•s u m a r a h

348 42 297
                                    

Jikalau ditelaah lebih larut, sudah dua belas bulan terlewati, Hoseok.  Dan aku masih kerap mengecap afsunnya sukmamu diselingkarku, apalagi saat bertandang ke lapangan tenis pekan lalu. Aku jadi ingat saat kamu berkata bahwa kamu menggemari olah tubuh yang satu itu, tetapi sebab adanya kesukaran yang merongrong dalam atmamu, kamu jadi tidak bisa melanglang lebih jauh dan mewariskan rasa takjubmu padaku yang sama sekali tak berhasrat dalam bidang kebugaran jasmani.

“Ariadne, kamu sepenuhnya tahu kan bahwa aku tidak bisa menekuni yang satu itu? Apakah kamu berkenan untuk berlatih agar bisa dipertontonkan padaku nanti?”

Dalam kembar ainmu yang berlayar pada tampang carut marutku, aku menjumpai sekelumit asa yang melambai penuh afeksi padaku. Di ranummu masih terdapat sisa gelato kayu manis yang sudah kamu tandaskan beberapa waktu lalu bersamaan kepalaku yang spontan manggut manggut seperti Shinju saat jatah makan siangnya sudah terhidang di dalam kandang.

Aku rindu saat kamu memanggilku Berly.

Sejauh ini, aku belum mengerti sepenuhnya kenapa kamu merombak asmaku dengan panggilan manis itu. Kamu bilang, Berly bermakna mutiara hijau yang merias segara, dan kamu mengungkapkan bahwa kamu memilih Berly sebab kamu suka hijau dan lautan. “Kalau dengan mutiara bagaimana?” tanyaku impulsif saat itu, dan kamu tidak memamerkan roman tercenung sedikitpun.

Mengapa kamu malah terkekeh saat itu?

Euforianya seperti menyalak dalam kalbuku, lalu badanku seperti dilontarkan ke teduhnya nirwana jauh diatas sana. Kepalaku yang sedari tadi direcoki kuriositas balasan yang akan kamu berikan jadi lindap dalam satu sekon saat kamu menjawab lamban dan hati hati, “Seseorang pernah bercerita padaku tentang kerang mutiara yang selalu mengadu kepada ibunya sebab setiap kersik halus menginvasi tubuhnya yang merah dan lembek, ia merasa kesakitan dan berusaha terus menahannya sampai tanpa sadar sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Hingga akhirnya rasa sakit itu sedikit demi sedikit menghilang seiring mutiaranya membesar dan dirinya jadi berharga berkat itu.”

Kamu memberikan interval singkat sebelum menggurat garis harsa yang disuratkan padaku, “Bukankah kamu terlihat seperti kerang malang yang ternyata amat berharga itu Berly?”

Aku bergeming saja tanpa ucap, begitupun dengan kamu yang hanya mereguk ludah.

“Ariadne, sebenarnya kapan si Hoseok itu akan benar benar berhenti mengusikmu?”

Tuturan Kak Namjoon yang berusaha mencengkram telingaku terasa laiknya bengisnya bena yang menempeleng rimpuhnya bebatuan karang tatkala kita bertolak ke pesisir untuk melihat swastamita dua tahun lalu, dia lantas beringsut menuju kursi yang tengah aku singgasana sembari membawa permen karet yang masih terbelenggu dalam kemasan dan mengasongkannya padaku.

“Aku tidak suka permen karet, Kak.”

Tetapi pada kenyataannya, kamu jauh lebih memafhumiku daripada kakak kandungku sendiri, Hoseok. Kamu tidak pernah membelanjakan aku permen karet sebab aku lebih menyukai nougat cokelat yang biasanya dijajakan di pasar pagi, kamu tidak pernah menghadiahkan aku bunga mawar sebab aku tak suka durinya dan warna merah pekatnya yang terlihat amat pongah, dan kamu tidak pernah menyodorkan susu kedelai dengan rasa abnormal sebab aku memilih susu skim dengan gambar tiga ekor sapi lucu di kemasannya.

“Malaikat pelindungmu itu tidak nyata, dia hanya hasil dari pengandaianmu selama ini sebab kamu terlalu kesepian.”

Apa yang dikatakan Kak Namjoon itu benar Hoseok? Apakah itu alasan kenapa sekarang kamu enggan berada dalam cakupanku lagi seperti dulu?

🅵🅸🅽

𝓗𝓸𝓼𝓮𝓸𝓴, terimakasih untuk 1095 harinya, semoga kamu selalu dilimpahkan waras dan harsa dari tuhanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝓗𝓸𝓼𝓮𝓸𝓴, terimakasih untuk 1095 harinya, semoga kamu selalu dilimpahkan waras dan harsa dari tuhanmu. Dari kamu yang terlihat laiknya gelato kayu manis yang bersinggasana di atas cone kerucut dengan corak bujur sangkar, aku belajar bahwa memang semestinya kita hanya diperkenankan terus menggurat senyum hingga pangkal netra mengernyit walaupun sanubari kita sedang diinvasi gamang yang enggan hirap dalam kurun singkat.

RetisalyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang