Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Track B : Doyoung's
Doyoung nyaris memaki saat ada yang mengganggu kegiatan sakralnya; menulis laporan praktikum di malam minggu begitu.
Lucunya, raut preman yang siap memaki tadi tahu-tahu hilang setelah lihat nama yang tampil di layar. Duh, tangannya sampai tegang begitu, sampai tidak sadar tinta pulpen gelnya sudah meluber ke mana-mana di atas kertas, lupa diangkat saking khusyuknya bolak-balik baca nama kontak si penelepon.
0Kim Sejeong.
Jangan tanya kenapa Doyoung bubuhkan angka nol begitu di depannya.
Kasihan.
Nanti Doyoung malu lahir batin kalau ketahuan sengaja membubuhkan angka nol di depan supaya nama kontak Sejeong ada di baris teratas daftar kontak di ponselnya yang tidak sampai lima puluh orang. Makhluk yang sedang diperbudak cinta memang begitu kelakuannya.
Padahal, buat apa juga jadi nama kontak teratas kalau buat kirim pesan ke Sejeong saja Doyoung cuma lakukan setahun tiga kali? —Bukannya tidak ingin, jagoan kita ini kelamaan mengumpulkan nyali.
Oh, kembali ke Doyoung yang sedang panik setengah mati sekarang.
Gawai yang sudutnya retak itu sengaja ia biarkan bergetar dulu beberapa kali. Oh, bukan, Doyoung bukannya melakukan itu dengan sengaja supaya kelihatan keren bisa bikin anak gadis orang berdebar menunggu. Kepala Doyoung terlalu penuh untuk sempat memikirkan hal-hal konyol begitu.
Isi kepala Doyoung sudah seumur hidupnya ia penuhi dengan teori dan ilmu eksakta. Makanya, dapat panggilan masuk dari Sejeong begitu, sel-sel otak Doyoung sekarang lagi kalang kabut.
Setahunya, di bukunya Peter Atkins, tidak ada bab tentang bagaimana menahan diri supaya tidak berhubungan lagi dengan si cinta yang tidak bisa dimiliki.
Tapi, di bukunya Peter Atkins juga tidak ada hukum tentang larangan untuk menerima telepon dari seseorang yang sedang dirindu setengah mati.
Atas dasar statement ke-2 inilah, Doyoung pilih opsi mengangkat panggilan masuk yang bak keajaiban itu.
Tunggu. Habis diangkat, lalu apa?
Apa perlu Peter Atkins repot-repot tulis buku panduan tentang cara menerima telepon yang baik dan benar? Manusia mana sih yang tidak tahu kalau tahapan sehabis mengangkat telepon ya ucap Halo?
Bukannya ucap, "Halo, Sejeong? Ada apa telepon malam-malam begini?" jagoan kita yang pengecut ini malah diam saja begitu. Entah sampai apa.
Tahu-tahu, hampir dua menit berlalu dengan momen diam-diaman yang sangat tidak romantis—agak konyol mungkin iya. Bisa-bisanya untuk ucap halo saja butuh ragu sebesar itu. Duh, malu sama petugas customer service.
Kalau terus dibiarkan begitu, bisa-bisa mereka betulan adu kuat jadi batu sampai subuh.
Sebenarnya, apa sih yang sedang ditunggu?
Oh, tunggu.
Mungkin Doyoung yang sedang disibukkan dengan kegiatan adu kuat jadi batu itu tidak akan ingat tentang apa yang pernah ia baca.
Pada reaksi-reaksi dengan energi aktivasi tinggi, dapat dilakukan penambahan katalis untuk mengubah jalur reaksinya, sehingga diperoleh energi aktivasi yang lebih rendah.
Kalimat di atas tidak perlu dipahami, tapi intinya, berhubung Doyoung butuh energi yang terlalu tinggi untuk melepas egonya dan bilang halo, mari kita bubuhkan katalis agar reaksi pelepasan rindu dapat berlangsung.
"Gila gila gila gila! Itu... Betulan Kim Sejeong-Kim Sejeong-mu itu yang telepon? Jam segini? Woah, congratulations! Akhirnya kamu sama Sejeong ada harapan, ya?"
Sialan. Kim Sejeongmu katanya.
Johnny Suh yang sejak dua hari lalu jadi imigran gelap—menumpang di kamar Doyoung tanpa sepengetahuan pengurus asram—tiba-tiba saja muncul bagai anugerah, dengan tampang menyebalkan sambil pura-pura tidak tahu menahu kalau detik di layar masih bertambah artinya sambungan telepon masih bersambung dengan yang di seberang.
Dua detik kemudian telepon diputus, dan mau tidak mau, Doyoung jadi harus menghubungi Sejeong kembali untuk meluruskan ucapan si imigran gelap yang entah harus Doyoung syukuri atau tidak keberadaannya.
Atau, memangnya ada yang perlu diluruskan?
"Kim Doyoung-ssi, ingat, kalau sudah terima bantuan, bilang apa?"
"Bilang 'sialan'."
Doyoung bentak-bentak memaki, tapi tangannya gemetar setengah mati menekan ikon telepon di samping nama kontak Sejeong.
Dan Johnny... Puas sekali menertawakan hiburan cuma-cuma di malam minggunya sambil mengunyah keripik kentang.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MARI KITA TERTAWAKAN TULISAN TIDAK JELAS INI HAHAHA
buat kalian yang berekspektasi dengan tulisan ini, selamat, kalian kena prank WKWK
Sesungguhnya, aku sendiri berpikir tulisan ini tidak layak publish, kayak, "hih, apaan sih gajelas bt."
cuma, karena hari ini akhirnya LIBUR YEY LIBUR, aku seperti ingin melakukan sesuatu :') dan jadilah aku menulis beginian :')))
aku sudah lama skl tidak buat tulisan dengan Doyoung as Doyoung dan Sejeong as Sejeong tanpa embel-embel rasa lokal. Jadi, terasa skl kakunya HAHA
ya.. sudahlah.
btw, kalo ada yang kepo kenapa ini judulnya oneshot tapi ada dua chapter, ya... sebetulnya ini teh satu, cuma aku bagi dua aja biar enggak 1 chap banget WKWKWK enggak jelas banget emang ini manusia satu
:')
Pokoknya, terima kasih sudah singgah, bertahan, dan jadi sumber kekuatan! ❤