Malam itu di sebuah rumah kecil di desa Sina, tampak seorang gadis yang sedang termenung di depan jendela kamarnya. Di tangannya terdapat secarik foto dirinya bersama kedua orang tuanya. Tatapannya begitu sayu dan lesu.
Tok tok tok ..
"Ayah?" kata gadis itu saat melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya.
Pria paruh baya itu datang dengan senyum lembutnya. "Hmm? Gimana sayang? Udah siap - siap, kan?" Gadis itu mengangguk.
Ia kemudian melihat ke arah tangan gadisnya dan mendapati foto keluarganya disana. Hatinya kembali merasa sesak namun ia tidak boleh menampakkannya di depan anak gadisnya itu. Ia tidak ingin mereka berlarut - larut terjebak dalam kesedihan.
Ia lantas membelai rambut panjang anak satu - satunya itu. "Acha masih sedih?"
Bahkan lebih dari kata sedih, batin gadis itu.
"Tidak ayah. Acha hanya sedikit rindu Bunda." Ia tahu jika anaknya sedang berbohong. Bahkan dirinya sendiri tidak dapat memungkiri bahwa dia juga sangat merindukan mendiang istrinya, yang seminggu lalu telah pergi meninggalkan mereka.
Namun disisi lain ia sangat bersyukur memiliki Acha yang tidak manja dan pengertian terhadapnya.
"Ayah juga rindu Bunda. Besuk sebelum pindah ayo kita menjenguk Bunda dulu sebentar,"
"Baiklah! Acha juga harus mengabarkan pada Bunda kalau kita sudah akan pindah dari sini," kata Acha sambil matanya berbinar menatap sosok Sang Bunda dari selembar kertas di tangannya.
Ayah Seo mengangguk sembari tersenyum hangat melihat antusias anaknya bertemu dengan mendiang istrinya.
Sayang, lihatlah bahkan dalam kondisi seperti ini anak kita masih menjadi anak yang selalu bersemangat, persis sepertimu.
✨
"Selamat datang Pak Seo! Silakan masuk ..." Mama Lee menyambut tamunya yang baru datang dengan riang. Papa Lee juga membantu membawakan barang - barang mereka ke kamar yang sudah disediakan.
Ayah Seo adalah sopir pribadi dari keluarga Lee selama bertahun - tahun. Karena sifatnya yang jujur dan ramah maka keluarga Lee sudah sangat cocok dengannya hingga tidak pernah mencari pengganti.
Keluarga Lee memiliki anak tunggal yang lebih tua satu tahun dari Acha, Lee Jeno. Acha hanya pernah bertemu beberapa kali saat keluarga Lee mengundang keluarga Seo pada peringatan hari penting seperti saat ulang tahun atau hanya sekedar piknik kecil - kecilan.
Dari apa yang dapat dilihat Acha, Jeno merupakan anak yang cuek dan tidak pernah tersenyum pada orang asing seperti dirinya namun akan menjadi manja di depan orang tuanya.
"Semoga Acha betah ya tinggal disini," kata Mama Lee sambil tersenyum memperlihatkan eyesmilenya yang begitu cantik.
Acha mengangguk senang, "Tentu Acha akan betah, Nyonya."
"Jeno sini dong kamu salaman," kata Mama Lee.
"Papaa apaan deh, bolanya ketutup perut papa!"
Papa Lee berdiri di hadapan anak lelakinya yang sedang asik bermain PS.
"Atuh ah Papa ganggu Jeno dikit lagi menang," sambil mengibaskan tangannya isyarat untuk Papanya menyingkir dari hadapannya.
"Jen.."
"Iya iya ini lagi mau otw jalan."
Papa Lee menatap anaknya sambil menggelengkan kepala.
Jeno menghampiri Ayah Seo dan Acha. Setelah menyalami Ayah Seo kemudian ia beralih menatap Acha sebentar,
"Halo! Kakak bisa panggil aku Acha. Semoga kita bisa akrab.." sapa Acha dengan semangat.
"Tuh kan akhirnya kamu ada yang panggil kakak. Katanya dulu mau punya adek," ujar Mama Lee menggoda anaknya.
Jeno masih terdiam dan mengabaikan uluran tangan Acha serta candaan Mama Lee. Acha merasa sepertinya Jeno tidak nyaman dengan keberadaanya, dilihat dari tatapannya yang datar dan cenderung tidak suka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jeno." jawabnya singkat tanpa membalas uluran tangan Acha dan segera berbalik kembali ke tempatnya semula, melanjutkan permainannya yang sempat terhenti.
Tangan Acha yang masih terulur di udara segera ia tarik kembali.
Nggak apa - apa. Kak Jeno cuma belum terbiasa aja sama kehadiran Acha. batin gadis itu.
Mama Lee yang merasa suasana berubah canggung segera merangkul Acha dan mengajaknya ke kamar yang sudah disediakan menyusul Ayah Seo yang sudah duluan berberes - beres disana.
"Lain kali jangan kaya tadi, Jen."
"Emang Jeno kenapa?"
"Kamu tahu persis apa maksud papa,"
"Hmm.. Iya." kata Jeno dengan malas. Papa Lee menghembuskan napas pelan dan segera pergi dari ruangan itu, hendak membantu Acha dan ayahnya berberes.