Prolog

20 5 0
                                    

"Tapi Ayahanda Raja aku tidak bisa menikahinya, aku mencintai pria lain"

"Sadar! dia hanyalah guru mu, kau tidak boleh menikahi orang rendahan sepertinya." Ujar Sang Ratu.

"Tapi Yang Mulia..."

"Menjadi keluarga kerajaan tidak bisa menikah hanya karena cinta. Lagipula laki-laki yang akan kau nikahi itu adalah putra kedua kerajaan sebelah, jika kau menikahinya wilayah kekuasaan kita akan meluas. Juga, kau harus segera naik tahta anakku... Lihat, saat ini kami sudah sakit-sakitan. Tentu kamu tau peraturan kerajaan. Tidak seperti Putra Mahkota, Putri Mahkota harus menikah terlebih dahulu untuk naik tahta." Potong Sang Raja.

"Memang semua ini salahku, seharusnya aku bisa melahirkan satu saja anak laki-laki. Dari dua belas anak kita, kenapa semuanya perempuan, kenapa?" Emosi Sang Ratu bercampur aduk, antara sedih dan marah.

"Tidak sayangku, semua ini bukan salahmu." Baginda Raja menenangkan.

Tentu saja itu bukan salah Ibunda Ratu, apa salahnya memiliki anak perempuan. Peraturan kerajaan ini lah yang aneh, kenapa membedakan Putra dengan Putri Mahkota.

"Lagi pula kami sudah memberimu waktu untuk mencari pangeran atau pejabat bahkan anak pejabat untuk kau cintai. Tapi kau malah mencintai orang rendahan seperti itu?! Benar-benar memalukan!" Sang Ratu lebih terlihat marah saat ini.

"Pernikahan akan diadakan minggu depan, kedua keluarga sudah setuju. Mau tidak mau kamu harus menikahinya putriku. Lagi pula kelihatannya pria itu mencintaimu Aeleasha. Berbahagialah wahai putriku." Sang Raja mencairkan suasana.

"Baiklah Yang Mulia Ayahanda Raja..." Putri Mahkota berbalik badan meninggalkan ruangan, tak sadar air matanya menetes. 

***

"Za coba dong sekali lagi, gue masih belom dapet point gerakannya." Kata Garnetta.

"Oke-oke sekali lagi nih, liatin bener-bener yaa"

Aku menunjukan gerakan yang ku buat semalam. Aku memutar benderaku di depan, melemparnya, aku tangkap bendera itu lalu gerakan memutar di samping seperti mendayung.

"Kanan kiri kanan kiri kanan kiri, tiga kali yaa. Gimana kelas 10 ngerti gak?" tanyaku kepada adik kelas dan teman-teman.

"Ngerti kaakk" semua adik kelasku menjawab kompak.

"Ngerti kak ketuaaa"

"Ketuaan maksudnya"

"Heh lo tuh kali El yang ketuaan lu kan paling tua disini, bukan cuma di sini, ini nih selapangan lu yang paling tua. Ahahahaha" celetuk Garnetta.

"Ih biarin apa, yang penting gue dulu puas mainnya. Dari pada elu MKKB, dulu kecil masih ngompol udah dimasukkin TK sih." Elara menimpali.

"Enak aja, gua gak pernah ngompol ya. Pernahnya beol, ahahahaha"

Temen-temen ku malah bercanda. Kadang aku tuh pengen marah, tapi aku gak bisa marah. Pernah tuh waktu itu kesel banget aku udah teriak-teriak, eh tapi akhirnya malah jadi ketawa.

"Za ini gantungan kunci, eh gantungan tas lu kan?" tanya Atlas sambil berjalan kearahku.

"Coba liat." Aku berjalan ke arahnya.

"Tadi jatoh di depan kelas gue." Atlas menjelaskan.

"Lah iya dah punya gue, ini kan cuma gue yang punya. Gue gak sadar kalo jatoh, yah patah lagi ini. Tolong taruhin ke dalem tas gue dong, tas gue di aula."

"Oke deh, tas lu belom ganti kan?" kata Atlas sambil berjalan ke arah aula.

"Belom, makasih ya Tlas." Aku kembali ke teman-temanku.

"Aciieeee, ngapain lu sama Atlas?" tanya Ayaka.

"Itu gantungan tas gue jatoh."

"Kok dia tau sih kalo itu punya lo? Aciieee."

"Ya tau lah, udah ah ayo latihan lagi."

Kenapa JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang