Now, It's More Than Toys and Candies

99 15 1
                                    

Kapan sih, terakhir kali Jeongguk merengek? Seingat Seokjin, beberapa tahun yang lalu, ketika dia masih usia tiga tahun. Waktu itu keadaan finansial keluarga mereka hanya cukup untuk makan sehari-hari. Bahkan untuk jajan pun, Seokjin harus menyisihkan nominalnya yang tak seberapa. Ia juga berkorban cukup besar ketika Jeongguk menangis minta dibelikan mainan di hari ulang tahunnya dan Seokjin jadi belajar berbesar hati.

Tapi sekarang? Astaga. Anak itu merengek minta bantuan, ingin mulai pendekatan dengan seorang bernama Taehyung. Pemuda pemilik senyuman manis itu sebenarnya adalah teman Seokjin yang kebetulan berbeda satu tahun dengan Jeongguk. Seokjin sempat menyuruh adiknya untuk menemani, saat Taehyung berkunjung ingin bertanya soal beberapa tugas yang tidak dimengertinya. Mereka terlihat sangat nyaman dan nyambung, padahal baru ditinggal lima belas menit, Taehyung dan Jeongguk sudah menertawai sesuatu bersama. 

“Kak, please bantu aku deket sama Kak Taehyung. Boleh, ya?” katanya, sambil memohon. Sedangkan Seokjin berusaha sebisa mungkin untuk tetap fokus memasak makan siang sebelum ia pergi mengajar les bahasa inggris khusus sekolah dasar. Dan Jeongguk masih setia berada di dekat Seokjin, sebelum kakaknya mengatakan sesuatu.

“Terus, mau kamu, Kakak ngelakuin apa?”

“Kasih aku nomor Kak Taehyung atau kasih tahu dia kalau I have a crush on him. Itu sudah cukup. Tinggal ditunggu responnya apa. Gimana?”

Supnya kurang garam. Seokjin lantas mengambil toples dengan tulisan salt di pinggirnya dan memutar tutupnya hingga terbuka. Memberikan sekitar tiga per empat butiran-butiran seperti pasir berwarna putih, kemudian kembali mencicipi. Sudah pas rasanya.

“Oke. Nanti Kakak usahakan.”

Lantas, senyum lebar menghiasi wajah Jeongguk, sambil memeluk pinggang sang Kakak cukup erat. Seokjin pun tidak tahan dan tersenyum akan perlakuan Jeongguk kepadanya. Tak pernah ia sangka, adik yang ketika itu berusia tiga tahun, sudah punya keinginan yang lebih dari sekedar mainan dan permen saat beranjak dewasa. Ternyata, waktu berlalu sangat cepat, ya? Tak terasa Jeongguk sudah berusia dua puluh satu sekarang. Tinggi badan mereka juga hampir sama. Seokjin juga tak perlu menunduk demi bertatapan dengan sang Adik.

“Aku antar Kakak ke tempat les, ya?”

“Baiklah, Tuan Perayu.”

*

Sekitar jam tiga sore, Jeongguk sudah memarkirkan mobilnya di depan salah satu unit ruko, tempat dimana Seokjin mengajar. Sebenarnya, ini bukan sogokan, tetapi memang kebiasaan Jeongguk ketika ada waktu luang di sore hari. Lumayan, dibayar segelas iced caramel macchiato atau americano, tergantung suasana hati. Selama menunggu, ia membiarkan radionya menyala, sambil mendengar dua orang penyiar sedang mengobrol tentang tren musik tahun ini. Kemudian merogoh saku celananya dan meraih ponsel dari dalam sana, memberi tahu Seokjin bahwa ia sudah datang.

Kira-kira, sudah tahun keberapa ya, sekarang? Empat? Atau Lima? Mungkin lebih dari itu. Tak disangka ia sudah hafal banyak arah juga nama jalanan. Bahkan melancong dari kafe satu menuju kafe lainnya. Untuk beberapa tempat, Jeongguk sudah melepaskan aplikasi penunjuk jalan dan lebih banyak menggunakan insting daripada sebuah program dalam ponsel. Berterima kasih pula kepada Seokjin, karena sering mengajaknya berkelana, mempelajari banyak arah jalanan hingga hafal.

Ketukan pelan di kaca mobil menghentikan Jeongguk dari lamunan. Cepat-cepat ia membukakan kunci pintu mobil, sehingga Seokjin bisa duduk pada kursi penumpang. Tidak seperti seseorang yang sedang kelelahan, Seokjin tampak baik-baik saja. Entah karena wajah tampannya atau memang pekerjannya sangat menyenangkan? Apa jangan-jangan, aura para siswa sekolah dasar itu terikat kepada Seokjin dan hasilnya, yah, membuat Kakaknya itu masih tampak segar.

Now, It's More Than Toys and Candies (KookV)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang