Enam Jam Terakhir
Cerpen : Mulia Maulalathif
Pkl 17.00
Sore ini terasa lain, suasana yang tak enak begitu menyengatku, aku telah menduga apa yang akan terjadi sore ini, aku tak habis berfikir, bagaimana dengan mudahnya dia merubah semua yang telah lama kita bangun, kini aku bagaikan kayu rapuh yang tertimpa bongkahan batu besar, dan aku tak mampu menahannya. Aku rapuh... sangat rapuh...
Angin sejuk tak penah berhenti menimpa wajahku, lembayung kini telah terlihat menghias mega.
"Jadi keputusanmu tetap seperti itu?" Aku kembali memberanikan diri membuka suara.
"Zen... aku tak punya pilihan lain." Meta berbicara dengan pandangan kosong menatap suasana sekitar.
"Tapi kenapa mesti itu?"
"Aku tahu, kamu pasti tak mau menerima keputusan ini kan?"
"Ya... aku memang sangat, sangat tidak setuju dengan keputusan sepihak yang kamu keluarkan ini."
"Ok... lantas mau kamu apa?"
"Ta, kamu gak punya keputusan lain selain PUTUS."
Meta tersenyum kecut, dia memandangku, dan menggeleng.
"Aku tak tahu mesti berbuat apa sekarang, memangnya hanya karena kamu merasa aku telah tidak cocok lagi bagi kamu, kamu dengan mudahnya mengambil keputusan ini? Alasan standar!"
"Lho, kamu kok bilang gitu sih?"
"Ya iya lah, mana ada orang dengan Blak - blakkan bilang, 'aku sudah tidak sayang kamu lagi', dan alasan yang paling bagus kayak gitu kan?"
"Enggak Zen, aku bener - bener ngerasa kalo hubungan kita ini sudah gak sejalur lagi, kamu tahu kan, sekarang - sekarang kita banyak berselisih, mana kita jarang ketemu lagi, aku gak bisa jalanin hubungan kalo seperti ini terus, aku capek Zen, kamu bisa ngerti aku kan?"
"Meta, coba kamu pikir, apakah semua yang kamu ucapin itu seluruhnya salah aku? Sehingga kamu melimpahkan semua kesalahan itu padaku dengan cara seperti ini?"
"Aku gak nyalahin kamu Zen, ini bukan kesalahan kamu seluruhnya kok, akupun sadar kalau selama ini aku banyak salah sama kamu, dan kamu harus ngerti kalau keputusan ini aku buat untuk kebaikan kita juga."
"Kebaikan kata kamu? Menurutku bukan."
"Maksud kamu?"
"Aku rasa putus bukanlah jalan yang terbaik, aku yakin kita masih bisa memperbaiki hubungan kita. Jalan kita masih sangat panjang Ta. Aku tidak mau dengan sangat mudahnya melepas semua kenangan yang telah terbentuk."
Meta terdiam.
Aku menarik nafas panjang, "Jadi keputusan kamu tetap sama?"
Meta mengangguk.
"Aku tetap tak mau habis pikir, kenapa hubungan yang telah berjalan empat tahun ini mesti di akhiri hari ini, aku kecewa ma kamu Ta! Dan yang aku sayangkan kenapa kamu dengan mudah melepas komitmen kamu, yang dahulu kamu bilang akan tetap dijaga."
Meta tetap membisu.
"Aku menyerah, semuanya aku serahkan sama kamu."
Meta mengulurkan tangannya kepadaku, ia hendak mengajakku berjabat tangan.
"Untuk apa?" Ujarku, aku yak menghiraukan ajakannya.
"Zen, makasih ya buat cinta kamu, kasih sayang kamu, perhatian kamu, dan semua yang pernah kamu kasih ma aku, aku gak akan pernah lupain semua itu. Dan aku juga mohon maaf kalau keputusan ini tak bisa aku tarik lagi, aku tahu kau sangat - sangat kecewa sama aku. Aku mohon kamu terima, demi kebaikan kita juga Zen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Enam Jam Terakhir (Cerpen)
Short StoryAku masih teduduk, gelap telah sepenuhnya merangkul alam ini, tanpa rasa penat aku terus terduduk, tak banyak yang mampu kuperbuat kini, selain menyaksikan hilangnya sebagian asa yang seolah telah lama melekat dalam tubuh ini. Begitu sakit, begitu p...