[Bab 16] Dekat

53 8 4
                                    

Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
[*****]

“Kar, hayu!” seru Ayumi bersemangat. (ayo)

Angkara yang sedang memarkir motor hanya mendesah pasrah. “Iya sok duluan, aku, 'kan markirin motor.”

Hari ini adalah hari paling sial buat Angkara. Gara-gara kemarin kalah bermain game, dia harus rela mengeluarkan seluruh uang sakunya untuk Ayumi.

“Cepet atuh!”

“Iya, iya, Tuan Putri,” Angkara berlari kecil menghampiri perempuan yang berbeda tinggi setengah meter darinya itu.

“Nah gitu dong, nurut. Kamu, ‘kan tahu sekarang aku yang jadi tuan putrinya,” kalimat terakhir Ayumi tak terselesaikan karena dia sudah sibuk tertawa dengan puas.

Semenjak kejadian bola basket, Ayumi dan Angkara benar-benar menjadi lengket. Memang tanpa diduga, sesuatu yang tak mengenakkan itu malah membuat Ayumi memiliki teman dekat laki-laki sekarang.

Awalnya Angkara yang terus-terusan mendekati Ayumi. Mengikuti ke manapun dia melangkah. Setelah seminggu berlalu, ternyata kekesalan Ayumi malah semakin berkurang. Dia menjadi terbiasa dengan kehadiran Angkara di sampingnya.

Dan sekarang sebulan telah berlalu semenjak kejadian itu. Bahkan Angkara sekarang sudah terbiasa berbicara aku-kamu dengan Ayumi.

“Beli apa sih, Yum? Jangan lebih dari seratus ribu, loh.”

“Apaan, sih. Kamu jangan bercanda, ya. Novel itu yang paling murah aja sembilan puluh ribu.” Ayumi berhenti di rak buku yang menampilkan jajaran novel-novel best seller. “Kamu, ‘kan janjinya beliin semuuuaa yang aku pingin selama satu hari ini. Full, dari pagi sampai malam.”

“Ya gak gitu juga Yum, cara kerjanya. Aku bisa bangkrut, loh.”

“Tenang, tenang. Aku juga masih punya kira-kira atuh, Kar.” Mata Ayumi masih saja menelusuri judul-judul familier yang ada di hadapannya. “Nah, ketemu juga kamu!” novel berjudul Athena tersebut langsung didekap erat-erat olehnya. Lalu tanpa sadar merekahlah senyuman manis Ayumi.

“Sip. Udah, yuk, cuss bayar!” Angkara menujuk tempat kasir dan akan melangkahkan kakinya.

“Ah, udahlah, gak jadi ai kitu mah! Gak usah beli aja sekalian!” otomatis raut muka Ayumi menjadi cemberut sekarang. Buku yang tadi didekapnya disimpan kembali ke tempat semula. Ayumi akan ngambek aja. Angkara tidak dapat dipercaya.

“Eh, Yum, Yum! Aku, ‘kan bercanda. Ngambekan pisan, ah.” Angkara menahan pergelangan tangan Ayumi agar tak kabur. “Iya, iya. Kamu boleh beli semua yang kamu mau. SEMUA.”

Ayumi tersenyum sangat lebar. Lalu membalikkan badannya. “Nah, gitu dong.” Tanpa pikir panjang dia kembali ke tempat tadi. Melewati Angkara yang terbengong di tempatnya.

Bisaan, ya, taktiknyaa,” cibir Angkara.

Toko buku yang Angkara dan Ayumi kunjungi berada di Kota Tamalaya. Butuh waktu dua jam yang harus ditempuh dari Kota Sukasenang. Begitulah, Sukasenang itu kota yang kecil. Buku-buku yang ada di supermarketnya tidak terlalu lengkap. Jadi, terpaksa harus pergi ke luar kota untuk memenuhi keinginan Ayumi.

“Yum, sini geura!” teriak Angkara dari arah timur.

“Apaan, sih, Kar. Kamu mah ih, teriak-teriak gitu, gandeng ah,” cerocos Ayumi ketika sudah di samping lelaki tersebut.

Simpang AyuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang