Am I?

63 1 0
                                    

"Time is movin. You should too."
-Someone-

"Lho, anak gadis kok pulang larut malam gini. Mana nggak ucap salam, lagi,", omelan seorang wanita paruh baya menyambut seretan langkah gontai gadis berkacamata.

"Ah, assalamu'alaikum, bu...", jawabnya malas-malasan sembari menggapai tangan kanan ibunya, kemudian menciumnya.

"Kenapa atuh  baru pulang jam segini?", ucap ibunya mengulang pertanyaan yang belum dijawab oleh anak gadis satu-satunya itu.

"Habis ziarah dulu, bu... Kangen,", jawab anak gadisnya lesu.

"Ikhlaskan saja atuh, nak," balas sang ibu lembut.

"Hm...", anak gadisnya hanya bergumam, kemudian masuk ke kamarnya, meninggalkan ibunya yang hanya bisa menggeleng pasrah.

***

Satpam gendut dengan gaya nyentriknya telah akan menutup gerbang masuk ketika bel tanda pelajar pertama bergema di atmosfer sekolah yang pelajarnya mengenakan seragam putih abu-abu. Satpam itu menghentikan aktifitasnya karena ada suara lolongan yang meneriakinya, padahal dengan satu tarikan lagi, maka gerbang akan menutup rapat sempurna.

"Tunggu paaak, tungguuu!!!", ulang suara itu satu kali lagi. Walaupun napasnya terputus-putus, namun ia dapat menarik satu tarikan napas lega saat berhasil menyelip masuk melewati celah pagar yang tersisa. "Te...hhh...rhi...mha...ka...s...ih... pahk...,", ucapnya tak jelas. Sang satpam menatapnya tak suka, kemudian berujar, "Masih kelas sepuluh kok berangkatnya siang,", kental dengan dialek Jawanya.

"Ish!", gadis itu mendengus kasar, lalu melanjutkan 'lari pagi'nya.

Setelah merasa jarak antara ia dengan satpam menyebalkan itu cukup jauh, ia pun memperlambat langkahnya. Hari ini adalah hari pertamanya memakai seragam putih abu-abu, maka ia tak akan membiarkan penampilan perdananya rusak. Tidak oleh siapapun, tak terkecuali dengan satpam nyentrik yang menyebalkan tadi.

Langkahnya semakin diperlambat, dan berhenti tepat di depan mading sekolah. Ia harus mencari denah kelasnya. Telunjuknya menari di atas kaca pelindung, kemudian berhenti di kotak bertuliskan "X.8". Ia pun membawa kakinya pergi ke kelas tersebut, yang berdenahkan di ujung sekolah. Dalam hati ia merutuki nasibnya. Kenapa gue mesti sekolah di sini, kenapa juga mesti dapet kelas di ujung.

***

Tidak ada yang istimewa pada jam pertama dan kedua di hari pertamanya sekolah. Ia memang tak mengindahkan susana di sekelilingnya. Bangunan sekolah yang rumit, beberapa bagian yang masih gersang, ditambah dengan kelasnya yang terletak di ujung gedung, belum lagi cuacanya yag panas. Ia sungguh jengah.

"Hai, An-dyn,", sapaan tiba-tiba itu mengejutkan lamunannya.

"Oh, ng? Ak-ku?", jawabnya gugup.

"Iya kamu, maaf ya ngagetin, aku Risya,", ujar si penyapa--yang ternyata bernama Risya--tanpa basa-basi.

"Oh, ya, ak-aku... Andyn,", jawab gadis berkacamata. Masih gugup. Dengan ragu, ia membalas uluran tangan orang pertama yang mengajaknya berbicara hari ini.

Risya tersenyum sumringah, ia yakin bahwa Andyn akan menjadi teman baiknya. Sementara Andyn hanya bisa tersenyum canggung untuk membalasnya. Dalam hatinya ia masih tak yakin untuk kembali menjalin hubungan dengan seorang teman. Apakah aku yang ia maksud?

Sebelum SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang