een

1.9K 172 7
                                    

membawa kaki jenjang nya melewati gang gang kecil,sedikit menunduk ketika melihat ada berandalan yg menatap nya dengan tatapan yg paling ia benci,mendominasi.

30 menit sudah cukup untuk ia sampai di tempat tujuan nya,sebuah cafe yg terletak cukup jauh dari apartemen sang pemuda pemilik kaki jenjang itu.

suara lonceng yg berbunyi ketika ia membuka pintu kaca cafe tersebut seperti menyambut nya untuk terus masuk dan melakukan pekerjaan sebagai barista di cafe bernuansa clasic dengan kursi kayu yg menambah kesan damai di cafe tersebut.

"Seperti biasa si park rajin jisung"

terdengar suara kekehan yg terdengar menyebalkan dan hanya di balas dengan dengusan pemuda park.

"Menghindari ayah mu lagi huh?"

lelaki ber name tag kim doyoung meletakkan kain yang tadi ia gunakan untuk mengelap meja dan mendekati pemuda yg sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.

"Kemarilah,ku obati lukamu dulu"

"Tak perlu hyung,luka nya tak separah kemarin,aku akan langsung ke meja saja"

doyoung menarik pergelangan jisung lembut,memeluk jisung sayang yg hanya di balas ringisan oleh jisung,demi apa pun punggung nya perih.

"duduk dan jangan kemana mana"

interupsi oleh doyoung hanya di angguki oleh jisung,percuma juga melawan lelaki bergigi kelinci tersebut,bisa bisa ia akan semakin memaksa.

saat di lihat punggung sempit doyoung yg perlahan menghilang,jisung mengehela nafas panjang dan merebahkan dirinya ke sofa dengan di selingi ringisan perih yg ia rasakan.

Jisung menutup matanya,mencoba untuk mengistirahatkan pikiran nya yg lelah,jujur jisung tak masalah ayah nya memukul nya,terlampau biasa.

tapi itu menyakiti hatinya,setiap kali ayah nya memukul nya, disitu lah jisung mengingat semua kilas balik masa lalunya.

masa lalu yg membuat nya hampir gila,bisikan bisikan yg ntah dari mana asalnya,masa lalu yg berhasil mengangu tidur,menganggu pola makan bahkan kehidupan sosial nya.

Bertahun tahun jisung mencoba acuh dengan semua itu,berlagak seolah olah ia tak pernah melihat kejadian mengerikan yg merubah segalanya,tapi semakin ia ingin lupa semakin gila juga masa lalu itu menyerang nya.

doyoung yg ingin menghampiri jisung terkejut melihat tubuh jisung yg sudah bergetar hebat di tambah jisung yg terus saja ter Isak.

Jisung meremas ujung sofa kuat,sesekali jisung juga meracau tak jelas,Raut ketakutan terpampang jelas di wajah jisung, keringat yg terus saja membasahi pelipisnya dan bibir yg memucat membuat doyoung semakin kalang kabut.

Doyoung yg panik merengkuh tubuh jisung,sesekali membisikan kalimat kalimat penenang yg sekiranya bisa mengurangi rasa ketakutan jisung.

"Tak apa ini hyung,dia mendatangi mu lagi?jisungie takut hm?tak apa,ada Hyung di sini"

jisung balas memeluk doyoung dan meremat kemeja doyoung tak kalah kuat,menumpah kan tangisannya dan menjadi jisung kecil yg rapuh dan tak bisa apa apa,hanya itu yg bisa jisung lakukan sekarang.

Bisa doyoung rasakan tubuh bergetar jisung perlahan hilang,hanya suara isakan pilu yg memenuhi ruangan cafe.

"Sudah sudah,sebentar lagi akan ramai orang datang,hapus air mata mu dan minum teh yg Hyung buat tadi"

doyoung mengusap lembut surai lembut milik jisung,dan tersenyum hangat yg hanya di balas anggukan oleh jisung.

"lebih baik kau ber istirahat-"

"Tidak perlu,aku sudah lebih baik sekarang hyung"

jisung yg selesai meneguk teh camomile nya langsung menyela doyoung dan berjalan ke arah ke tempat seharusnya ia melakukan tugasnya sebagai barista.

doyoung hanya mengehela nafas panjang dan membiarkan pemuda park itu melakukan sesuka hatinya,bahkan doyoung belum sempat mengobati punggung adik kecilnya itu.

Distance

Jisung melihat arloji nya yg sudah menunjukkan pukul 4:57, melihat sekitar cafe yg di penuhi oleh kebanyakan mahasiswa universitas yg terletak tak jauh dari cafe tempatnya berkerja.

tersenyum kecut mengingat ia tak bisa kuliah karna urung juga membayar adminitrasi yg sudah menungak berbulan bulan.

Beberapa temannya bahkan doyoung pun sudah berkali kali menawarkan untuk membantu membiayai kuliahnya tapi jisung terus saja menolak dengan alasan tak ingin mempunyai hutang Budi,alasan yg cukup klise sebenarnya.

jisung merebahkan kepalanya di meja,melipat tangan nya untuk ia gunakan sebagai alas untuk merebahkan kepalanya.

jisung yg hampir saja terlelap mulai mengerjap kan matanya saat suara ketukan di meja tempat ia meracik berbagai macam kopi itu di ketuk.

Matanya terbelalak lucu ketika ia tau siapa yg berhasil mengambil atensi nya,di hadapan nya sekarang adalah pemuda yg jisung hindari sebenarnya.

Bukan,bukan karna orang di hadapan nya ini adalah tukan bully atau pembuat onar,tapi orang di hadapan nya adalah orang yg mampu membuat jantung nya berkerja 2 kali lipat pada normal nya.

Jisung menegakkan posisi nya dan mencoba untuk tetap terlihat normal, mencoba menenangkan jantung nya yg sudah berdegup kencang,gila!
hanya karna atensi yg di berikan lelaki di hadapannya,jisung sudah kewalahan seperti ini.

"Americano satu dan tiramisu"

Saat jisung sedang menyatat pesanan orang itu,dan setelah nya jisung di buat terkejut oleh apa yg di ucapkan pemuda berdarah Chinese tersebut.

"Dan aku ingin kau yg mengantar nya"

TBC.

A/n

Book pertama moros,semoga bisa selesein sampai chapter selanjutnya.

Distance(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang