"De, bangun atau mau kakak yang bangunin."
Ah sial ... kuping ini bisa panas setiap hari oleh dirinya. Teriakan yang seakan menganggu ketenanganku saat tidur.
"Gue lupa, astaga. Hari ini penerimaan murid baru."
Dengan cepat aku bergegas mandi dan berpakaian rapih seperti murid teladan, "Nathan, hari ini hari pertama. Semangat."
Layaknya prajurit yang bergegas untuk bertempur, aku pun bergegas ke bagasi untuk menunggangi kendaraan bermesin roda dua."Eh, lu ga sarapan dulu?"
"Udahlah, bisa disekolah juga. Naik atau gue tinggal?"
"Iya-iya."
Jalanan hampir padat dengan kendaraan motor dan mobil yang sudah mulai memenuhi rongga jalan hingga kami berdua sampai disebuah Sekolah yang lumayan terkenal dikota ini.
"Gila lu, naik motor apa mau ngajak mati?" tanyanya.
"Udahlah, udah sampai kan, jadi ga usah di bahas ... cerewet." Tanpa ucapan terima kasih itu anak pergi dengan wajah yang tidak menunjukkan kesalahannya.
Nathalia Azelya Fransisca, itu lah namanya. Walau umurnya lebih tua dari aku, ya hanya setahun tapi sifatnya tidak jauh beda dengan anak yang baru beranjak remaja dan aku Nathan Azelya Azka, kami berdua terlahir dari orang tua yang sama. Aku sendiri ga tau alasannya mereka memberi nama yang sama dengan sebutan Azelya, tapi dengan wajah seperti ini seengaknya dapat menutupi nama tersebut.
"Lah, gue kan baru masuk sekolah, sampai lubang semut pun gue ga tau ini tempat, ahh ... punya kakak emang otaknya tiarap."
Setiap tempat ku telusuri, banyak tatapan ke arah ku, risih sudah pasti. Dalam hati ingin sekali ku teriak tapi ga sebego itu juga aku melakukannya.
"Nah, ada murid dengan pakaian osisnya, gue tanya deh."
"Halo, permisi kak." Dia menengok ke belakang.
"Cantik beut, gila. Gue harus cuek," ucap dalam hati.
"Iya? Ada apa ya." Suaranya lembut, jauh beda dengan kakak gue yang mirip kaya senar bass pada Gitar.
"Kok gue jadi salting," ucap dalam hati.
"Gue, eh, maksudnya saya murid baru disekolahan ini kak, boleh tau saya harus kemana?" Tangannya menunjukan ke suatu tempat yang tidak jauh dari sini.
"Disana."
"Aihh, gue kaya orang bego sumpah, segede itu lapangan masa gue ga tau." Lagi-lagi aku harus menahan malu.
Aku meninggalkan siswi tersebut, walau tak rela tapi mau bagaimana lagi. Aku juga tidak ingin hari pertamaku disekolahan menjadi heboh. Ternyata setelah berjalan menuju lapangan, aku mulai berpikir bahwa sekolah ini bisa dikategorikan favorit bagi siswa-siswi lulusan dari sekolah jenjang sebelumnya. Lapangan pun hampir segalanya ada disini, ya yang aku perhatikan hanya lapangan Basket.
"Kamu! Cepat ke sini"
"Eh saya?" Menengokkan kepala ke belakang."Iya kamu!" Dengan nada yang lumayan keras, dia memerintahkan aku.
"Ini sekolah atau apa sih, perasaan galak semua deh. Cantik lu pada mubazir." Memandang aneh ke setiap pengurus Osis wanita.
Semua pandangan tertuju pada satu wanita, ya walau tidak ku kenal tapi diliat dari sikapnya, siswi tersebut mukanya bikin nyaman. Tapi aku kira dia adalah kakak kelas, ternyata dia sama seperti aku yang baru masuk.
"Ya Tuhan, pertemukan dia denganku saat pembagian kelas nanti."
Pembagian kelas ternyata sudah dibagi dan aku telat datang untuk mendengarkan dimana aku akan di tempatkan. Seketika mereka berjalan ke kelas masing-masing dan aku masih duduk dikursi, bingung ya pasti, malu? Sudah tentu.
"Gue ganteng-ganteng gini tapi bego akan dunia sendiri, ah sialan."
Tidak lama dari itu, salah satu siswi dengan rompi yang bertuliskan Osis datang menghampiriku. Kalau iya ini galak lagi, sudah ku pastikan kabur.
"Eh, kamu masih di sini? Loh, kamu kan yang tadi nanyain bukan?" Dengan lembutnya dia bertanya padaku.
"Eh, anu, iya kak."
"Duh, gue dari tadi salting mulu sih sama kakak kelas ini," gerutu dalam hati.
"Ngapain? Bukannya sudah saatnya masuk ke kelas masing-masing?" Kalau ku tebak, mukanya sudah pasti kebingungan.
"S-Saya tadi telat kak datangnya dan saya juga ga tau akan ditempatkan di kelas mana." Rasa malu sudah tidak dapat terbendung lagi.
"Nama kamu siapa?" Tanyanya.
"Nathan Azelya Azka kak."
"Nama kamu lucu juga ya." Muka aku memerah, sudah pasti merah.
"Ya sudah, ikut kakak."
Dalam hati ingin sekali cuek tapi malu ku lebih kuat dari pada itu, ah sudah lah jangan lagi datangkan aku kejadian memalukan lagi. Sudah cukup.
Suasana yang sangat sepi sekali, rasanya tidak mau meninggalkan tempat ini. Tuhan, berikan aku mesin waktu, aku ingin lulus cepat. Melelahkan sekali dan juga mempunyai kakak seperti itu dapat membuat kepalaku serasa ingin pecah.
"Tuhan, tukarkan lah kakak aku dengan kakak lain yang sedikit waras."
Pengen nangis tapi untuk apa menangisi kakak yang otaknya miring, cantiknya juga mending ditukar dah sama sifatnya.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
That's My Brother
HumorSampul Seadanya [On Going] Jangan Anggap Kami Berdua Sebuah Pasangan Kekasih