Aku terperangah ketika pintu lift terbuka dan Harry lebih dulu melangkah keluar. Kami berada di dalam penthouse miliknya yang sangat mewah. Banyak sekali bunga dan hadiah yang menumpuk di ruang tamu.
“Ini semua hadiah pernikahan, aku rasa kau pasti akan suka,” ucap Harry memberitahuku lalu ia berjalan ke ruangan lain.
Mataku masih berkeliling menjelajahi setiap pintu dan ruangan terbuka serta setiap detail dari Penthouse ini yang benar-benar membuatku kagum dan tidak henti berkata ‘wah’. Aku tidak salah menikahi pria ini.
“Barbara!” panggil Harry dari dalam. Suaranya cukup jauh dan bergema.
“Ya!” sahutku seraya membuka satu kotak hadiah berbahan beludru warna biru gelap. “Shit!” desisku pelan begitu melihat hadiah kalung berlian di dalam kotak yang baru saja aku buka. Sialan! Siapa yang memberi kalung berlian untuk hadiah pernikahan?
“Ada apa?” Harry melongok dari salah satu pintu.
“Uh, ti-tidak,” jawabku terbata kemudian mengeluarkan kalung berlian itu dari dalam kotaknya. “Siapa yang memberikan ini sebagai hadiah pernikahan?”
Harry berjalan gontai ke arahku, jasnya sudah di lepas, kemeja putihnya dibiarkan terbuka dibagian kerahnya sampai tiga kancing ke bawah. “Oh, itu dari aku.” Ia mengulurkan tangannya. “Mau memakainya?” Dia menawarkan dan aku memberikan kalung itu padanya.
Satu tanganku mengangkat seluruh rambutku ke atas selagi Harry memakaikan kalung itu di leherku. Liontin berbentuk teardrop itu membuatku terkesiap saat menyentuh kulit, dingin sekali. “Kenapa kau membeli hadiah untuk pernikahanmu sendiri? Maksudku, pernikahan ini tidak nyata ‘kan?”
“Tidak nyata untukmu, tapi nyata untuk keluarga kita dan juga media. Aku harus meyakinkan mereka, karena ... biasanya memang seorang suami akan membeli hadiah pernikahan untuk istrinya, bukan?"
Tenggorokanku tercekat ketika Harry mengucapkan kata ‘suami’. Astaga! Aku sekarang menjadi seorang istri dari seorang pria yang baru ku kenal selama kurang dari satu bulan. Bahkan kami baru dua kali bertemu dan hari ini yang ketiga saat resepsi pernikahan.
“Terima kasih,” ucapku setelah Harry selesai memakaikan kalung untukku. “Terima kasih juga untuk kalungnya.” Ia tersenyum. Kelihatannya senyum kali ini lebih tulus hingga memperlihatkan kedua lesung pipinya.
“Sesuai permintaanmu, kita tidak tidur satu kamar.” Harry memberitahu seraya berjalan ke arah mini bar. Ia mengambil satu botol minuman, sepertinya whisky, entahlah. Ia menuangkan minumannya ke dalam dua buah gelas. “Kau mau?” Ia menawarkan dan aku mengangguk, lalu menghampirinya.
Gaun ini sungguh menyusahkan! Aku nyaris tersandung gaunku sendiri. Tubuhku rasanya juga sudah gatal karena banyaknya lapisan bahan yang menutupi tubuhku seharian ini.
“Terima kasih,” ucapku seraya menerima gelas yang sudah terisi minuman. Dan, ya! Aku benar, ini whisky. “Dimana kamarku? Apakah barang-barangku sudah dibawa ke sini oleh sopirmu?” tanyaku setelah menyesap whisky yang langsung membakar tenggorokkanku yang kering.
“Sudah. Semuanya masih di dalam koper. Aku juga sudah menyiapkan pakaian baru untukmu di walk in closet. Tapi, masih bercampur dengan milikku. Letaknya di dalam kamarku.” Ia memberitahuku dengan sangat detail. Aku hanya mengangguk-anggukan kepala.
“Bisakah aku masuk kamar sekarang? Aku ingin mandi dan tidur. Lelah sekali.”
Harry mengangguk dan membawa botol whisky di tangan kanannya selagi ia berjalan di depanku menunjukkan letak kamarku. “Di sini kamarmu.” Ia membuka pintu di depannya. “Kamarku tepat di sebelahmu, jika kau butuh sesuatu, ketuk saja pintuku.” Ia tersenyum lagi. Aneh, kenapa ia jadi murah senyum hari ini?
![](https://img.wattpad.com/cover/262774848-288-k119810.jpg)
YOU ARE READING
Trapped in Marriage || Harbara
RomanceTerjebak dalam pernikahan. Alih-alih ingin membebaskan kedua orangtuanya dari jerat hukum karena berutang besar pada Carrington Group-sebuah perusahaan jasa keuangan dan retail yang terkenal di Amerika Serikat. Seorang model cantik yang sombong-Ba...