Unrequited Love

135 5 2
                                    


-typo komen saja-

Gadis itu menengadah, memandangi langit biru yang sedikit menunjukan gelapnya. Mungkin sebentar lagi akan hujan.

Sepi tak mengusik kesendiriannya di bangku taman. Masih ada beberapa orang yang berlalu lalang di hadapannya, mungkin ekskul menahan keberadaan mereka di sekolah ini.

Alicia, sesekali ia bersenandung lirih sambil menahan perih di bibir ranumnya. Menekan kepala yang seakan-akan ada seseorang yang menghantam kepalannya dengan sangat keras.

Karena memang itulah yang terjadi tadi.

Mengingat itu, Alicia menitikkan sedikit air mata yang sedari tadi ditahannya dengan susah payah.

Mengetahui seseorang yang amat kau cintai mendorongmu dengan kasar, mengatakan sesuatu yang menghancurkan perasaanmu, lebih memilih untuk membantu orang lain-- padahal dengan jelas keadaanmu lebih parah darinya, dan yang terparah adalah-- tidak mempercayai apapun yang keluar dari bibir ranum yang penuh akan luka itu.

Meninggalkanmu sendirian dengan cemooh dan tatapan meremehkan orang-orang-- hanya karena kau membela kedua orang tuamu.

Mendatarkan wajahnya, Alicia mengusap air matanya saat ia melihat seseorang menghampiri dari sudut matanya.

"You okay?"

Pertanyaan bodoh macam apa itu? Alicia memutar bola matanya bosan.

"I'm just kidding, Bee. I know you're not okay."

Frazel menatap lembut Alicia. "Maaf karena tidak berada di sana untuk membelamu," tatapannya berubah penuh akan penyesalan, "aku menyesal menggantikan Dylan menjaga toko hanya agar ia bisa berduaan dengan Magenta."

"Jadi kau tidak ikhlas?!" Alicia agak melotot.

Frazel terkekeh pelan. "Hei hei, bukan maksudku menyalahkan sehabatmu yang ingin menghabiskan waktu dengan Dylan. Aku tidak mungkin melarang bumil yang sedang ingin bermanja-manja dengan suaminya."

Frazel mengusap rambut Alicia perlahan, seolah kepala Alicia dapat hancur jika ia mengusapnya kasar.

"Aku hanya menyesal mengapa itu terjadi bersamaan dengan kejadian yang menimpamu, Bernard."

Alicia tertegun, ia bisa merasakan pancaran kasih sayang pada mata coklat yang kini menatapnya dalam.

Pancaran mata yang tak pernah berubah sejak dulu. Meskipun Alicia selalu menyakiti pemilik mata itu---

---dengan tidak pernah bisa membalas perasaan Frazel.

Frazel tersenyum lembut, menyelami mata cokelat yang mirip dengannya itu dengan penuh kasih sayang. Lalu menarik Alicia ke dekapannya setelah menemukan apa yang ia cari di mata gadis kesayangannya itu.

Menghirup semua aroma strawberry yang menguar dari tubuh Alicia. Menciumi puncak kepalanya dengan sayang. "Keluarkan semuanya Bernard, aku di sini," lirih Frazel.

Dan benar saja, tak lama kemudian tubuh ringkih itu bergetar hebat. Tidak terdengar isakan memang, namun Frazel tau jika Alicia tengah menumpahkan seluruh perasaannya dalam pelukan Frazel.

Dan Frazel tidak keberatan jika kemejanya basah karena itu. Bahkan jika harus memberikan nyawa untuk gadis dalam dekapannya ini, ia rela. Maupun jika harus mengorbankan sebuah nyawa untuknya pun Frazel tidak masalah.

Saat merasa agak tenang, Alicia melepaskan pelukannya namun masih berada di tempatnya. Ia lalu menarik sedikit kemeja Frazel dan mendekatkannya ke arah wajahnya--mengelap ingusnya dengan kemeja yang harganya mungkin setara dengan sebuah handphone itu.

Short Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang