Ingin Menikah

135 8 0
                                    

"Aku mau menikah, Yah," ucapku dengan sekali nafas. Membuat gerakan jemari Ilyas-Ayahku yang menari diatas keyboard laptop terhenti. Ayah menatapku tajam penuh intimidasi. Aku yang memang sangat lemah jika ditatap seperti itu, langsung menundukkan kepala. Karena tatapan ayah, benar-benar membuat nyaliku menciut begitu saja.

"Kamu kira menikah itu persoalan mudah?!" Ayah mulai meninggikan suaranya. Membuat Nahda-Ibuku langsung tergopoh-gopoh mendekat ke ruang tamu.

"Ada apa, Yah?" tanya ibu panik. Aku masih saja menundukkan kepalaku. Selain karena takut, aku juga tengah mencari alasan agar ayah dan ibu menyetujui keinginanku kali ini. Toh, umurku juga sudah mencapai target menikah. Sudah bisa disahkan menurut agama dan negara. Jadi, tak ada salahnya kalau aku menikah diusiaku yang masih sembilan belas tahun.

"Tanya sendiri sama anak ibu! Ayah mau ke kamar! Pusing ngurusin permintaan anak ibu yang gak difikir dua kali!" Ayah menutup laptop dengan kasar. Jelas hal itu membuat ibu bingung karena tak tau permasalahan apa yang terjadi antara aku dan ayah hingga membuat ayah seemosi ini.

"Apa Ayah gak takut kalau aku dan Abi melakukan hal yang dilarang dalam islam?!" memang dasarnya aku egois, aku masih saja mengeluarkan suara. Membuat kaki ayah yang baru saja hendak melangkah meninggalkan ruang tamu, membuatnya kembali menatapku dengan wajah memerah menahan amarah.

"Apa maksud kamu, Mira?!" bentak ayah membuatku tersentak. Begitu juga dengan ibu.

Ibu yang sudah tau jika suaminya itu tak bisa lagi menahan amarah, langsung mendekatinya dan mengelus lengan suaminya dengan sayang.

"Ada apa, Yah. Kita bicarakan ini baik-baik," ujar ibu dengan nada lembut. Membuat ayah mendengus, sedangkan aku menghembuskan nafas lega.

Ibu menyuruh ayah kembali duduk. Begitu juga dengan ibu yang juga duduk disamping ayah. Hingga membuatku kembali merasa terintimidasi karena harus berhadapan dengan dua orang yang sangat berarti bagi hidupku.

"Sekarang katakan, Mira. Ada apa?" tanya ibu.

Bukannya merasa semakin berani karena ada ibu, nyaliku justru semakin menciut. Entahlah mengapa bisa begini. Mungkin karena aku tak tega menatap wajah terkejut ibu saat aku mengatakan apa yang aku mau kali ini.

"A-aku ... mau ... menikah ...," lirihku. Nah, kan, benar dugaanku. Ibu pasti terkejut. Bahkan bola matanya sudah membesar saking terkejutnya. Namun, yang aku herankan, mengapa dengan ekspresi seperti itu sama sekali tak membuat kecantikan ibu luntur. Pantas saja ayah selalu menuruti apapun yang ibu katakan. Karena kecantikan ibu mampu mengalihkan dunia ayah. Eh!

"Menikah bukan persoalan mudah, Mira. Kamu masih sembilan belas tahun. Kuliah kamu baru saja memasuki semester dua. Apa kamu takut kalau ayah dan ibu gak bisa kuliahkan kamu?" tanya ibu yang mulai bisa mengendalikan keterkejutannya.

Aku melirih ayah yang hanya diam saja. Namun, nafasnya masih memburu. Pasti ayah tengah menahan amarah yang begitu besar karena permintaanku ini.

"Bukan gitu, Bu. Aku sama Abi saling mencintai. Abi juga sudah berniat melamar aku minggu ini. Kita gak mau terlalu lama pacaran. Apalagi pacaran zaman sekarang itu bikin takut. Apa ibu gak takut kalau terjadi apa-apa sama aku dan Abi?" tanyaku dengan nada merayu.

"Makanya putuskan saja Abi! Kamu masih terlalu muda, Mira! Jangan gegabah!" ayah kembali bersuara. Membuatku menatap ibu dengan tatapan penuh permohonan.

"Kenapa harus mendadak seperti ini, Mir?" tanya ibu yang masih berusaha sabar.

"Aku hanya ingin hidup dengan Abi, Bu. Aku mohon, restui aku kali ini ...." rayuku dengan mata berkaca-kaca.

"Kapan Abi akan datang?" tanya ibu yang langsung membuatku tersenyum. Sedangkan ayah menatap ibu tajam.

"Ibu!" peringat ayah. Mungkin agar ibu tak melanjutkan ucapannya. Sedangkan ibu hanya tersenyum kearah ayah.

"Minggu depan, Bu," jawabku. Ibu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Persiapkan dirimu baik-baik kalau mau menikah. Ibu dan ayah merestui." keputusan ibu membuatku berjingkrak senang. Berbeda dengan ayah yang kembali menatapku dan ibu bergantian dengan tatapan tajam.

"Terserah kalian!" setelah mengucapkan itu, ayah pergi dari ruang tamu dan masuk kedalam kamarnya. Menutup pintu dengan keras membuatku dan ibu tersentak kaget.

"Ibu mau lanjut masak. Nanti ibu yang akan bilang ke ayah persoalan ini," ujar ibu yang mulai melangkahkan kakinya kembali menuju dapur. Sedangkan aku masih saja bersorak ria sambil menghubungi Abi. Kekasihku yang sudah menemaniku selama lima tahun ini.

***

Gimana, nih, sama cerita kali ini?
Suka gak? 🤭😆

Jangan lupa komen dan rate yah😍
Jangan lupa juga follow akunku🤫

Mampir juga ke ceritaku yang ada di aplikasi "Novelme".
Judulnya 'Sah Untuk Aina'.
Ceritanya tentang friendzone🤫
Nama penanya tetap sama, kok. "ina_mrdh00"

Follow juga akun ig
Namanya : inamardiah_

Ups.. Kebanyakan follow yah😆
Gak papa deh. Biar aku makin semangat bikin ceritanya😆😍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Asa Dalam Duka (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang