"Kebanyakan gaya sih, makanya sampai sekarang gak laku-laku kan."
"Cantik seharusnya gak membuat kamu pilih-pilih loh!"
"Itu lihat, Bayu yang lamarannya kamu tolak lima kali, sekarang sudah punya istri juga anak, usahanya juga maju lagi. Jadi orang paling kaya di kampung kan sekarang dia. Nyesal pasti kan kamu pernah nolak dia dulu?"
Semua kata-kata dan yang mereka lontarkan hanya bisa kubalas dengan senyuman. Senyuman getir lebih tepatnya.
Ketengok orang yang menyebabkan aku mendapat cercaan seperti sekarang. Tambah pilu hati ini saat melihat orang tersebut kini begitu tenang. Bahkan ikut ber haha-hihi bersama sanak saudaranya. Tanpa peduli apa yang aku dapatkan karna perbuatannya.
"Nyesallah pasti, siapa suruh dulu banyak tingkah, menolak lamaran yang datang. Malah sekarang udah gak ada yang mau kan, karna udah terkenal seantero desa kalau kamu sombong." Timpal salah satu dari mereka yang kini berkerumun duduk di sekelilingku. Mereka sengaja memang ingin menghabisiku dengan kata-kata pedas yang mereka keluarkan.
"InsyaAllah tidak Bu De," jawabku lembut, menanggapi nyinyiran dari Kakak Mama yang kedua.
Karna benar, sedikitpun tidak ada rasa sesal di hatiku. Karna pernah menolak lamaran Bayu, yang kini sudah menjadi orang sukses. Aku juga ikut menyaksikan kesuksesan yang dia raih. Namun, seberapa pun suksesnya. Kalau dia bukan jodohku hendak menyesal seperti apa juga, tetap tak ada gunanya kan. Sehingga aku lebih mengihklaskan daripada menyesali semuanya.
"Halah! Tidak dari mana. Tuh, buktinya badanmu kurus kerempeng seperti itu, karna makan hati itu" balas beliau sok tahu, sekarang beliau memandang dan memperhatikan tubuhku yang kenyataannya memang kurus.
Yah, ada benarnya memang yang beliau katakan ini. Aku memang sering makan hati, daripada makan nasi. Sehingga badanku yang dulu berisi kini terlihat begitu kurus. Kecantikan yang dulu kumiliki pun kini seakan memudar. Tak secantik seperti dulu lagi.
"Punya anak cantik, kok ya gak di ajarin supaya jangan terus-terusan menolak lamaran untuknya. Yang ada, anakmu jadi perawan tua kan sekarang," ucap Tante Riri, adiknya Mama. Kali ini ditujukan untuk Mama yang sedari tadi sibuk bersenda gurau.
Mendengar perkataan adiknya. Bukannya marah, Mama malah tersenyum tanpa beban. Seakan-akan penderitaan ini hanya milikku seorang.
"Belum datang jodohnya, mau gimana lagi," jawab beliau enteng.
Aku yang mendengar jawaban yang beliau berikan, bukannya merasa dibela atau senang. Justru hatiku semakin sakit dan pilu saat mendengarnya.
'Teganya,' kataku dalam hatiku.
Ingin menangis. Namun aku harus kuat menghadapinya. Apalagi di sini berkumpulnya seluruh anggota keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH TAK BERTUAN
General FictionKatanya semua manusia akan mempunyai pasangan atau jodoh yang ditakdirkan untuknya. namun, sepertinya tidak dengan diriku.