Fatwa Cinta

3 1 0
                                    

#Part 2

Fajar khidip mulai terbit. Lantunan ayat suci Al-Qur’an dan riuh suara santri persiapan untuk jamaah subuh mulai terdengar bersahutan.

Ndalem Ning Haura yang terletak hanya beberapa meter saja dari gedung santri putra, mampu menangkap suasana yang sama setiap pagi tiba.

Tidak ketinggalan hamparan sawah menghiasi di sepanjang belakang bangunan. Maka sudah menjadi hal yang lumrah, berneka ragam suara bergantian terdengar memekikkan telinga.

Jika setelah isya’ suara kang-kang melalar nadoman Alfiyaah, maka menjelang sepertiga malam berikutnya, akan berganti dengan suara jangkrik dan berbagai kumbang yang ada. Menambah asri suasana desa.

Ning Haura mulai menggeliat perlahan. Tangisnya yang panjang dalam tahajjud semalam, membuatnya tertidur di atas hamparan sajadah. Setelah terbangun, Ning Haura berdoa lalu melanjutkan ke kamar mandi untuk bersuci.

Adzan subuh mulai terdengar. Dengan langkah sangat pelan, Ning Haura mulai berjalan menuju aula gedung pesantren putri. Yang posisinya berada tepat di sebelah utara bangunan rumahnya.

Di sana, sudah terlihat Mbak-Mbak menggelar sajadah menunggu untuk melaksanakan sholat berjamaah.

Sedang sebagian lainya masih berada di kamar mandi. Ada yang sedang bersuci, ada yang masih mengantri, juga ada yang sedang gosok gigi. Tak ayal kadang mereka saling mendahului agar tidak terkena takjir minggu ini. 

Selesai melaksanakan jamaah, para santri Putri membaca wirid sebentar kemudian dilanjutkan membaca surah yasin tiga kali.

Kegiatan berikutnya adalah mengikuti pengajian kitab Durrotin-Nasihin yang diasuh langsung oleh Kiai Husain. Berkumpul jadi satu di depan gedung Putri. Sedangkan untuk kegiatan Kang-Kang, semua diserahkan pada Gus Abdu total.

Kegiatan berikutnya adalah ro’an/bersih-bersih. Semua dilakukan santri tanpa terkecuali. Biasanya, waktu ini akan digunakan Ning Haura untuk menyiapkan sarapan pagi untuk Gus Abdu.

Namun, yang memasak adalah Mbak Qib. Jadi, hanya sesekali saja Ning Haura ikut turun tangan membantu. Atau jika tetiba ada jenis makanan yang Gus Abdu kersani. Selebinya, Gus Abdu dan Ning Haura akan memakan sama seperti para santri. 

Setelah semua menu makanan terhidang di meja purna, Ning Haura akan memilihkan baju serta menyiapkan kitab atau buku yang akan digunakan untuk mengajar hari ini.

Tapi sekarang, Ning Haura tidak tau apa yang harus dia lakukan. Karena sang pujaan tidak berada dalam satu bangunan. Tempatnya jauh dari jangkauan.

Akhirnya, Ning Haura kembali duduk bersilah di atas sajadah untuk bermurojaah. Karena baginya, Al-Qur’an adalah obat segala penyakit, pelipur lara, pelembut dan penyembuh hati yang luka. Dan hanya dengan-Allah-lah Ning Haura mampu menumpahkan segala rasa yang menyesakkan dada. Dia adalah Ya Mukmin- Yang Maha Terpercaya.

Ting…Ting...Ting…

Suara bel pondok berbunyi, menandakan kegiatan mulai dijalani. Samar-samar terdengar suara Ummi seperti berbicara dengan Mbak Una di luar. Dia adalah khodimah bagian bersih-bersih. Dengan cepat Ning Haura segera bangkit berdiri untuk menghampiri, ‘’Wonten nopo, Mi?’’

‘’Wes sarapan, Nduk?’’ tanya Ummi lembut.

‘’Dereng, Mi!” jawab Ning Haura apa adanya.

“Ara tasek dereng keraos luwih.’’ Sambungnya buru-buru agar Ummi tidak bertanya lagi.

‘’Sampean kudu sarapan, Nduk. Dari kemarin Ummi perhatikan kamu belum memasukkan apapun ke mulutmu. Ummi wedi sampean warang, Nduk!’’  Nada suara Ummi terdengar cemas.

‘’Insya Allah mboten, Mi. Njenengan ampon kuatos, Ara kan, pon ageng. Mangke lek keraos luwih, saget dahar piambek. Sakniki Ara bade langsung teng kelase Mbak-Mbak. Ngesaaken, sampon ngerantos.’’ Tukas Ning Haura.

‘’Bener yo, Nduk? Sampean kudu maem!’’ tutur Ummi memberi penekanan.

‘’Injih, Mi. Sakniki Ara bade siap-siap gantos rasuk’an rien.’’ Kilah Ning Haura, agar dia terlihat biasa saja di depan orang tuanya. Berusaha menutupi luka yang masih mengagah.

‘’Yo wes, ingat lho, Nduk. Kamu tidak sendiri, Ummi akan selalu ada untuk mendampingi.’’ Sambung Ummi memberi motivasi.

Anggukan kepala Ning Haura berhasil membuat wanita yang telah sembilan bulan mengandungnya percaya. Dengan langkah sedikit terpaksa, akhirnya Bu Nyai mengalah. Menerima keputusan putrinya.

Usai bersiap-siap, dua puluh menit kemudian Ning Haura sudah sampai di kelas. Duduk bersilah di atas tumpukan beberapa sajadah tebal, lalu diapit oleh dampar yang terbuat dari kayu di sisi kanan, kiri dan depanya. Gunanya adalah, untuk meletakkan Al-Qur’an Mbak-Mbak saat maju setoran. 

Menyimak hafalan Al-Qur’an adalah kegiatan Ning Haura sehari-hari. Membagi dua kelas pagi dan sore. Yang satu kelas binadhor, dilengkapi kitab tajwid sebagi tuntunan membaca Al-Quran dengan benar.

Sedangkang yang sudah khatam binadhor hingga tiga kali, baru boleh menghapal Al-Quran dengan kitab tuntunan Ghorib/Musykilat. Sebagai pedoman bacaan yang perlu berhati-hati dalam Al-Quran.

Butuh waktu sekitar tiga jam untuk mengajar di kelas itu. Jika banyak yang udhur {haid}, maka akan selesai lebih cepat. Tapi, jika Mbak-Mbak banyak yang masuk masa suci, maka wakunya bisa sampai empat jam lebih.

Sedangkan untuk kitab, hampir sepertiganya diampuh oleh Gus Abdu. Selebihnya, ada para Ustadz yang membantu.  Karena Pak Kiai sudah semakin sepuh, Beliau hanya mengisi pengajian rutin pagi hari dan satu bulan sekali. Yang diadakan pihak pondok sebagai sarana pertemuan dengan wali santri.

Untuk kitab yang bisa dikaji bersama, Gus Abdu mengisinya di gedung aula Putra menggunakan spiker hingga sampai di salon pondok Putri. Bagi yang ingin mengajukan pertanyaan, mereka akan bertanya melalui sebuah mikrofon yang terhubung antar keduanya. Sehingga semua santriwan dan santriwati mampu mengikuti. Itulah kegiatan Gus Abdu dan Ning Haura sehari-hari.

Waktu yang sama, di tempat yang berbeda.

Ada Gus Abdu sedang duduk berhadapan dengan Khalillah. Berada di halaman belakang rumah dengan pemandangan hijau khas desa. Mereka dikelilingi aneka tumbuhan sayur mayur dan jenis kebutuhan dapur.

Di sana, terlihat Gus Abdu terus saja bercerita tentang apapun yang dia bisa.  Dengan harapan, Khalillah akan meresponya.

Nihil.

Wanita itu masih dengan tatapan kosong tak bergairah. Sesekali dia menoleh ke arah datangnya suara. Kadang, dia juga bisa menerima sebuah perintah. Namun, tak jarang pula ia mengabaikanya.

Entah sudah berapa lama dia memendam segala lara. Hingga berujung pada hilangnya sebagian semangat hidupnya. Padahal, dulu Gus Abdu mengenalnya sebagai sosok yang paripurna.

Ya, dulu tak satupun santri Putra mampu menolak pesonanya. Teramat agung dan berwibawah. Siapapun kesulitan menggapainya. Tapi, dengan Gus Abdu, akhirnya Khalillah luluh. Wajahnya yang teduh, membuat siapapun yang memandangnya akan luruh.

Juga ilmu kitab kuning yang sangat dikuasai Gus Abdu mampu melambungkan namanya di seantero pondok Al-Hidayah 1, 2 dan 3. Ditambah dengan kemenanganya pada lomba MQK {Musabaqoh Qira’atil Kutub} tahun lalu, bisa dipastikan, tak ada satupun yang tidak mengenal Gus Abdu kala itu.

Belum lagi, ditambah dengan  suara emasnya yang  mampu membius siapa saja. Bahkan, jika hanya mendengar suara Abdu muda tanpa melihat parasnya, mereka akan mengira itu adalah suara Gus Ipung Langitan, Widang, Tuban.

Kemudian mereka akan ikut terseret dalam indahnya lantunan sholawat yang ia bawakan.
Hingga seiring waktu yang berjalan, membuat Gus Abdu dan Khalillah berikrar setia untuk terus bersama mewujudkan asa, dan mengeja bahagia.

Membangun pesanteren impian dengan ilmu-ilmu yang mereka gali, adalah janji yang sempat mereka sepakati.

Akhirnya, sebuah mimpi yang belum sempat terealisasi, membuat Khalillah jatuh dari tebing paling tinggi. Membuat dia lupa diri, berhenti berharap pada Sang Maha Pengasih. Lalu memutuskan berjalan ke arah yang tak bertepi. Ingin mati.

Sekarang Gus Abdu datang. Membawa harapan untuk masa depan. Berusaha memperbaiki keadaan. Mencoba menata ulang sebuah impian untuk masa mendatang.

Next ….

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fatwa Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang