Prolog

166 60 65
                                    

Sore ini.

Ragaku berjalan pergi. Menuju gedung belakang sekolah nan sepi. Untuk bertemu sang pujaan hati. Dalam menepati janji yang telah di sepakati saat istirahat tadi. Dengan maksud dan tujuan tertentu.

Yaitu.

{~}

"Maaf sebelumnya, karena mendadak memanggil ... kemari," ucapku dengan kedua tangan berada di saku celana Pramuka. Dalam perjalanan mendekat ke Dirinya, yang tampak mulai mendirikan raga ramping berbusana sama sepertiku kenakan. Dari terduduk bersandar pada pohon maja.

"Hphmm-hpmm, iya gak masalah," ucapnya, sambil menggelengkan kepala berambut pendek pirangnya. "Lagian diri ini juga tak lagi berkegiatan." Di senyuman menatapku yang berhenti di hadapan Dirinya itu.

Aku menurunkan wajah, berserta suara pelan berkata.

"... Gitu ya!"

"Iya gitu," balas senyum senangnya di perlihatkan padaku.

Senyap sementara. Dengan angin sponsor terlewat begitu saja. Sebelum, Dirinya kembali bertanya. Dengan kedua tangan berada di belakang tas punggung bersama.

"Jadi. Ada apakah ... memanggil diri ini ke...?"

Menelan berat ludah. Di lanjut bibir ini berkata dengan gemetar rasa gugup melanda.

"Se-sebenarnya, ada suatu hal penting yang mau a-aku...!"

"Euhpmm, tentang apakah itu?" Tanya Dirinya di wajah polos miring memandangi.

"Ta-tapi, ini rahasia tersembunyi a-aku pendam. Jadinya-"

Senyuman di wajah-Nya lalu berkata penuh antusias bersama.

"Baiklah. Jika seperti itu, maka diri ini janji gak akan-"

Belum selesai Dirinya berkata, serobotan kata. Lantang Diriku suarakan seketika.

"Jadinya gak akan ... beritahukan!"

"Eh?"

"Bu-bukan berarti ... gak akan beritahu apa yang terjadi. Meski awalnya memang benar ter-alami!" Ucap gelap panik Diriku, mencoba menjelaskan ke Dirinya.

Yang hanya.

"Hphmm," gumam wajah datarnya melihati dalam menanti. Penjelasan kata bersambung Diriku utarakan lagi. Di kondisi harmonisasi alunan nada panik masih menyelimuti.

"Ta-tapi ... tenang saja. Karena pasti aku akan beritahukan, apa yang mau aku sampaikan." Nada panik ini lalu mengecil frekuensi suaranya. "Meski itu sedikit sulit aku lakukan!"

"Jadi, sekarang diri ini harus...?" Ucapnya dengan tatapan mata masih menatap sama.

"Mu-mungkin saja. Si-situasi disini kurang kondusif untuk ... menjelasi. Jadinya kata-kata indah sulit di ... hahaha?" Ujarku, sambil senyum gerah tertawa menyerta.

Membuang nafas sebentar Dirinya lakukan.

"Kalau begitu, kita pindah saja dari sini!"

Di kemudian Dirinya mulai berjalan pergi, tapi. Belum sempat pergi dari sini. Suara khawatir memanggil 'sebentar' dengan tanganku memegang-sucinya. Membuat pergerakan Dirinya terhenti seketika. Di berbalik bertanya. Bersama Diriku melepas-sucinya.

"Kenapa lagi?" Ucap agak kesalnya.

Aku menundukkan wajah panas dalam ini. Di terus bibir berat ini, berkata sekuat tenaga. Menahan rasa gugup yang semakin menjadi-jadi kekuatannya.

"Ma-maukah, di-dirimu, me...?"

"Me?"

"Me-me-me...."

"Me apa atuh?" Bentakan kesalnya.

"Me, meminjamkan buku ... milikmu!" Ucap mata tajam melihat Dirinya.

Sesaat wajah tak bergeming Dirinya. Melihat ke senyum terpaksa aku punya. Sebelum bibir ragunya berkata.

"Ahh, baiklah!"

"Te-terima kasih banyak," ucapku sambil yang tersenyum kecil menahan-ini.

Keluh kesah di alam bawah sadar. Diriku cetuskan kemudian, oleh sebab.

"Sial sungguh sial. Kenapa? Lidah tak bertulang ini malah salah berucap."

"Mengapa? Saja selalu saja ... tak mampu me ... cintaku ini!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kono Ai o shitte hoshī Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang