Prolog

32 1 0
                                    

Tahun 2XXX di laboratorium penelitian alat sihir Skyfallen, sedang terjadi konstruksi alat sihir baru oleh seorang teknisi terkemuka di laboratorium tersebut. Dia sedang membuat lambang sihir dengan cekatan dan tenang namun presisinya tepat. Perlahan dia menjauhkan dirinya dari alat sihir tersebut dan menyandarkan tubuhnya di kursi sambil menghela nafas tenang.

"kerja bagus, nii-sama"

Seorang perempuan berada dibelakangnya sambil memuji pekerjaannya dengan senyuman khasnya. Dia meletakkan secangkir teh dimeja dekat dengan teknisi itu.

"hum"

Teknisi mengangguk kecil kearah perempuan itu dan meminum teh yang ada dimeja tersebut. Setelah meletakkan cangkir teh itu, dia kembali melanjutkan pekerjaannya yang sedikit lagi selesai itu.

Selang beberapa waktu, alat sihir yang dia buat telah selesai dan akan di uji coba. Dia pergi ke ruang uji coba bersamaan dengan perempuan yang ada di ruangan itu.

Di ruang uji coba, dia memakai alat tersebut di tangannya yang terlihat seperti sarung tangan. Kemudian mengarahkannya ke target uji cobanya. Saat alat sihir itu mulai terisi dengan mana, teknisi itu langsung menembakkannya ke arah target.

Pada saat itulah kesialan terjadi, kesalahan yang dimana dia sendiri tidak tahu. Tembakan tersebut berbelok dan mengarah ke perempuan di belakangnya. Dengan cepat, teknisi itu mendorong perempuan itu dan membuat teknisi tersebut menjadi target dari tembakannya sendiri.

"Nii-sama! Nii-sama!!"

Perempuan itu melihat teknisi dan segera menyembuhkan teknisi tersebut, namun lukanya lebih parah daripada yang bisa dia sembuhkan. Teknisi itu mulai berbicara kepada perempuan itu.

"sepertinya... aku tidak bisa disembuhkan...."

Keadaan teknisi itu saat parah, hampir seluruhnya tubuhnya menderita luka parah karena alat sihirnya. Satu-satunya yang tidak terluka hanya bagian wajahnya.

"dengar... ini akan kukatakan... sekali..."

Teknisi tersebut sudah mulai melemah. Dengan dirinya memaksakan diri untuk bicara akan membuat dirinya makin melemah. Tapi itulah apa yang dia putuskannya sebagai kehidupannya yang hampir tamat.

"buatlah hidupmu... seperti yang... kau... mau... Sylvia...."

Dengan kalimat itu, teknisi itu menghembuskan nafas terakhirnya. Perempuan itu hanya bisa menangis melihat mayat dari kakaknya yang sudah tidak bernyawa. 

Silver in GensokyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang