Exercitus (Suga)

44 3 0
                                    

Ruangan bercat putih biru itu masih hening. Saga masih harap-harap cemas menanti kelahiran sang buah hati. Dengan seragam militernya ia terlihat khawatir di kursi tunggu. Sesekali ia berdiri, jalan bolak-balik sambil menggigiti kuku tangannya. Kadang, saat ia sudah begitu frustasi menunggu dia hanya bisa membuang napas kasar, pandangannya bahkan tidak pernah berhenti melihat perjalanan waktu di jam tangannya.

Bau obat serta perawat yang terdengar sibuk. Baru kali ini saga terlihat begitu takut, ia takut ada apa-apa dengan istri dan anaknya. Maklum saja, ini anak pertama dirinya dan sang istri.

Beberapa menit kemudian, ayah dan ibu Saga datang, lalu di susul oleh kedua mertuanya.

"Bagaimana dengan Denisha?" tanya sang ibu pada Saga.

"Masih di ruang operasi bu." jawab Saga

Semua masih harap-harap cemas, semua orang sangat menanti kelahiran sang jabang bayi. Beberapa jam berlalu, pintu kaca besar itu akhirnya terbuka, seorang perawat tampak keluar dengan wajah panik.

"Pasien mengalami pendarahan hebat dan membutuhkan kantong darah segera, apa diantara keluarga ada yang golongan darahnya sama dengan Bu Denisha?" ujar perawat

"Saya dok! saya kakaknya." ujar Ranisha unjuk tangan.

"Baik, silahkan ikut saya."

Renisha pun ikut bersama perawat. Tak lupa, sebelum masuk ruang operasi ia memastikan diri pada semuanya kalau dia dan Denisha akan baik-baik saja.

Beberapa jam berlalu, operasi pun selesai. Dokter dan beberapa perawat mulai keluar dari balik pintu besar berbahan kaca tak tembus pandang itu.

"Bagaimana keadaan istri saya dok?" Saga bertanya dengan nada cemas.

"Selamat, anak anda laki-laki. Keadaan istri anda sudah membaik, sebentar lagi kami mengantarnya ke ruang rawat."

Semua orang yang mendengarnya jadi lega. Ada yang berucap syukur, ada yang menangis haru, adapula yang berteriak bahagia.

Tiga perawat kemudian keluar dari ruang operasi sambil mendorong brankar Denisha. Denisha masih belum sadar diri, masih dalam pengaruh obat bius, karena ternyata ia tidak bisa melahirkan normal melainkan sesar.

Saga terus mendampingi Denisha dengan setia, ia turut mendorong brankar sang istri hingga masuk ke ruang rawat VVIP diikuti dengan keluarga lainnya juga.

Bayi mereka masih berada di ruang bayi, masih dibersihkan oleh para perawat. Setelah di pindahkan ke tempat tidur, Saga langsung duduk di samping Denisha, terus mengusap bagian atas kepala istrinya dengan lembut, genggamannya pun tak lepas dari tangan Denisha.

"Ah, lemas juga habis donor darah." ujar Renisha yang baru kembali dari ruang donor darah.

"Sini kemari, istirahat. Kau pasti masih lelah." panggil sang ibu

"Anak jagoan." puji sang ayah bangga kepada putrinya itu.

Denisha dan Renisha adalah saudara kembar non identik. Renisha lebih tua dari Denisha, beda semenit keluar dari perut sang ibu. Meski kembar, keduanya memiliki kepribadian yang sangat jauh berbeda. Jika Denisha adalah wanita lemah lembut, Renisha adalah sebaliknya, dia adalah wanita tomboy yang tangguh.

° ° °

Tepat pukul tujuh malam, dua suster dan seorang dokter masuk ke dalam kamar rawat Denisha, menyampaikan kalau sang bayi sudah bisa di berikan. Raut wajah bahagia langsung tersemat di semua wajah orang yang hadir di sana. Suara tangis bayi mulai terdengar, membuat siapapun yang mendengarnya jadi gemas.

Saga memandangi sang buah hati dengan perasaan bahagia, bahagia karena kebahagiaannya sudah lengkap sekarang, ia kini telah menjadi ayah sekarang.

Hal pertama yang dilakukan Saga adalah mengumandangkan suara adzan pada anaknya, ia mengumandangkan alunan adzan itu dari mulutnya sendiri, dengan harapan sang buah hati kelak menjadi anak yang saleh dan bertaqwa kepada penciptanya.

EXERCITUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang