Violet

5 0 0
                                    

"Violet, silahkan maju ke depan. Jawab soal ini!" Bu Via kini berada di samping meja Violet sambil mendaratkan spidol di meja Violet. Violet hanya ternganga tak menyangka ia akan ditunjuk sebagai penjawab soal sedangkan nilai pas-pas an sudah membuat ia riang. 

"Bu, Bu? Saya?" Violet terbata-bata. Dirinya masih shock atas penghargaan yang tak disangka-sangka ini. Ini penghargaan pertaman kalinya seumur hidup. Bu Via menurunkan kacamatanya lalu mengangguk, alisnya menandakan menyuruhnya ke depan. Kenapa harus alis? Ia sama sekali tak menyukainya. Di sekolah ini, alis Bu Violet adalah yang paling menyeramkan daripada masuk BK atau yang lainnya. Sekali angkat alis menandakan ranjau sudah diinjak. Pilihannya hanya ada dua, tinggal kelas atau mengerjakan 1000 soal + 1 minggu keliling lapangan 20 keliling + jadi asisten pribadi selama 1 bulan. Option kedua sangat-sangat realistis bukan hanya dengan 2 hukuman pertama tapi untuk pilihan ke-3 bisa menjadi berkali-kali lipat hukumannya.

"Ah, sudahlah. Mungkin emang takdir" Batin Violet. Dengan percaya diri Violet maju ke depan, lalu menuliskan kemungkinan jawaban matematika yang sama sekali tak ia mengerti kecuali kabataku, kali bagi tambah kurang. Ini? Logaritma. 

"Bagaimana bimbingannya murid kesayangan?" Kiera menambah api di atas kepala yang dari tadi sudah mendidihkan air beberapa liter. 

"Sudaaaah Yang Mulia" Violet seolah tersenyum lalu mengayunkan tangan dan sedikit membungkukan badannya. Suara kekehan Kiera kini mengema di gerbang, hanya ada mereka berdua dan beberapa murid lainnya yang menunggu jemputan di halte. 

"Bye, murid kesayangan" Teriak Kiera. 

Jarak antara sekolah dan rumah Violet tak terlalu jauh dengan mengerahkan tenaga sedikit sudah sampai di rumah tercintanya. Hari ini ia sengaja duduk terlebih dahulu di halte memikirkan apa yang sudah ia lakukan terhadap waktu berharganya terbuang oleh kesibukkan yang sama sekali tak menguntungkannya. Ia pasrah ini, berjalan lalu menendang batu-batu kecil kini menjadi kesibukkan Violet.

"Teeeeeeet!! TEEEEEEEEEEEEEEEEETTTTTTTT!!!"

Suara klakson mobil membuat Violet terhenti, melihat keadaan yang benar-benar bising tersebut, dari kejauhan terlihat nenek yang berusaha berdiri sambal meraih barang bawaannya yang sudah berserak di jalan. Violet berlari menolong nenek tersebut,memopong llau berlari kecil mengumpulkan barang nenek, tanpa aba-aba kini bajunya sudah dipenuhi warna merah. Bukan apa-apa, ternyata mobil di tepi sana menginjak tomat nenek yang jatuh. Sudahlah, ia pasrah untuk kesekian kalinya di hari ini. Ia lebih memilih memfokuskan kecepatan mengumpulkan beberapa lagi barang nenek.

"Seharusnya gak usah diambil, Nak. Bikin seragam kamu kotor. Terima kasih, terima kasih banyak, Nak." Nenek tersebut memegang erat tangan Violet.

"Gak apa-apa, Nek. Nenek mau kemana? Aku antar aja yuk." Violet sudah siap untuk mengantar nenek walaupun seragamnya sudah sedikit bernoda.

'Gak usah Nak. Ini nenek telepon anak nenek aja. Kamu duluan aja. Ini ada hadiah buat kamu. Terima yaaa." Nenek menyerahkan sebuah amplop "Full Black" dengan patern berwarna silver.

Tanpa menolak Violet langsung mengambil amplop yang diberikan nenek tersebut. Violet tak mau pulang dulu ia ingin memastikan nenek tersebut benar-benar dijemput anaknya. Maksudnya, siapa tau nenek berbohong agar tak menyusahkannya, bukan?

Setelah nenek pergi, Violet mulai berjalan menuju rumah tercinta, ingin merebahkan badannya. Memang benar sesampai di rumah, Violet langsung ke kamar tanpa makan lalu tertidur pulas sampai sore.

Violet bergegas mengucir rambutnya langsung turun ke bawah, ia tak sanggup mendenggar omelan ibunya yang sudah beberapa menit tak berhenti juga. Hari ini kesalahannya cukup banyak. Pertama, tidak makan, tidak ganti baju, sepatu tidak diletakkan di tempatnya, sudahlah, lagi-lagi entah untuk ke berapa kalinya ia pasrah.

Setelah beberapa menit mengomel, ibu Violet mengambil napas lalu menyuruh Violet mencuci piring. Beruntung Violet sama sekali tak menjawab atau membantah satu pun pertanyaan ataupun statement sang ibu. Hanya itu kelebihan yang dimiliki Violet, pendengar yang baik, bahkan Violet tak membantah hukuman yang akan diberikan Bu Via.

Baiklah kembali ke Violet yang kini sudah bersiap-siap naik ke atas setelah selesai cuci piring. Belum saja beberapa Langkah ibu Violet berteriak dari atas.

"Violeeeeeeeeeeet!!!" Secepat kilat Violet berlari menaiki anak tangga dan kini sudah berada di hadapan ibunya.

"Kakak tau kan ini baju putih?" Ibunya sangat geram melihat Violet hanya terdiam.

"Ibu tanya sekali lagi, KAKAK TAU KAN INI BAJU PUTIH?" Saat ini Ibu nya berada diantara akan mengamuk tetapi menahan-nahannya karena ia tau sekali apa akibat dari marahnya. Anaknya akan bertambah tidak mau berbicara.

"Iya bu, maafin kakak." Ibunya mulai lega, setidaknya beberapa patah kata keluar dari mulut Violet. Reda lah marah yang tadi sudah hampir membakar kamarnya Violet.

"Ini kenapa? Kakak tau kan ini susah nya minta mapun buat hilangin nodanya?"

"Iya bu."

"Ya sudah, kakak sekarang mandi, siap-siap sholat. Lalu makan malam." Ibunya kini beranjak dari hadapan Violet sambil membawa seragam Violet

Violet sama sekali tak ingin membantah ibunya, bukankah itu dosa membantah orang tua. Walaupun ia dan ibunya tau kalau dirinya sudah meyelesaikan makan barusan.

Akhirnya Violet mengingat amplop yang diberikan nenek yang ia bantu tadi, ia mencari tasnya lalu mengeluarkan buku-buku pelajarannya hari ini. Tak ditemukan, ia terus mencari bahkan kini sudah 2 kali ia memeriksa seluruh bagian tas. Untung saja amplop tersebut terselip di dalam buku.

Amplop Full Black tersebut dibuka Violet lalu menemuka secarik kertas ditulis tinta hitam dengan kalimat yang sangat aneh. Hanya ada satu kata, yaitu "Rooftop".

"Ada apa dengan rooftop?" Batin Violet

"Roof... Toop...." 

Violet CakraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang