Kami kelimpungan mendengar intruksi baru kak Ica, perihal yel-yel saja belum rampung. Kami kembali dipusingkan dengan penampilan bakat.
"Setiap orang atau perwakilan kelompok saja kak?" tanya Zaidan menyuarakan apa yang memenuhi benak kami.
"Terserah kalian, boleh perorang, kelompok atau perwakilan." kami mengangguk takzim. Diskusi kembali berlanjut hingga langit mulai menampakkan cahaya jingganya.
***
Teriakan, nyanyian dan tepuk tangan bersatu memecah lapangan sekolah menengah atas ini. Aku dan teman kelompokku masih sibuk latihan untuk penampilan kami nanti.
Melihat beberapa kelompok yang telah tampil mampu memacu semangat kami untuk menampilkan yang terbaik.
"Guys, kayaknya udah dulu deh latihan kita. Takutnya nanti pas tampil malah kehabisan energi." Zaidan memberi instruksi yang kubenarkan dalam hati.
"Gue takut ntar ga maksimal tampilnya karena kurang latihan." ujar Bobby yang diangguki teman yang lain.
"Sekarang gini deh, coba kalian bayangin kalau kita latihan lagi yang ada nanti malah kecapek-an. Dan berujung dengan penampilan yang kurang maksimal. Kalian mau?" kami serempak menggeleng sebagai respon dari pertanyaan Zaidan.
"Nah, pada ga mau kan. Kita istirahat dulu aja ya, kumpulin lagi energi kita buat nanti. Gue yakin usaha kita ga bakal ngehianatin hasil. Fighting!" sambungnya penuh semangat.
Kami menyetujui usulan Zaidan. Istirahat seraya memperhatikan penampilan kelompok lain yang keren-keren. Hingga tibalah giliran kelompok kami yang tampil. Gugup menyelimuti diriku, kutarik nafas dalam kemudian kuhembuskan.
Tepukan lembut di pundak kembali menyadarkanku. Zaidan lah pemilik tangan itu. Aku melirik ke arahnya, dia menunjuk ke arah depan sebagai pertanda sudah saatnya kami tampil. Aku mengangguk lalu mengikuti langkahnya.
Gemuruh tepuk tangan meriah dari penonton mengakhiri penampilan kami. Kami membungkukkan badan dan kembali ke tempat semula. Nafas lega kami hembuskan.
Penampilan kami cukup mengesankan. Ralat. Sangat mengesankan. Setelah menyorakkan yel-yel, suara merdu Almeera Nadira, gadis mungil berhidung bangir bersatu padu dengan instrumen gitar yang dimainkan Zaidan melanjutkan acara penampilan bakat kelompok kami.
Pengumuman pemenang akan segera dibacakan, saat-saat yang mendebarkan. Juara tiga dibacakan pertama kali, disusul juara kedua. Kami menahan nafas karena nama kelompok kami tidak juga dipanggil. Harap-harap cemas, kami saling menggenggam tangan satu sama lain.
"Penampilan semua kelompok sangat mengesankan, sangat sulit menentukan kelompok mana yang menjadi juara pertama." suara pembawa acara terdengar dari pengeras suara. "Dan pemenangnya adalah.... Kelompok COKLAT! Selamat kepada juara pertama, perwakilan kelompoknya silahkan mengambil tempat di depan." kami bersorak riang dan saling berpelukan seperti teletubbies.
***
Masa Orientasi Siswa telah berakhir. Kini saatnya kembali ke kehidupan nyata seorang siswa. Aku membaca pengelompokkan kelas di mading sekolah. 10 IPA 2, disana namaku tertera, diam-diam aku mencari nama Zaidan. Tak kutemukan namanya di kelasku. Kembali kucari namanya dengan teliti, akhirnya kutemukan di kelas 10 IPA 1. Aku mendesah kecewa, kulangkahkan kaki dengan gontai ke kelas 10 IPA 2.
Masih banyak bangku yang kosong di kelas ini. Mungkin masih mencari namanya di mading. Aku memilih duduk di dekat jendela. Spot favoritku dimanapun berada.
Tak lama berselang ada seseorang yang duduk disampingku. "boleh duduk disini kan?" tanyanya basa-basi padahal bokongnya sudah menempati bangku itu.
Aku mengangguk tanpa melihat siapa orang itu. Mataku masih terpatri ke luar jendela. Pemandangan dari sini indah. Aku suka.
Kelas ini berada di lantai dua yang menghadap langsung ke lapangan sekolah. Dari sini juga dapat terlihat deretan bukit barisan. Indah.
"Kanaya, sombong banget lu. Kok gue dikacangin!" aku menoleh ke arahnya, netraku membulat, kaget melihat siapa orang disampingku.
~to be continued~
Dear my beloved readers, jangan lupa tinggalin jejak vote dan comment nya ya.
See you next chapter 😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam
Teen FictionDiam adalah satu-satunya cara aku mencintaimu. #8-cerita sekolah (juni 2022)