Menghilang Misterius di Pasar Setan

16 5 13
                                    


"Ke pasar yuk? Di dekat sini."

Di hadapan surai api yang menari bersama embusan angin, Vina melayangkan tanya.

Hening. Hanya retihan dedaunan dan reranting kering berkenan mengisi udara, sementara tiga orang di sekeliling Vina saling bertukar tatap tanpa suara.

"Pasar apa?" Sekian lama sunyi, Citra—salah satu dari tiga orang tadi—yang pertama kali merespon Vina. "Memang sih kita tuh bosen, gak bisa tidur," Citra melanjutkan, "tapi ya enggak halu gitu juga kali."

"Tau, nih." Farah mendesis. "Kita lagi di gunung, Vina. Cari warung aja susah. Apalagi pasar? Yang bener aja kamu."

Sementara itu, yang seorang lagi—Sekar—diam saja sambil menatap Vina agak lama. Entah apa yang ia pikirkan.

Vina mengulas senyuman, sejurus kemudian berbisik pelan. "Hanya karena kalian meragukan keberadaan sesuatu, bukan berarti hal itu benar enggak ada, kan? Untuk membuktikan, mau ke sana?"

"Udahlah." Sekar berdiri cepat. Nada suaranya ketus. "Aku balik. Kalian semua sebaiknya melakukan hal yang sama. Jangan konyol, oke? "

"Haha. Kalian takut, ya?" pancing Vina.

Farah menjawab pertanyaan Vina dengan mengangkat bahu. Citra tertawa canggung, berusaha menyamarkan bunyi gemeretak gigi yang muncul tanpa kompromi.

"Takut? Untuk apa?" tanya Citra.

Angin berembus kian kencang. Api membara, makin terang.

"Aku balik ke tenda," pungkas Sekar. "Seharusnya kita tidur. Kenapa masih di sini?"

Setelah itu, Sekar pergi ke arah tenda tanpa menoleh ke belakang. Farah dan Citra kembali saling pandang.

***

"Capek." Citra menggerutu. "Udah berapa lama nih kita jalan?"

"Entah. Balik aja yuk?" Farah mulai gelisah. "Dari tadi kok perasaan kita cuma muter-muter doang. Ya enggak sih?"

"Wah, iya! Gila. Gila. Sebenarnya kenapa ya, kita melakukan hal enggak berfaedah kayak gini? Gimana tuh awal mulanya?" Citra melirik Farah sambil menyilangkan tangan, berusaha menghalau dingin. Meski sudah sepakat akan berbalik arah, mereka berdua masih terus berjalan.

Farah menjawab asal. "Ya, gitu. Karena penasaran. Tahu lah kadang penasaran bisa bikin gegabah. Apa tuh yang sering dibilang orang ... curiosity killed the cat? Intinya, ada hal-hal yang seharusnya enggak kita lakukan walau penasaran."

"Tapi kita kan bukan kucing," timpal Citra cepat.

Mata Farah membulat, ia memelototi Citra dengan ekspresi tak percaya. Bukankah kerecehan juga ada batasnya? "Kamu lagi bercanda kan, Cit?"

"Enggak, Farah. Kan bener tuh. Rasa penasaran membunuh kucing. Tapi kita bukan kucing. Berarti kita enggak akan terbunuh kalaupun penasaran. Oh, tunggu. Memang kucing punya rasa penasaran, ya? Bentar. Aku pusing."

Farah menggelengkan kepala. Maksud hati ingin merutuk. Tapi katanya, di tempat seperti ini tidak boleh berkata kasar. Maka ia mengurungkan niat. Daripada ambil risiko kesurupan.

"Itu cuma perumpamaan." Farah membalas singkat.

Di depan sana, Vina yang sudah lebih dulu berjalan mendadak berhenti. "Di sana," kata gadis itu.

Beberapa jengkal di belakang, Farah ikut berhenti. Tanpa sadar, tangan gadis itu menahan lengan Citra tapi Citra tidak mengerti kode yang Farah berikan dan malah langsung mendekat ke arah Vina. Mau tak mau, Farah mengikuti.

Di bawah cahaya bulan keperakan, sinar mata Vina entah kenapa terlihat berbeda. Atau itu cuma perasaan Farah saja?

"Mana pasarnya?" Citra mengedarkan pandangan. Sejauh mata memandang, ia cuma melihat hamparan tanah luas. Semacam tempat yang biasa digunakan untuk berkemah. Tapi, tidak ada kemah.

"Di sana," ulang Vina. "Coba lihat lebih teliti."

Karena gelap, Citra dan Farah sampai harus nyaris memicingkan mata demi mendapatkan gambaran yang lebih fokus. Oh, ternyata benar. Di depan sana ada pasar.

"Matikan senter kalian," perintah Vina. "Sekarang."

***

Pasar itu lumayan ramai. Lapak berisi ragam barang jualan memenuhi sisi kiri dan kanan. Lampu bercahaya kuning keemasan seperti cahaya kunang-kunang dipasang di beberapa titik. Cahaya di pasar itu tidak benderang tetapi juga tidak buram. Cukup lah untuk melihat-lihat tanpa bantuan senter.

Tapi, tunggu.

Farah mengernyitkan hidung sebab makin dekat berjalan, ia mencium bau anyir yang aneh. Seketika bulu kuduknya meremang.

"Eh, ada stan makanan!" Citra antusias. Ia tipikal manusia penuh kontradiksi yang takut tapi berani, jadi secara natural akan bergerak ke arah bahaya. Persis seperti tokoh utama film horor.

Farah menggeleng. Ia ingin kembali saja. Tapi bagaimana caranya? Ia bukan seseorang yang mudah mengingat jalan. Apalagi jalan yang harus melewati hutan.

Citra tidak menghiraukan gelengan Farah. Gadis itu malah berlari menghampiri stan yang ia maksud.

Di depan stan, seorang penjual melirik sekilas ke arah mereka tetapi tidak mengatakan apa-apa dan sibuk membungkus jajanan dengan daun pisang.

"Kenapa pakai daun pisang?" bisik Citra, mencoba mengajak Farah berdiskusi. "Apa karena di gunung enggak ada piring?"

"Bisa jadi. Di gunung juga enggak ada plastik."

"Ada." Citra terkekeh. "Plastik sampah yang dibuang para pendaki enggak bertanggung jawab. Oh, ngomong-ngomong, mana Vina?" Citra celingak-celinguk.

"Mau beli apa?" Penjual bertanya dingin.

"Sebentar. Vin, kamu mau yang mana?" Citra melirik ke samping. Tak ada siapa-siapa.

Saat itulah, mereka berdua sadar bahwa Vina menghilang. Entah sejak kapan.

Saat sedang kebingungan, Farah dikejutkan oleh sesuatu yang merangkak di samping kakinya. Seekor monyet bermata merah darah.

Farah terperanjat lalu tanpa ba-bi-bu langsung ambil langkah seribu. Citra menarik Farah dan mereka berdua terjerembab ke tanah.

Citra dan Farah hanya bisa menganga tak berdaya kala para penjual di pasar itu satu per satu berubah wujud menjadi hewan dan bergerak cepat ke arah mereka. Seperti makhluk kelaparan yang antusias melihat makanan ....

***

Visualisasikan imajinasimu tentang cerita ini dan dengar lanjutannya di Podcast Cerita Pendek Logeeka episode tiga: 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menghilang Misterius di Pasar Setan (Cerita Pendek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang