Pria dengan Kacamata Hitam

5 3 0
                                    

Selamat Membaca ! ! !
[ Usahakan vote disetiap chapter-nya:^ ]
.
.
.
( Lovesong : Adele )

Jam terus berdetak perlahan, suara hiruk-piuk kota semakin terdengar dengan seiring munculnya sang mentari pagi. Suara kendaraan mulai banyak membelah jalanan di Kota Jakarta, dentingan gelas yang saling beradu karena dicuci, terdengar beberapa toko mulai terbuka. Asap kendaraan baik motor ataupun mobil semakin banyak, ditambah beberapa penjual pinggiran yang menjajahkan soup, bubur, dan makanan lainnya.

Di pinggir kota sana. Berdiri sebuah toko bunga yang tidak terlalu luas, pagi-pagi sekali toko bunga yang dihimpit gedung cafe dan bangunan kosong itu buka pada pukul 06.00.

Bunga-bunga asli itu terlihat sangat segar dan wangi, dibelakang toko terdapat taman yang halamanya lebih kecil dari toko tersebut.

Bunyi lonceng yang digantung pada atas pintu toko berbunyi. Seseorang melangkahkan kakinya dengan angkuh, netranya menatap berbagai macam bunga yang berwarna, seorang pelayan toko menghampirinya dengan sopan.

"Selamat datang di Toko Bunga Dahayu, ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya seorang pelayan dengan name tag Kanahaya.

Orang yang disebut tuan itu mengalihkan pandangannya pada bunga Mawar putih yang tersaji di sudut ruangan. "Berikan saya satu buket bunga itu. Secepatnya," ucap pria itu dengan tegas.

"Baik tuan, silahkan duduk dulu di sofa sebelah sana. Selagi saya membungkusnya." Pelayan itu menunjuk pada sofa di pinggir ruangan, sembari menunduk sopan dan berlalu pergi.

"Ku rasa toko bunga ini unik juga, perancangan dan dekorasi ruangan sangat menarik, terlebih ini bunga asli, bukan imitasi," gumam pria dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya itu. "Amanda pasti suka jika diajak kemari."

"Permisi tuan." Pelayan bernama Kanahaya tersebut kembali menghampiri pria yang masih memperhatikan beragam macam bunga disana.

"Mohon maaf sekali tuan, kebetulan untuk membungkus buket bunganya telah habis. Jadi saya perlu keluar sebentar untuk mengambilnya. Saya sangat minta maaf sekali, jika berkenan anda bisa menunggu 10 sampai 20 menit hingga buket bunganya selesai."

"Ah begitu... baiklah 10 menit, lebih dari itu. Saya lebih baik pergi dari sini."

"Iya tuan, terimakasih dan maaf sekali." pelayan itu menunduk dan langsung berlari mengambil tasnya dan keluar dari toko, meninggalkan pria tersebut sendirian.

Kacamata Hitamnya ia buka perlahan, agar leluasa melihat keindahan ruangan yang dipenuhi banyaknya bunga dengan warna bervariasi. Bel kembali berbunyi, menandakan seseorang tengah masuk kedalam toko itu, pria yang baru saja membuka Kacamata Hitamnya itu dengan terburu-buru memakainya kembali.

Terlihat seorang wanita tengah ke susahan membawa beberapa kantung berisikan bunga. Penampilannya sangat kotor dan kucel, rambut panjang hitamnya pun terlihat sudah lepek karena keringat yang terus bercucuran.

"Kak Haya. Kak Anggun aku sudah membawa bunganya. Jangan lupa uang tip ku pagi ini ya! agar aku cepat kaya, hahaha...," ucap wanita tersebut semabri terawa pelan. Bahkan ia tak sadar bahwa ada orang lain selain dirinya yang mendengar hal itu.

"Shut... Anna, bisa kamu kecilkan suaramu? apa kamu tidak melihat disana ada pelanggan?" gadis yang dipanggil Anna tersebut menolehkan pandangannya kearah sofa dipinggir ruangan, terlihat jelas oleh retinaya seorang pria dengan balutan jas berwarna navy itu tengah menatap sekeliling.

"Astaga lagi pula mana aku tahu, ada orang lain. Bukannya toko baru buka? kenapa cepat sekali ada pelanggan."

"Hey! jadi kamu tidak senang mendapat pelanggan cepat?!"

"Eehh, aku tidak bilang begitu ya. Kakak ini kenapa, kan aku hanya heran saja. Ini masih pagi sekali, dan sepertinya pria itu orang kaya. Terlihat jelas sekali dengan balutan yang ia pakai, serta aksesorisnya." pelayan yang bernama Anggun tersebut mendengus kesal menatap rekannya yang diam-diam memperhatikan seseorang dengan gamblangnya.

"Lalu? apa harus kamu melihatnya dengan tatapan seperti itu hem? setidaknya, cepat buatkan ia minuman sana. Jika Kak Yuna tahu, kamu telat kembali... aku gak segan-segan ya laporkan kamu," ucap Anggun dengan tegas. Bukan semata ia jahat pada orang, ia hanya tidak mau melihat rekannya kembali mendapat skors dan berakhir gaji dipotong.

"Ihh... Kak Anggun serem ah. Mainnya lapor-laporkan. Ya sudah, aku ke belakang menyimpan bunga ini dulu." pamit gadis bernama Anna tersebut. "Iya, dan cepatlah buatkan minuman untuk pria itu. Aku harus mengurus buket yang akan dikirim."

Annalise Wienathan namanya, seorang gadis yang berumur 25 tahun itu bekerja sampingan di sebuah toko bunga di pinggiran kota. Hidup dengan kerja serabutan kerap ia lakukan selama dua tahun terakhir. Demi menyambung hidupnya, bahkan ia rela menjadi tukang cuci piring di sebuah tempat makan kecil.

"Ini dia kopinya tuan." pria itu mengganggukan kepalanya pelan. Menatap wanita di depannya dengan datar. "Dimana letak toiletnya?"

"Ah toilet? disana." tunjuk Anna pada sebuah lorong. "Tuan lurus saja, lalu belok kanan. Disana letak toiletnya." tanpa basa-basi pria tersebut melangkah dengan cepat melewati lorong tersebut.

"Huh, ternyata di dunia nyata banyak juga orang kaya seperti itu, selalu mempunyai sifat ketus dan to the point . Sangat menjengkelkan sekali," gumam Anna menatap horor punggung pria berkacamata hitam yang perlahan sudah mulai tak terlihat dari pandangannya.

"Ahh! masa bodoh, lebih baik aku bekerja kembali, agar tip ku semakin naik!"

***

Seorang pria dengan bahu lebar dan tubuh yang tingginya bisa mencapai 175 cm itu menatap kaca didepannya, kacamata hitam yang selalu bertengger di pangkal hidungnya kini sudah ia lepaskan.

Pria itu menatap dirinya di cermin, menatap dalam bola matanya yang berwarna cokelat cerah. Ada rasa gugup saat ia hampir saja ketahuan membuka kacamatanya.

"Ah kau benar-benar membuatku pusing. Mengapa bola mata semacam ini harus aku yang mempunyainya." gumam pria tersebut dengan frustasi, menatap dirinya dipantulan cermin.

Namanya Kalavan Arditama Lorein, seorang anak dari keluarga Arditama yang memiliki sebuah restoran bergaya zaman dulu, yang bernamakan GoldWin resto yang sangat terkenal di Jakarta Utara dan Bali.

Kalavan menghembuskan napasnya perlahan, lalu meraih kacamata hitamnya lalu ia pakai kembali, dan berlalu meninggalkan toilet.

Bruk!

"Kuto... harus ku peringati berapa kali sih? jangan sebarangan main disini. Kalau kak Yuna tau, aku juga yang kena omel."

Sedangkan yang dimarahi malah mengedipkan matanya lucu, lalu mengeong dan berlari kecil. "Haiss kamu itu, dasar kucing nakal," ucap wanita itu dengan kesal, ia perlahan merapihkan tanah yang sudah tercecer menyatu dengan tanah yang ia pijaki.

Kalavan yang melihatnya, entah dorongan dari mana ia, berjalan perlahan mendekati wanita tersebut. "Permisi." sontak saja wanita yang hendak berdiri langsung terkejut dan refleks mendorong tubuh di depannya.

Mereka sama-sama terjatuh, dan sialnya tanah mengenai baju kedua-nya. Wanita itu tersadar, lalu menepuk keningnya pelan. Menatap pria yang kini tengah membersihkan kemejanya.

"Oh tuan, maaf aku sungguh tak sengaja. Biarkan aku menolongmu." tangan wanita itu membantu membersihkan tanah kotor yang menghiasi kemeja mahalnya.

"Singkirkan tanganmu itu." perlahan wanita tersebut menengang mendengar suara tak suka dari pria dihadapannya. Ia menjauhkan tangganya.

Kalavan mengangkat kepalanya dengan kesal mentap wanita kucel di hadapannya. Lalu berujar, "Lain kali, aku tak segan-segan dengan hal seperti ini."

***
TBC

Tap bintangnya jangan lupa ya:]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kelabu LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang