▫Prolog▫

28 3 0
                                    

Isakan kencang dan rintihan minta ampun terdengar kala sang ibu berulah kembali, sang anak yang baru berusia 9 tahun harus menanggung akibatnya. Dengan tangan yang memegang gagang sapu tatapan sang ibu sama sekali tidak mengiba, ia terus memukulkan benda tersebut hingga terdengar bunyi-bunyian keras.

"Ibu..aa..ampun, sakiit..hiks" tangan sang anak terus menghalau gagang sapu yang terus ibunya pukulkan ke tubuhnya, rintihan demi rintihan sama sekali tak ditanggapi sang ibu.

"Kamu, anak gak berguna pulang jam segini mau jadi apa kamu hah. Kecil-kecil udah bandel apalagi kalau udah besar. Mau pergi ninggalin ibu kamu yah kaya si brengsek itu hah"

"Enggak bu..aku sayang ibu..hikss..hikss, aku tadi cuma main sama Io hikss. Aku nggak..ninggalin ibuu... hikss" sang anak memeluk kaki ibunya agar sang ibu tau kalau anaknya sangat menyayanginya. Dengan nafas yang terengah-engah sang ibu melemparkan gagang sapu tersebut dengan kencang.

"Ibuu.." sang ibu malah pergi meninggalkan anaknya sendirian, memasuki kamarnya dan mengunci pintu tersebut.

"Hikss...hikss..sakit..." rintihan dan isak tangis anak kecil itu seharusnya bisa menyayat hati ibunya, tapi sang ibu sama sekali tak peduli untuk itu.

memeluk tubuhnya sendiri dan menangis dengan keras adalah yang ia lakukan saat ini, menjelaskan bahwa apa yang dia rasa sangat menyakitkan, menyakiti tubuh juga psikisnya.

Walaupun ia sering mendapatkan perlakuan kasar dari ibunya tapi anak kecil itu tidak pernah membenci sang ibu, ia sangat menyayangi ibunya walau luka batin juga luka fisik yang di alami anak kecil itu tidak akan pernah terlupakan hingga ia dewasa dan akan terus ia tanam di memori otaknya.

Jangan salahkan anak kecil itu jika ia berubah menjadi seseorang yang tak terkira di masa depannya.

TBC.....

AI DI (Cinta Pertama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang