Epilog

13.8K 1.5K 395
                                    

Disebuah rumah terlihat sepasang suami istri yang tengah memakan sarapan mereka. Ditemani dua anak kecil yang asik memakan roti selai dan meminum susu.

Wanita yang duduk disitu terlihat kesal pada pria yang duduk di seberangnya. "Berhentilah mengerutkan keningmu." ucapnya kesal.

Sang suami terlihat ikut kesal, "ini masih pagi! Jangan memancing amarahku!"

Mendengar nada kasar yang keluar, wanita itu berdecih pelan dan menatap kedua anaknya yang kini menutup telinga mereka. Tak lagi peduli pada orang tua mereka yang sering bertengkar semenjak kakak pertama mereka kawin lari.

Wanita itu menggigit roti bakarnya, "aku akan pergi ketempat (y/n)," ucapnya.

"Hm."

Wanita itu semakin kesal, "kau tak mau lihat kelahiran cucu pertamamu?! Kau menjengkelkan!"

Brak!

"Mana sudi aku lihat anakku sendiri melahirkan anak haram--"

"Haram?! Kau menyebut cucumu sendiri anak haram?! Kau tidak punya hati sama sekali!"

"Mereka menikah tanpa persetujuan atau wali! Mana mungkin anak itu jadi anak yang sah!"

Wanita itu terlihat berang mendengar ucapan suaminya. Matanya tergenang dan meneteskan liquid bening, membuat sang suami kalap dan mencoba berbicara lembut padanya.

"Kau mengecewakanku."

.
.
.

Disudut rumah sakit, seorang wanita tengah berjuang menahan rasa sakit di pangkal pahanya. Air matanya terus menetes dan jemarinya terus mencengkram erat jari Toji, suaminya.

Dia akan melahirkan sebentar lagi, tapi masalahnya melahirkan diusia muda bahkan belum memasuki usia dua puluh jelas sangat mengancam nyawanya.

"Toji-san..." lirihnya pelan.

Toji yang duduk disampingnya menatapnya, "ya, sayang?"

"Ayah... Dimana ayah dan ibuku?" tanyanya pelan.

Toji menggigit daging bagian dalam mulutnya, sedikit tersenyum masam karena (y/n) menginginkan keberadaan orang yang telah menganggapnya mati.

"Mereka belum datang," bohong Toji.

Beberapa hari yang lalu Toji telah datang kekediaman Konana dan mengatakan perihal (y/n) yang akan melahirkan pada kedua orang tuanya. Tapi dia malah diusir oleh ayah (y/n) sebelum sempat mengatakan di rumah sakit mana (y/n) akan melahirkan.

Permintaan (y/n) sangat sederhana, keberadaan ayah dan ibunya, itu saja. Tapi Toji sama sekali tidak bisa memenuhi permintaan (y/n).

Matanya berkaca-kaca merasakan genggaman (y/n) yang melemah karena lelah menahan rasa sakit.

"Ini sangat sakit... Toji-san."

Toji berbalik menggenggam erat jemari (y/n), "aku tahu... Aku tahu..."

Dokter memilih melakukan sesar pada (y/n) karena panggulnya yang kecil untuk melahirkan yang membuat (Y/n) sedikit merasa kecewa katena tidak bisa melahirkan secara normal.

Toji mengusap keringat yang mengalir di kening (y/n). Tsumiki dan Megumi dititipkannya pada Gojou untuk beberapa hari. Laki-laki albino itu tidak masalah dengan tambahan anak-anak manis dirumahnya.

Nafas (y/n) mulai teratur saat Toji merasakan pegangan ditangannya mulai mengendur. (Y/n) tertidur karena anestesi yang diberikan dokter. Toji langsung berdiri disudut ruangan, menunggu dan melihat secara langsung perut (y/n) yang disayat dan dikeluarkan anak mereka dari dalam sana.

Toji bisa mencium aroma darah yang kental karena hidungnya yang terhitung sensitif.

EKG terus berbunyi menandakan seberapa lemahnya detak jantung (y/n). Bunyi detak berganti bunyi garis lurus, Toji seketika ikut panik ketika dokter selesai menjahit tetapi EKG malah menunjukkan garis lurus.

Para dokter dan suster yang menangani (y/n) langsung memasangkan, seorang suster menggiringnya keluar dari ruangan operasi.

Matanya memancarkan kengerian pada sepasang suami istri yang baru saja datang.

Air mata luruh dari matanya, ibu mertuanya menjatuhkan bunga yang dia bawa kelantai saat menyadari suami dari anaknya terlihat syok dan takut.

"(Y/n)... Dia..." ucap Toji terputus.

.
.
.

Senyuman tipis terlihat saat melihat bayi dengan kulit merah yang berada di dalam inkubator yang ada di samping ranjang (y/n). (Y/n) masih setia menutup matanya meski sudah lewat satu minggu sejak persalinan dan gagal jantung pertama yang dia alami setelah melahirkan.

Bayi laki-laki yang sehat berhasil menghirup udara dan memiliki kesempatan untuk bisa hidup.

Toji menatap (y/n) dan tersenyum lirih. Bibirnya mendekat dan mengecup pelan keningnya.

"Kapan kau mau bangun? Anak kita merindukanmu." ucap Toji.

Beruntung baginya, saat jantung (y/n) berhenti dan mendengar tangisan putra mereka, jantung (y/n) kembali berdetak seolah dia kembali hanya untuk bayi itu.

Toji menggendong anak mereka menuju (y/n), mengangkat tangan kecil dan melambaikannya pelan kearah (y/n).

Gerakan pelan putra mereka membuat (y/n) sedikit terusik dan mengerjapkan mata dengan santainya. Toji yang melihat itu sedikit syok.

"Ohayou, sarapannya aku yang buat atau kau yang buat Toji-san?" ucap (y/n) tersenyum lebar pada Toji.

Toji menunduk dan menangis memeluk anak mereka. Toji menatap (y/n) dan tersenyum lebar, "sekian lama tertidur, kalimat pertama yang kau ucapkan adalah mengenai sarapan?"

Toji terkekeh pelan dan membiarkan (y/n) memeluk anak mereka.

"Kalau begitu aku ubah kalimatnya menjadi... Apa nama yang ingin kau berikan pada putra kita?"

Toji tersenyum cerah dan menghapus air matanya, "Hikari. Fushiguro Hikari."

.
.
.

.
.
.

.
.
.

E
N
D

.
.
.

.
.
.

San: Akhirnya selesai juga T<T

.
.
.

Komen dong, menurut kalian kenapa kalian masih pantengin nih cerita sampe akhir? San kepo :3

.
.
.

.
.
.

Big thanks!

1. Allah SWT.
2. Ma parents.
3. Ma readers, lov u all!! 💕

.
.
.

.
.
.

Padang, 21 Februari 2021

San_21_arts

.
.
.

.
.
.

.
.
.

26 Desember 2020 - 21 Februari 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

✔ ꒦ ͝  Red String (F. Toji x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang