PART I

1 1 0
                                    

"Ketika peraturan terlau mengekang, maka murid akan berontak dan guru pun kewalahan," ucap Suy sembari memanggang roti.

Murid-murid bergerombol menuju arahnya,"Pesan semangkuk mie ayam," Suy menyodorkan semangkuk mie ayam, meninggalkan panggangan rotinya, gosong. Salah seorang anak yang bertindik menghampiri, "Kau tak ingin warungmu hancur?" Suy menanggapi dan berlagak sok jagoan. Memegang spatula dan sepotong roti di tangan kanannya. "Kalau kau memang berani maka jadilah pahlawan," tukasnya datar, Suy kembali memanggang roti.

Gerombolan anak itu menghampiri ketua geng, Sen. "Kau tak ingin kepalan tangan ini berselancar di atas kepalamu atau bahkan di seluruh anggota tubuh. Serahkan uangnya!" pemuda yang cukup berumur itu pun menyodorkan uang warung. Mengepalkan dengan tangan kirinya. "Kau tahu, kenapa tangan kiri yang kugunakan?" ucapnya sinis.

"Akan kuhabisi!" teriaknya. Dengan trengginas Suy melawan mereka, menangkis pukulan dan mengelak dari tendangan. Mengobrak-abrik isi warung, menumpahkan sayur-mayur, nasi dan segala lauk pauknya. Warung tersulut api dari kompor. Untung saja tidak meledak.

Petugas ketertiban pun menghampiri kericuhan di warung sebelah . Melaporkan anak-anak yang terlibat dalam perkelahian, termasuk Sen dan Suy. "Poin yang terlampau tinggi akan mengakibatkan drop out. Apa kalian masih saja belum kapok? Berapa kali orang tua kalian dipanggil? Dasar berandalan!" ucapnya dengan penuh amarah.

Suy menyangkal,"Berandal tetap berandal dan murid tidak selamanya menjadi berandal selagi gurunya tak bersikap seperti berandalan." Tanpa panjang lebar memberikan keterangan petugas itu melonjak,"Mulai besok jangan berjualan lagi di samping sekolah!"

Ia tersenyum sinis, hanya mengusap kumis dengan jempolnya. "Kita lihat saja siapa yang rugi? Anda atau saya?" Suy meninggalkan kantor penuh bahagia. Anak-anak itu dilema, "Kenapa si tukang warung itu malah membela mereka? Padahal ia sudah berusaha mengobrak-abrik bahkan merusaknya, luluh lantak menjadi abu.

Suatu ketika Sen mendapati Suy yang sedang menajamkan belati dengan batu gosok. Di desa sebelah, Suy tinggal seorang diri. Sen menyapanya,"Hai penjual warung, kau tak berjualan lagi?" tanyanya. "Untuk apa aku berjualan di sana kalau tak mendapatkan kebahagiaan. Bukankah sekolah itu seharusnya menyenangkan?"

Sen mengernyitkan dahi dan menyangkal,"Selama hidupku sekolah bak penjara yang membuatku terkekang. Mana bisa kuanggap sekolah sebagai tempat yang menyenangkan? Yang ada membuatku dan teman-teman stress." Suy tersenyum sinis. "Sudah jam 07.00 tepat cepat pergi sana daripada kau terkena poin lagi!" perintahnya.

"Hari ini aku tak pergi ke tempat itu, aku di skors selama beberapa hari gara-gara kejadian kemarin dan beberapa kesalahan yang pernah kulakukan. Terlampau banyak pelanggaran katanya, menyebalkan!" tuturnya marah.

"Kenapa kau membela kami?" mengingat pembelaan Suy, Sen berkeinginan untuk mendapat penjelasan. "Pembelaan? Aku tak memberikan pembelaan terhadapmu. Itu memang kata-kata pedas yang seharusnya menyadarkan mereka. "

"Tapi kau benar, mereka seolah menjadi seorang penguasa dan raja. Bahkan ada beberapa yang terjerat sebuah kasus. Namun ia tetap diperbolehkan mengajar hanya karena ia anak dari orang ternama. Apakah menurutmu adil?"

Suy berfikir sambil memotong daging ayam, "Keadilan hanya didapatkan bagi orang yang bisa membelinya."

"Jadi kita harus menyodorkan uang. Gila! Sistem macam apa itu!"

"Aku akan membantumu kalau kau mau bergabung denganku!"

"Maksudmu?" tanya Sen. "Bekerja di rumah reot ini? Siapa mau?"

"Terserah padamu, itu pun kalau kau mau. Jika kau enggan aku tak memaksa," ucapnya sambil mengepulkan sebatang rokok.

"Aku juga punya," timpal Sen. "Sen menyulutkan api pada putung rokok. Suy menampik dan melemparkannya. "Kau sudah tahu ilmu merokok belum? Kalau belum sebaiknya jangan dulu, karena kau akan mendapatkan akibatnya!"

"Lalu kau sendiri sudah mempelajarinya, seenaknya mengepul asap di depanku?" balas Sen sedikit geram. "Aku akan memberikanmu ini jika kau berhasil mengalahkanku." Suy menjajal kekuatan anak ingusan itu. Suy memberikan pukulan dan tendangan yang cukup serius, hingga memberikan efek nyeri dan jera yang tidak begitu lama. "Bagaimana, engkau masih menantangku?" Sen berusaha memukul kepala Suy. Ia menghindar dan mengambil sebilah bambu. "Apakah kau tahu cara bermain ini?" Suy berlagak seperti jagoan, jurus dewa mabuk yang diperagakan oleh Li Lian Ji dalam sebuah film mandarin.

Suy akhirnya melepaskan telinga Sen,"Sudah mendingan?" Sen merasa kesakitan dan malah mengancam Suy,"Awas kalau aku sudah menguasai semua jurus persilatan akan kuhajar balik!" Suy mengepulkan rokoknya kembali. "Sudahlah anak muda, tugasmu bukannya belajar, jangan sok menjadi jagoan!" tuturnya.

Sen terdiam diri selama lima menit, merenung dan memejamkan mata. Suy mengambil mangkuk, kain dan air hangat untuk mengobati luka yang ada di pipi Sen."Ini, untuk lukamu!" Sen meraihnya, ia berteriak sakit. Lalu mengulanginya lagi sampai darah di pipinya sedikit berkurang. "Apakah kau seorang guru silat?" "Aku hanyalah penjual daging ayam," timpal Suy dengan santai sembari duduk di atas kursi reot.

"Apakah kau mau menjadikanku sebagai murid?" Suy tertawa,"Jangan muluk-muluk, Nak! Kau hanyalah seorang ingusan!" Sen berusaha meyakinkan. "Aku benar-benar ingin memberi mereka pelajaran," tangisnya. Ia meneteskan air mata. suy bersimpati,"Siapa mereka?" Suy memancing pertanyaan. "Mereka yang telah tega membuat seorang anak gadis pupus harapan," tutur Sen sedih.

"Kau bisa menangis," Suy tertawa kecil.

Sen hanya terdiam. Suy mengulangi pertanyaannya,"Memang ada apa dengan anak gadis itu?"

"Kelak kau akan tahu sendiri!" jawab Sen dengan memegang pipi.

"Baiklah kalau itu yang kau mau, aku takkan menjadikanmu bagian dariku. Kau sudah mengurungkan niat untuk berguru padaku?" tawar Suy.

"Kau menyetujuinya?"

Suy mengangguk berisyarat bahwa permintaan Sen diterima. "Besok kemarilah, aku akan membantumu," tuturnya sambil menyeruput kaldu ayam yang diambil dari dapur.

"Kau tak mau?" Suy menawarkan semangkuk kaldu ayam itu.

Sen menelan ludah. Suy menimpali,"Aku tahu kau lapar. Ambil sendiri di dapur, jangan seperti anak kecil!" Sen bergegas mengambil semangku kaldu dan semangkuk nasi.

"Apakah kau tak keberatan menanggung cerita ini?" tutur Sen sambil makan nasi dengan kuah kaldu.

"Kenapa tidak?" Suy menjawab enjoy saja.

"Baiklah kalau itu keinginanmu, anak gadis yang akan kuceritakan bernama Nay. Ia adalah anak yang memiliki kelainan daripada murid lain. Sesekali ia mengalami cegukan di dalam kelas, diakibatkan penyakit yang ia derita. Ia menyebutnya sebagai syndrome tourette. Padahal ia anak yang baik dan cukup pandai, namun satu hal yang membuatnya minder, cegukan yang dideritanya membuat semua harapannya pupus. Apalagi guru-guru di sekolah hanya mampu menyalahkan dan memberinya peringatan tanpa menanyakan hal yang serius padanya. Kami kasihan, aku dan kawan-kawan menjelaskan suatu hal pada guru BK, ia tak menggubris. Aku paham, Nay anak yang kurang berkecukupan, tak mungkin ia harus pindah sekolah semudah itu. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah hanya karena berpenyakitan. Kami prihatin, kenapa ia tak memiliki kesempatan yang sama? Kami pun berontak. Mereka mengancam akan melaporkannya kepada kepala sekolah dan mengajukan surat drop out. Sudah berkali-kali kami tahan banting dengan ancaman," Sen menjelaskan panjang lebar.

Suy tertidur pulas dengan bersiku di atas meja. Sen menepuk bahunya,"Bro, ke mana saja kau. Astaga!" Suy terbelalak kaget dan mengucek mata,"Maaf Bro, lagi ada hak yang harus didapatkan," tuturnya ngelantur. Sen akhirnya pergi, tidak yakin jika Suy adalah orang yang mampu memberikan solusi. Sen menginjakkan kakinya, baru lima langkah saja Suy memanggil dalam keadaan kurang tersadarkan diri,"Ke mana kau anak muda?"

"Mencari pencerahan yang lebih terang," tukasnya.

"Apa kau menemukan lampu yang lebih terang daripada aku?" tanya Suy. Ia mengambil air pada wadah gentong besar lalu mengusapkan pada wajahnya. "Kau benar-benar ingin beranjak?"

.

.

.

Tulisan amatir, readers

 semoga suka :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Story of SUYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang