Perlahan-lahan langit biru mulai menjingga. Matahari yang tadinya merona indah kini telah bersembunyi malu, mengizinkan rembulan dan para bintang mengambil alih waktu.
Velia gadis cantik berambut panjang tengah duduk di balkon salah satu cafe berlantai dua sembari menikmati batang candu yang terselip diantara jarinya. Tanpa disadarinya seorang pria bertumbuh tinggi dengan bahu lebar sudah menatapnya sedari tadi.
"Vel" Sapa Jo si pria bertumbuh tinggi.
"Kak Jo" Balas Velia bangkit dari duduknya dan memberikan pelukan hangat pada Jo yang sudah berdiri disampingnya.
"Apa yang kamu lakukan disini? Bukankah kamu ada pemotretan untuk sampul majalah? Aku dengar kamu menerima tawaran itu minggu lalu" Tanya Jo heran.
"Sepertinya aku tidak akan melakukan itu lagi, mulai sekarang aku akan fokus untuk ujian masuk fakultas kedokteran sesuai dengan apa yang ibuku mau" Jawab Velia
"Jangan menyia-nyiakan kesempatan, tak semua orang bisa mendapatkan kesempatan sepertimu. Aku tahu kamu sangat menyukai dunia modeling, kenapa sekarang harus berhenti?" Jo mengambil posisi duduk tepat disebelah Velia.
"Aku menyukai apa yang Kak Jo sukai, aku melakukan modeling karena Kakak menyukai photography dan sekarang aku akan fokus untuk ujian masuk fakultas kedokteran agar bisa masuk ke kampus dan kuliah di fakultas yang sama dengan Kak Jo" Veli memberikan senyuman termanisnya.
"Kau bisa melakukan keduanya" Kata Jo menatap Velia.
"Kakak lupa saat aku keluar dari rengking sepuluh besar ketika kelas sebelas karena terlalu sering melupakan sekolah untuk melakukan pemotretan, Ibu seperti akan membunuhku saat itu. Aku tidak seperti kakak yang bisa melakukan banyak hal dalam waktu yang sama, dan semuanya bisa berhasil" Ujar Velia tenang sembari melingkari tangannya dilengan Jo dan menyandarkan kepalanya tepat dibahu lebar Jo.
"Jangan memaksakan dirimu Vel, kamu harus melakukan apa yang membuatmu bahagia. Jangan lupa, yang menjalani hidupmu adalah kamu, bukan ibumu" Ucap Jo sesekali mengusap lengan Velia yang terbuka
"Kakak bisa berkata seperti itu karena ada ibumu yang akan selalu mendukung dan membela ketika ada orang yang tidak menyukaimu. Kita berbeda kak, ibuku akan memakiku ketika nilaiku turun, aku harus menjadi pintar" Ujar Velia lembut.
***
Jo melangkah pelan memasuki rumah besar yang selalu sepi, hanya sesekali terdengar pecahan kaca atau ucapan makian yang dikeluarkan kepala keluarga rumah ini.
"Mau jadi apa anak berandal itu? Sudah ku bilang untuk fokus ke kuliahnya saja, aku bisa menjadikan dokter spesialis apapun yang dia mau, tapi tidak dengan kameranya dan memotret hal-hal yang tidak penting"
"Jangan berkata seperti itu, kau lupa siapa yang sudah kau nikahi? Aku seorang pelukis dan wajar anakku memiliki jiwa seni juga"
"Tak ada yang bisa dibanggakan dari memiliki jiwa seni, tidak ada orang yang akan menghargaimu, bukankah kau sudah merasakannya? Jika bukan karena aku tidak akan ada keluargamu peduli kepadamu"
"Jaga ucapan mu Mas"
"Aku tidak peduli, yang pasti Jo harus berhenti dengan kegiatan memotretnya yang tak penting itu. Dia harus menjadi Dokter yang hebat"
Jo mendengar semua percakapan orang tuanya. Ayah yang inginkan dia menjadi dokter sepertinya dan Ibu yang menginginkan dia melakukan apa yang menjadi nalurinya yaitu seni potret.
Jo melangkah pelan menaiki anak tangga menuju kamarnya, masih diiringi teriakan Ayah dan Ibunya yang selalu berdebat tentang masa depannya. Tidakkah mereka sadar bahwa semua yang mereka perdebatkan adalah hidupnya, dialah yang berhak untuk menentukan mana yang akan dilakukannya. Tapi sepertinya Jo tidak akan sanggup untuk membantah keduanya mengingat dia harapan satu-satunya keluarga ini.
YOU ARE READING
Senja, Aku Pergi
Short StoryIni cerita pendek pertama yang aku publish, ini iseng-iseng ikutan lomba tapi nggak menang ^^ But It's okay, aku seneng bisa dapat pengalaman baru.. Selamat membaca, semoga ada cerita-cerita pendek selanjutnyaaa