••°°••
Seoul, 2037
Angin berhembus menerbangkan helaian rambut yang pada awalnya tertata rapi kini menjadi tak beraturan menyesuaikan arah angin berhembus.
Berdiri disisi jembatan melihat pemandangan kota. Satu persatu lampu-lampu pada gedung-gedung tinggi itu mulai menyala oh jangan lupakan papan-papan iklan virtual yang setiap harinya menawarkan semua jenis robot. Ah ya mereka menyebutnya billboard virtual.
Setiap bulan ah tidak, bahkan setiap minggu ada saja robot-robot yang mereka iklankan seperti peluncuran robot jenis baru atau hanya menyediakan perangkat sistem upgrade dan suku cadang baru.
Tersenyum sinis membayangkan bukankah pemerintah sama saja memusnahkan manusia secara perlahan dengan munculnya robot-robot itu untuk membantu tugas manusia. Membantu mari kita garis bawahi kata itu, bukan membantu melainkan robot-robot itu yang mengambil alih tugas manusia, itu hanya alibi yang sangat bodoh. Para petinggi sama sekali tidak memikirkan nasib orang-orang seperti dirinya bukan.
Sore ini Jeno kehilangan pekerjaannya merasa kesal pada dirinya karena bertindak begitu ceroboh. Padahal susah sekali mencari pekerjaan disaat seperti ini karena hampir semua orang mulai tergiur membeli robot. Tapi semua sudah terjadi menyesalinya pun tidak ada gunanya.
Hidup sendiri pada zaman dengan kecanggihan teknologi yang semakin berkembang rasanya berat sekali.
Sejak kecil dia tinggal di lingkup panti asuhan sampai saat Nyonya Choi ibu kepala panti memanggilnya dan menceritakan kisah dirinya berakhir di panti asuhan itu dan Nyonya Choi juga memberikan amplop berisikan uang yang katanya orang tuaku titipkan untukku.
Amplop berwarna coklat polos bahakan hanya nama "Lee" yang tertera di pojok kiri atas amplop berisikan uang 500 won. Karena kepolosanku pada saat itu tanpa pikir panjang malam itu dirinya mengemasi baju dan uang yang dititipkan untuknya. Namun berakhir dia tidur di lorong kereta bawah tanah. Esoknya baru dia mencari apartemen untuk tinggal sementara waktu.
Satu tahun tinggal sendiri sampai akhirnya dia bertemu dengan Jisung dan anak itu sama saja dengan dirinya di masa lalu kabur dari panti asuhan mengingat hal itu malah membuatnya tertawa. Lalu bertemu Jaemin yang bercerita neneknya baru saja meninggal jadi dia pergi berkelana. Tapi pada akhirnya mereka berdua berujung tinggal bersama dengannya di apartemen miliknya. Padahal apartemen yang dia sewa hanya ada satu kamar tidur lalu dapur yang menyambung dengan ruang tengah dan satu kamar mandi. Yah karena hanya itu yang mampu Jeno sewa.
Awal mereka tinggal bersama dia yang terbiasa tinggal sendiri sedikit tidak nyaman, karena Jaemin ternyata pandai mengomel ini dan itu dan kalian tahu Jisung dia bahkan sedikit sedikit menangis tidak betah.
Seulas senyum tipis terukir di bibirnya bernostalgia juga dapat berdampak baik rupanya menghilangkan sedikit beban di pundaknya. Jeno mengeratkan mantelnya merasakan angin tiba-tiba bertiup cukup kencang membawa hawa dingin yang menusuk pori-pori. Ah ternyata hampir satu jam dia berdiri di sisi jembatan langit sudah benar benar gelap lampu-lampu sudah menyala total. Terlalu lama mengingat masa lalu membuatnya lupa waktu.
Getaran pada ponsel miliknya menandakan ada pesan masuk, pesan dari Jisung rupanya.
Jisung
[ Jaemin hyung bilang kita makan malam di toserba saja.]
••°°••
"Ada satu pesan teks masuk mereka bilang akan makan malam di toserba." Ucap gadis berponi pada dua rekannya lalu kembali fokus pada layar komputer yang entah menampilkan deret data yang hanya dia mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadabout
FanfictionSemua orang memakai topeng untuk menjaga rapat-rapat rahasia mereka dan ada saat mereka mulai melepaskannya dan menunjukan sisi asli diri mereka. " Bukankah kepercayaan adalah hal yang sangat rapuh."