08. PERHATIAN MONSTER

636 108 139
                                    

Bab 8
Di abad modern ini nggak ada lagi perbudakan? Yang ada cuman satu, yaitu bucin, budak cinta.

.
.

Punggung Naya membentur tembok kokoh dan besar di belakangnya. Cengkraman kuat pria itu terlepas. Namun, rasa sakit itu masih berbekas. Jika, lambat sedikit mungkin tulang pergelangan tangan Naya akan remuk.

"Lihat kelakuan lo, baru masuk sekolah aja udah mempermalukan diri sendiri! Dasar dungu!"

Naya memalingkan wajah ketika cowok jahat itu, malah menyudutkan tubuhnya ke tembok sekali lagi.

Vier berdiri sangat dekat di depan Naya. Dengan posisi kurang nyaman itu, Vier seolah mengapit Naya di tengah-tengah antara dirinya dan dinginnya tembok.

Seakan tidak jera dengan apa yang telah ia alami puluhan menit yang lalu. Naya menatap Vier tanpa rasa takut.

"Cowok kayak lo, mana pernah belajar sopan santun."

"Lo pikir cewek miskin rendahan kayak lo, pantas ngata-ngatain gue?!" Vier mendorong tubuh Naya yang tengah bersandar itu dengan cukup kuat. Ia tersenyum puas ketika berhasil menjatuhkan gadis lusuh itu ke lantai.

Naya mengaduh tanpa suara, menahan rasa sakit yang terasa bedenyut di lututnya. Matanya memandang ke arah Vier tidak bersahabat.

Cowok biadab! Bajingan! Payah! Naya terus-menerus mengumpati cowok itu dalam hati.

"Lemah juga, lo ternyata. Ingat ini, apa yang lo rasakan sekarang, bahkan nggak seberapa dengan apa yang bakal terjadi selanjutnya."

"Gue nggak peduli pendapat lo--" Naya pantang menyerah, setelah jatuh beberapa kali iapun berhasil bangkit kembali. Meskipun lututnya terasa sakit. Namun rasa sakit yang tidak seberapa itu, masih bisa ia tahan dengan baik.

Vier kembali menarik lengan Naya, membawa gadis itu menaiki satu per satu anak tangga dengan cepat.

Sekali lagi gadis itu mengaduh. Pandangan Vier beralih menatap wajah Naya yang terlihat menahan sakit.

"Lo nggak bisa sabar sedikit, apa?!" tanya Naya kesal, mencoba melepasskan tangannya yang memerah karena cengkraman kejam Vier.

Pandangan Vier mengamati wajah berantakan Naya, ada banyak tulisan berupa umpatan kotor tertuang di sana. Jelas sangat astetik. Cocok sekali dengan pemilik wajah itu.

"Kaki lo kenapa?" tanya Vier mengamati lutut Naya yang terluka, terlihat kemerahan dengan bercak darah yang telah mengering.

"Aduh!" pekik Naya spontan ketika Vier menyentuh lututnya begitu saja. Bukan hanya, sedekar sentuhan ringan. Namun, Vier lebih seperti menekan luka di kaki Naya.

Dengan buru-buru, ia menarik kakinya mundur, enggan disentuh oleh Vier dua kali.

"Bego! Kenapa nggak lo obatin?"

Naya tidak tahu ia harus beryukur atau apa. Disatu sisi, pertanyaan Vier terkesan seolah peduli. Namun, di sisi lain... cowok itu masih sempat mengumpatinya.

"Bukan urusan lo," ucap Naya cepat dan lugas.

"Yang mau ngurus lo juga siapa, hah?!" Vier menatap Naya heran. "Jangan kepedean."

Tatapan Naya benar-benar menunjukan bahwa ia benci pria itu. "Terserah lo," sahut Naya malas.

Vier beranjak pergi meninggalkan Naya yang tengah berdiri dengan wajah bingung.

"Tugas pertama lo, adalah membersihkan ruangan ini."

"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue. Ogah!" tolak Naya, enggan diperbudak. Ia tidak akan jatuh pada perangkap mematikan pria sialan itu.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang