da

27 5 0
                                    

[i.]

"Ini revisi." Jimin mengangguk.

"Kamu bukan anak SMP kaya gini aja masih salah? Perbaiki." Jimin mengangguk lagi.

"Ini juga perbaiki, sudah saya tulis petunjuknya disini." Kesekian kalinya, Jimin mengangguk lagi.

Jika loncat dari lantai lima ruangan dosen pembimbingnya tidak menyebabkan nyawa melayang, rasanya Jimin sudah loncat sedari pembimbingnya menatap dirinya nyalang seraya mengatakan, "Ini revisi." berkali-kali.

Profesor Nam menghela nafas, badannya dijatuhkan ke punggung sofa. Tidak habis pikir kepada anak didiknya yang satu ini, sudah berkali-kali bimbingan dan revisi kesana kemari tetap saja pekerjaannya masih banyak yang harus di benahi kembali. "Masih banyak yang harus diperbaiki, minggu depan bisa hubungi saya lagi untuk bimbingan selanjutnya."

"Baik, Prof."

"Saya harap minggu depan ini sudah sempurna semua agar bisa lanjut ke bab selanjutnya. Kamu mau lulus kan Jimin?"

Jimin mengangguk, "Mau prof." siapa yang tidak ingin lulus kuliah, sih?

"Kerjakan skripsimu dengan benar! Jangan pacar-pacaran dulu."

Jimin terkekeh kecil. Bagaimana mau punya pacar jika pujaan hatinya saja tidak pernah meliriknya. "Haha, iya siap Prof. Saya juga tidak punya pacar kok, Prof."

"Bagus. Kalo tidak ada yang ingin dibahas kembali, kamu bisa keluar sekarang sebentar lagi saya ada kelas."

Jimin tentu saja langsung mengangguk dengan semangat dan segera merapihkan laptop dan berkas-berkasnya yang berada diatas meja dosen pembimbingnya. Tersenyum hanyat dan membungkuk, memberi salam kepada Profesor Nam dan segera beranjak keluar ruangan.

Tepat saat Jimin membuka pintu, pria dengan rambut platinum blonde juga akan mengetuk pintu. Tangannya sudah menggantung di udara dengan Jimin di depannya.

"O-oh, Yoongi?" tatapan terkejut Jimin tidak lepas dengan senyum canggung yang dilemparkan oleh pria di depannya.

Yoongi tersenyum ke arah Jimin, "Halo, Jimin." sapanya.

Rona merah yang menjalar dari pipi hingga telinga Jimin. Astaga, ingatkan Jimin untuk segera menguburkan diri setelah keluar dari ruangan pembimbimnya.

Suara dari dalam ruang menginterupsi keterkejutan Jimin, "Oh, Yoongi! Cepat masuk saya sebentar lagi ada jadwal kelas. Jimin? Kamu mau disana jadi penjaga ruangan saya?"

Seperti petir yang menyambar karena adanya muatan listrik didalam awan, ucapan Profesor Nam membuat Jimin menggeleng dengan cepat. Membungkuk dengan cepat untuk salam perpisahan kepada Yoongi—yang terdiam sedari tadi memperhatikan Jimin yang juga memperhatikan Yoongi dengan tatapan terkejut—dan Profesor Nam di ruangannya.

Jimin berlari dengan kencang layaknya Cheetah menuju kamar mandi terdekat. Kaki dan tangannya bergetar karena rasa kejut yang berlebih.

Oke. Ini memang berlebihan, namun kenyataannya Jimin benar-benar terkejut.

Jimi menghela nafasnya dengan kasar. Menatap pantulan tubuhnya saat ini. Matanya melebar saat Jimin melihat dirinya sendiri yang terlihat sangat berantakan.

Niat hati ingin menenangkan diri, berakhir dengan terkejut dengan penampilannya yang tidak beraturan.

Rambut acak-acakan, kemeja lusuh, muka kusam. Benar-benar seperti anak yang tak bisa mengurus badannya sendiri. Pantas saja Profesor Nam menanyakan Jimin ia sudah mandi atau belum sebelum melakukan bimbingannya tiga puluh menit yang lalu.

"Bisa-bisanya ketemu Min Yoongi dengan tampang seperti ini."

Ya Tuhan, tolong tenggelamkan salah satu umatmu yang tampan tapi sedang tampan ini.

da da da daTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang