The Last Midnight

55 2 0
                                    

Musim dingin telah tiba, membuat siapa saja enggan meninggalkan rumah. Musim libur telah tiba, membuat siapa saja ingin menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta. Hal itu tampaknya dibenarkan oleh sebuah keluarga yang kini tengah berada di dapur rumah mereka dengan penghangat ruangan yang dipasang di sudut-sudut rumah. Jika menanyakan berapa biaya yang dihabiskan, tampaknya tak perlu dijelaskan.

Udara di dalam rumah benar-benar hangat, meskipun mereka tak memakai baju tebal seperti mantel beserta atributnya khas orang yang tengah hidup di musim dingin. Bahkan kedua anak mereka yang masih berusia delapan bulan pun sama sekali tak tampak kedinginan bermain di lantai dan sesekali merangkak mengikuti kemana orang tuanya berjalan.

"Ya ampun Sayang, jangan ikutin Mommy terus, ya? Nanti Ipan capek loh. Mommy kan lagi masakin Ipan sama Ipon."

Sang anak yang dipanggil dengan sebutan Ipan itupun hanya tertawa kecil dan masih saja mengikuti sang Ibu yang mondar-mandir mengambil peralatan masak beserta bahan-bahannya.

"Daddy, Ipan diajak main juga gih. Itu Ipon jangan dijahilin terus, kasian dia ntar kecapean ngikutin Daddy terus."

Dengan tampang tak berdosa, sang empu yang baru saja diberi titah pun kembali menjahili putrinya kecilnya. Ia berlari ke arah Ipan dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sementara itu, putri kecilnya menangis karena tidak dapat mengejarnya.

"Ya ampun, baru juga dibilangin," ucap Ibu dua anak itu sambil mematikan kompornya.

Ia menghampiri putri kecilnya yang tengah terduduk sambil menangis di dekat pintu dapur.

"Ipon cantik, jangan nangis lagi ya, nanti cantiknya ilang loh," ucapnya berusaha menenangkan putri kecilnya sambil menggendongnya menuju sang suami yang tengah duduk di kursi dapur.

"Anaknya diurusin yang bener dulu, aku kan mau masak," ucapnya sambil menyerahkan putri kecilnya yang langsung dipangku oleh sang suami.

"Iya Sayang, maaf ya. Maafin Daddy ya, Pon?"

Dengan spontan putri kecilnya menggeleng dan memanggil-manggil sang Ibu dengan wajah cemberutnya.

"Ipon sama Daddy dulu ya sayang, Daddy kan udah minta maaf juga sama Ipon. Mommy mau masak sebentar, ya?"

Dengan berat hati akhirnya putri kecil mereka pun mengangguk. Dengan gemas sang suami mencubiti pipi Ipon yang lagi-lagi membuatnya menangis. Sang Ibu yang melihat kelakuan suaminya hanya geleng-geleng kepala dan mengambil alih anaknya agar tangisnya mereda. Ia pun lantas menggendong putri kecilnya walaupun ia sendiri sedikit takut jika membawa putrinya turut serta memasak.

"Mommy .. cak pa?"

Ibu dua anak itu hanya tersenyum tatkala putri kecilnya menanyainya memasak apa dengan bahasa bayi yang masih melekat pada diri putrinya.

"Mommy lagi masak ayam goreng buat Daddy, terus masakin Ipan sama Ipon bubur yang enak."

Mendengar penuturan sang Ibu membuat Ipon lagi-lagi memanyunkan bibirnya.

"Kenapa sayang? Ipon nggak suka, ya?"

"Pon mu oti Mommy .. Pon mu eclim."

Sang Ibu tertawa kecil mendengar penuturan putri kecilnya, lantas mengecup kedua pipi putri kecilnya dengan gemas.

"Nanti kita masak roti juga ya habis ini. Tapi kalau es krim, jangan dulu ya, Sayang, kan dingin. Tapi nanti Mommy buatin minuman yang enak buat Ipan, Ipon, sama Daddy, oke?"

Dengan binar ceria yang terpancar di wajah mungil itu, putri kecilnya pun mengangguk antusias dan menampilkan gigi-gigi kecilnya yang belum genap tumbuh semuanya.

GERALD ZORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang