Udara malam ini terasa lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Namun itu tak membuat Livia beranjak masuk ke dalam rumah. Sejak 1 jam yang lalu dia duduk di teras rumahnya sambil menatap langit malam yang semakin menggelap tanpa adanya bintang. Gadis itu menarik nafas berat, seperti keadaannya saat ini.
Teringat 2 tahun lalu di tempat yang sama namun dengan keadaan berbeda. Saat itu hatinya sedang dalam kondisi tidak baik, tetapi dengan semangat yang diberikan mamanya dia bisa kembali melanjutkan hari-harinya dengan hati yang tenang.
"Ma, apa mama sudah bangga dengan Livi sekarang? Livi udah kerja seperti yang mama harapkan. Mama bisa liat kan? Livi kuat ma. Bisa bertahan sampai detik ini. Berarti Livia hebat kan?"
Gadis itu tersenyum sambil menatap kursi di sebelahnya. Diusapnya kedua pipi yang mulai basah.
"Ma, Livi kangen mama." Lirihnya sedih.
Mungkin jika dulu dia seperti ini, mamanya akan langsung memeluknya sambil memberinya semangat. Tapi saat ini kondisinya sudah berbeda. Hatinya saat ini memang sedang tidak dalam kondisi baik, tetapi tidak ada semangat yang dia terima dari seseorang yang penting di hidupnya lagi. Yang biasa menemani malam dingin dengan kondisi hati yang tidak tenang seperti saat ini, duduk dikursi sebelahnya.
Mamanya. Penyemangatnya.
Sudah tidak ada lagi di dunia.
Setahun tanpa mamanya, hidup Livia berbeda. Kali ini dia diharuskan lebih mandiri dari sebelumnya.
Setahun lebih Livia menjalani hari-hari berat tanpa mamanya, membuat dia menjadi gadis yang kuat dari luar. Namun rapuh didalamnya. Tapi itu tidak membuat Livia putus asa. Gadis itu tetap semangat menjalani hari-harinya yang kadang membuatnya lelah.
Deringan ponsel di meja membuat Livia tersadar dari momen saat bersama mamanya dulu. Dengan senyum tipis dia menjawab telfonnya.
"Halo," sapanya pada seseorang di telfon.
"Ada dimana?"
"Malam gini ya dimana lagi kalau bukan dirumah."
Seseorang di seberang telfon tertawa ringan. "Iya aku tau kamu dirumah, tapi lagi dimana, lagi ngapain, maksudnya."
"Lagi di teras depan rumah. Kenapa?"
"Ngapain?"
"Duduk-duduk aja sih, emang kenapa?"
"Malam ini dingin loh,"
"Ya terus kenapa?"
"Dengan pakai kaos sama celana pendek gitu kamu gak kedinginan?"
Livia mengerutkan dahi. Dia melihat pakaian yang ia kenakan saat ini.
Kaos dan celana pendek rumahannya yang memang biasa ia pakai. Masih normal.
Tapi tunggu dulu. Bagaimana orang di seberang telfonnya ini bisa tau pakaiannya sekarang?
Terdengar tawa dari seseorang di telfon.
"Bingung ya kenapa aku bisa tau? Sini gih buru bukain pagernya. Aku udah pegel nungguin cewek manis yang entah lagi ngelamunin apa sampai gak sadar kalau ada orang didepan pagernya daritadi."
Gadis itu menoleh ke arah pagar rumahnya dan benar saja. Ada seseorang yang sedang duduk diatas motor sambil tersenyum manis ke arahnya. Tanpa pikir panjang iapun langsung menghampiri orang tersebut.
"Lagi ngelamunin apa sih sampai gak denger ada suara motor tadi?" tanya orang itu setelah Livia menyuruhnya duduk di kursi yang tadi ditempatinya.
Livia tersenyum sambil menggeleng pelan. "Bukan hal yang penting." Jawabnya singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE TO THE MOON AND BACK
ChickLit"Cinta muncul ketika kita mulai nyaman pada seseorang dan secara gak sadar sudah menempatkan nama orang tersebut di salah satu kotak di hati kita yang bernama Cinta Karena yang menggerakkan cintaku ke kamu bukan otakku tapi hatiku. Dan hati gak paka...