Pagi yang cerah ini aku sedang asik mencoretkan kuas pada kanvas besar di hadapanku, aku menuangkan semua imajinasiku ke kanvas itu, setelah kejadian dimana aku mengalami kecelakaan bersama ayah dan ibuku, aku menjadi pribadi yang menutup diri, aku jarang bersosialisasi, bertegur sapa, dan menatap orang-orang di luar rumah, aku lebih menyukai di dalam rumah, hanya ditemani oleh alunan musik klasik, sampai suatu ketika karena aku berpikir bahwa kanvasku sangat menumpuk aku menjualnya beberapa, uang dari hasil penjualan lukisan itu aku belikan rumah, sisanya masih ada di tabunganku, aku menyimpannya dengan baik. Aku hanya ingin menjadi pribadi yang lebih mandiri tidak bergantung pada abangku, seperti langit dan bumi sifat kita sangat berbeda satu sama lain, dan seperti air dan minyak yang sulit menyatu kami tidak seperti adik dan kakak pada umumnya selalu saja ada hal yang harus diperdebatkan.Karena hari ini hari minggu, aku lebih menyibukan diriku dengan berjalan-jalan berkeliling kota bukan hanya sekedar berkeliling aku selalu membawa pallete di dalam tasku, terkadang jika ada tembok kosong aku selalu melukis apapun yang terlintas di benakku. Kadang banyak petugas yang menegurku, tetapi pemilik gedung menyukai karyaku alhasil aku tidak dibawa menuju kantor keamanan, seperti saat ini aku sedang melukis di tembok kosong berwarna putih, tidak hanya sendiri ada beberapa orang bersamaku dan banyak orang yang memperhatikanku aku mengoleskan kuas seperti pelukis profesional, setelah lukisan itu selesai banyak orang yang mengabadikannya dengan memotret lukisan yang aku buat. Tidak terasa hari semakin petang, aku harus segera bergegas untuk pulang menuju rumahku sebelum orang itu lebih awal tiba di rumahku.
Sungguh sial kenapa jalanan disini mendadak macet?, umpatku di dalam bus, aku hanya bisa menghela nafas dengan pasrah, sepertinya aku akan menerima beberapa kata kasar yang dilontarkan, atau dia akan mematahkan kuas yang ada di ruanganku, bukan ruangan mewah seperti ruangan dia bekerja namun ruanganku adalah gudang, gudang yang usang tetapi aku dapat merubahnya menjadi tempat paling nyaman, sesekali aku melirik jam yang ada di pergelangan tanganku jalanan disini masih macet padahal ini bukan hari minggu atau hari liburan.
Aku berlari memasuki komplek rumahku, aku tidak memperdulikan nafasku yang semakin melemah hanya saja aku tidak ingin diteriaki dan diberi kata kasar, saat aku membuka gerbangku aku melihat ada mobil mewah yang sudah terparkir di halaman rumah, aku mengutuk atas apa yang terjadi hari ini, aku membuka pintu secara perlahan awalnya aku merasa lega saat tidak ada orang di dalam ruangan itu, aku menghela nafasku sepertinya dewi keberuntungan ada di pihakku.
Darimana saja kau?, baru saja aku memuji karena dewi keberuntungan ada di pihakku, suara bariton itu mengagetkanku membuat tubuhku menegang aku bingung apa yang harus aku katakan, aku hanya bisa menundukan kepalaku sangat dalam.
Apa kau tuli? Aku selalu memperingatimu jangan pulang lebih lambat dari aku!, aku hanya bisa menghela nafasku, dan melontarkan kata maaf, dia mengabaikan kata maafku, lalu pergi menuju kamarnya.
Aku tidak ambil pusing, langsung aku memasuki kamarku membersihkan tubuhku, lalu menuju ruang kerjaku, disana aku hanya mencampurkan beberapa cat, atau mendengarkan musik klasik, atau bahkan aku menatap lukisanku yang sudah lama aku gambar, sepertinya aku harus menjual beberapa lukisanku lagi, aku melihat ruangan ini sangat sempit karena banyak kanvas yang menumpuk.
ARKAAA!!!, dia berteriak memanggil namaku, aku segera menghampirinya yang sedang berada di meja makan, dia mengajakku untuk makan malam bersama tetapi tetap saja kita jarang untuk bertegur sapa atau meluangkan waktu untuk membagi cerita satu sama lain, kami makan dalam hening dengan pemikiran kami masing-masing dia selalu sibuk sampai dia tidak melepas ponsel di tangannya hanya untuk mengecek pekerjaan, apa dia akan menghabiskan waktu hanya untuk bekerja dan bekerja, dasar bodoh.
Setelah selesai makan, kau yang mencuci piring aku akan kembali untuk bekerja, dan pelankan suara musik klasik yang kau putar itu, itu sangat kuno dan itu membuat fokus buyar!, ucapnya lalu pergi dari hadapanku aku hanya berdeham sebagai jawaban dan melakukan tugas yang sudah dia perintahkan andai saja dia bukan abangku, aku akan mematahkan lehernya sama seperti dia mematahkan kuasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER
Short StoryDarimana saja kau? tanya abang di ambang pintu, aku tersenyum hangat dan menunjukan sebuah piala di lemari itu, abang membaca tulisan yang ada di piala itu. Hanya sampah, untuk apa kau banggakan? Dan sampai kapan kau akan terus melukis? Aku tidak bi...